Janji Suci

Dudun Parwanto
Chapter #14

Terbakarnya Jenggot Pejabat Negara

 

 

Rencana Majalah Reforma mengupas DAU sebagai laporan utama, membuat pihak Kemenag kebakaran jenggot. Pejabat yang terkait masalah itu mulai panik mencari akal agar Majalah Reforma menghentikan peliputan itu. Bahkan Menteri Agama ikut turun tangan dan memantau perkembangan anak buahnya dalam menghadang laju majalah Reforma.

           Hari Kamis, berarti masih ada waktu untuk menekan pimpinan Reforma untuk tidak menayangkan laput DAU. Dolalah menelepon Menteri Agama, melaporkan bahwa dia belum berhasil membujuk redaksi majalah Reforma agar mendrop berita tentang DAU karena sikap keras Pimrednya yakni, Batubara.

“Masak kayak gini saya harus turun tangan. Mestinya kamu bisa menghandle pekerjaan ini. Ini kan media kecil, kita kasih gimmick selesai. Saya akan menghubungi Pak Husin anggota BPK, dia salah satu pemilik saham majalah Reforma,” ujar sang Menteri dengan suara keras meninggi.

Sang Menteri marah-marah, mencak mencak di ujung telepon. Dolalah hanya diam tak berkutik.

****

 

Husin menerima telepon dari Menteri Agama meminta agar liputan DAU di majalah Reforma dipending dulu. Husin pun sebenarnya tidak mau mencampuri urusan Redaksi. Tetapi setelah tahu ada imbalan besar yang akan diberikan kepada Majalah dalam bentuk iklan sebagai kompensasi penundaan liputan, dia mulai goyah. Husin tahu kondisi majalah sedang tidak baik-baik saja. Ia siap membantu Menteri Agama, untuk mempending dulu berita mengania DAU. Lalu ia menghubungi Garibaldi, sebagai pemimpin umum. Husin pun menghubungi Kemala untuk meminta pendapatnya.

"Kalau saya sebenarnya tidak mau meng intervensi redaksi, sikap saya abstain saja, silakan diskusikan dengan Pak Batubara.," ujar Kemala.

"Tidak bisa begitu Kem, kamu pemegang saham pengendali, harus menentukan sikap. Ini masalah nyawa majalah, investor tidak hanya mengurusi masalah uang saja, tapi konten juga harus dimonitor, karena kalau ada apa-apa dengan majalah ini, pemilik saham juga akan menanggung akibatnya," jelas Husin.

"Ya tapi sebenarnya apa dampaknya bila berita DAU ini dinaikkan dan apa resiko terbesarnya?" Kemala mengajak diskusi Husin.

"Pak Menteri bilang, saat ini belum waktunya membahas DAU karena sangat sensitif di masyarakat terkait penggunaan dana bunga DAU yang bisa menimbulkan polemik. Dana Abadi Umat ini masih utuh, hanya bunganya yang digunakan untuk kepentingan umat. Katanya kalau dibuka, akan menimbulkan menimbulkan kontroversi di ormas, karena ada yang mendapat ada yang tidak sehingga bisa menimbulkan kerusuhan," jelas Husin.

"Dari hasil audit BPK bagaimana ?" tanya Kemala.

"Ya karena ini bukan dana APBN kita tidak bisa memberikan predikat terhadap audit dana manfaat ini. Sifatnya hanya laporan keuangan saja, " jelas Husin.

"Ada potensi kebocoran tidak?" tanya Kemala.

"Itu harus dilakukan mekanisme chek ke penerima, BPK belum sampai ke sana, hanya melihat tanda terima dan bukti transfer saja. Sejauh ini secara adminitrasi ada buktinya semua," ujar Husin.

"Ok , apa ada kompensasi jika kita men drop berita ini? " tanya Kemala.

"Adalah Kem, dari kemarin juga mereka akan memasang iklan advertorial 2 edisi, dengan nilai masing-masing edisi 100 juta rupiah," jawab Husin.

"Baiklah, saya akan minta Garibaldi menghubungi Batubara," sahut Kemala lalu menelepon Garibaldi.

Setelah dijelaskan panjang lebar oleh Kemala, Garibaldi kemudian menelepon Batubara.

“Sesuai permintaan pemegang saham, maka saya minta agar laporan utama DAU dihentikan dulu. Sementara tidak ada kegiatan dan semua awak diliburkan karena minggu ini majalah tidak terbit dulu,” pesan Garibaldi mewakili semua pemegang saham.

"Kami sudah siang malam selama 2 minggu mempersiapkan majalah ini untuk terbit. Saya juga sudah berjanji jika majalah ini tidak dapat menembus penjualan 30 ribu eksemplar saya siap pasang badan untuk mundur. Seharusnya pemegang saham menghargai jerih payah kita," jelas Batubara.

"Sudahlah Pak Batubara, ikuti saja perintah pemegang saham. Ini untuk kebaikan kita semua. Tidak ada gunanya melawan, nanti malah hasilnya kurang produktif. Kemenag sudah menyiapkan dana besar untuk iklan di majalah kita minggu depan. Insyaallah biaya operasional dan gaji karyawan aman untuk 2 bulan ," ujar Garibaldi.

           Batubara kaget, ia kurang suka dengan cara intervensi semacam itu. Ini hari Kamis, dan besok semestinya sudah deadline menulis tulisan. Warto yang juga ditelepon Garibaldi sebaliknya merasa senang, lelaki berbadan tipis itu bahagia mendengar Kemenag akan memsang iklan advertorial Haji pada edisi minggu depan dengan nilai cukup besar. Baginya itu nilainya lebih konkret ketimbang berita yang belum jelas akan menghasilkan pendapatan berapa.

           Batubara lalu mengumpulkan seluruh awak redaksi Reforma di meja Meeting. Ia memberitahu permintaan pemegang saham agar laporan utama DAU sementara dihentikan. Semua wartawan lemas, apalagi tim Laput merasa hasil kerjanya tidak dihargai.

“Huuuu..” teriak redaksi yang menganggap tidak menghargai kerja mereka.

           “Bang..bagaimana dengan Zul, yang sudah pontang-panting bekerja agar liputan ini jalan, tapi malah dipending. Dia berjuang sendirian di Garut sekarang.. sudah 2 hari tidak bisa dihubungi, ” ujar Rozy heran.

Bang Batubara diam tak bisa menjawab. Idealismenya mulai runtuh. Ia yang menggebu-gebu untuk menghasilkan liputan berita besar kini harus kalah dengan tekanan pemegang saham. 

“Iya bang, kasihan Zul, dia sedang ke Garut untuk mendapatkan nara sumber penting dan data-data yang sangat vital. Kalau liputan ini dihentikan sama saja kita sudah mengorbankan dia dan membunuh karir jurnalistik kita semua..” tegas Harjatmo.

“Ini bukan kemauan saya…saya hanya kuli,”ujar Batubara duduk lemas. Apalah artinya, dia hanya Pimred diatasnya ada pemilik yang lebih berkuasa.

Kamis sore itu, Batubara minta seluruh redaksi pulang lebih awal sebagai bentuk protes atas keputusan pemegang saham. Batubara sangat kecewa, maka dia mengajak Harjatmo malam itu untuk menemui Kemala untuk menyampaikan niatnya mengundurkan diri.

"Tidak ada gunanya aku berada di sini, semua media sama saja, pemiliknya mempunyai agenda sendiri," ujar Batubara.

"Bukankah pemilik saham terbesar majalah kita masih Mas Kemala Bang, bagaimana kalau kita ke rumahnya malam ini?" saran Harjatmo.

"Mas Kemala pun sudah tahu dan belum tentu bisa berbuat banyak, dia tadi chat WA saya sudah diminta Husin untuk pending dulu minggu ini, meski sahamnya besar, tapi siapa yang sanggup melawan penguasa. Tempra yang majalah besar saja tunduk, apalagi kita majalah kecil, miskin lagi..." ujar Bang Batubara kesal.

"Terus bagaimana ini bang, anak-anak butuh kejelasan," ujar Harjatmo.

"Ok kita ke rumah mas Kemala sekarang, tujuannya saya mau resign saja," ujar Batubara.

Harjatmo kaget dengan rencana itu, dengan mobil operasional mereka pun meluncur ke rumah Kemala.

           Berbeda dengan redaksi, bagian usaha justru senang karena mendapat iklan yang nilanya besar. Warto meminta tim marketing menyiapkan desain untuk adverorial haji pesanan Kemenag. Iklan akan diturunkan pada edisi berikutnya.

***

Sesampai di rumah Kemala, Batubara dan Harjatmo menyampaikan tekanan yang dialami sehingga terpaksa meliburkan seluruh awak redaksi. Kemala tidak setuju dengan permintaan Batubara untuk mengundurkan diri. Kemala yakin Majalah itu tidak punya karakter yang jelas tanpa adanya Pimred yang kritis seperti pria Batak itu.

"Saya menolak pengunduran diri anda, sikap saya adalah menunggu sampai situasi kondusif, setelah itu baru kita akan turunkan Laput pada waktu yang tepat. Kalian boleh libur dulu, tapi hari Senin bekerja kembali seperti biasa.," kata Kemala.


***

 

Dolalah lega mendapat telepon Kyai Danu, pemuatan DAU di majalah Reforma dipending. Namun ia kurang sreg karena hal itu dilakukan atas campur tangan Menteri Agama. Padahal dia ingin, hal teknis seperti itu bisa dia tangani sendiri. Maka sore itu, dia memanggil Handoko dan Khudori ke ruangannya. Dolalah mengatakan jika dia dimarahi oleh Menteri karena tidak bisa menghentikan rencana Laput redaksi Reforma.

“Pak Menteri marah-marah dan akhirnya turun tangan sehingga berita mengenai DAU ini dihentikan sementara. Namun saya merasa malu dan kesal dengan majalah picisan itu. Saya tidak mau jika laporan utama ini dihentikan sementara, saya maunya dihentikan seterusnyan,“ ujar Dolalah emosi.

“Gimana caranya ?” tanya Khudori.

“Saya barusan terima telepon dari Kyai Danu, mengenai rencana iklan advertorial dan ada kabar redaksi Reforma sore ini mogok bekerja…” ujar Dolalah.

“Bagus dong, kita sebaiknya tunggu saja nanti apa yang terjadi…” jelas Khudori.

“Hmmm kalau begitu malam ini kantor kosong ya ….saya ada ide….” ujar Handoko.

“Ya, apa itu?” tanya Dolalah.

“Kita masuk ke kantor Reforma obrak abrik isinya lalu ambil dan hancurkan hardisk di komputer redaksi semuanya bagaimana ….?” kata Handoko semangat.

Dolalah diam sebentar, namun belum ada solusi lain di pikirannya. Menurutnya itu usul gaya preman yang tidak cocok dengan zaman sekarang.

“Tapi ada resikonya, nanti akan diusut polisi, ” kata Dolalah.

“Nggak apa-apa yang penting data kita lenyapkan sehingga rubrik laput tidak akan naik..” bela Handoko.

“Saran saya menunggu saja, jangan membuat aksi terlalu nekat dulu, mereka sudah mau mentake down itu artinya sudah ada sedikit kemajuan….” ujar Khudori.

Lihat selengkapnya