Janji Suci

Dudun Parwanto
Chapter #15

Dilema si Kuli Tinta

Dilema si Kuli Tinta

 

Jumat menjelang sholat Jumat, akhirnya Zul sudah hafal ar Rahman. Diapun membaca hafalannya di depan Rahman. Dengan lancar Zul hafal surat Ar Rahman. Setelah selesai Rahman pun mengambil flash disk berwarna jingga. Lalu dia duduk di meja berdua berhadap dengan Zul.

“Alhamdulillah kamu sudah hafal surat Ar Rahman, meski harus dua hari berada disini heheheh, Allah telah menunjukkan kepadaku orang yang tepat menerima amanah ini. Apalagi fadilah membaca surat Ar Rahman yakni Barangsiapa yang membaca surat Ar-Rahman, Allah akan menyayangi kelemahannya dan meridhai nikmat yang dikaruniakan padanya.”

 Rahman meneteskan air mata, Zul terharu. Rahman kemudian membawa sebuah flash disk.

 “Ini adalah data yang sangat penting, karena melibatkan pejabat Negara. Sebelum aku serahkan data ini aku ingin kamu berjanji, untuk menguak skandal korupsi DAU ini meskipun nyawa taruhannya..bagaimana ?”

Zul diam sejenak, dia sudah berjuang untuk mendapat data itu. Pantang baginya untuk mundur,  setelah membaca bismilah dia mengatakan siap.

“Insyaallah Pak…”

           Rahman memegang dua tangannya sambil menggenggam erat. Sebuah pertanda sebagai janji suci yang harus dipegang. Dan dalam janji itu terdapat tantangan besar, hingga sampai pengorbanan jiwa dan raga. Rahman merasa telah mendapatkan orang yang tepat untuk membongkar skandal korupsi yang menumpangi pelaksanaan rukun islam kelima. Dia meneteskan air mata. Air mata bahagia, sedih , haru yang sarat makna. Apalagi setahun lagi dia pensiun dan momentum yang ia dapatkan bertemu dengan Zul ini tak kan pernah terulang.

           Zul pun merasa mendapat amanaha yang luar biasa dari seorang yang saleh dan dekat dengan Tuhan. Selama 3 hari di rumah Rahman, Zul melihat lelaki rtua itu tak pernah lepas dari air wudhlu. Setiap kali batal ia selalu mengambil wudlu lagi. Kalau wudlu saja dia jaga apalagi dengan perbuatan yang dilarang Tuhan. Dia sangat senang bertemu dengan Rahman, seorang pejabat yang lurus dan tidak termakan pada budaya transaksional sekarang.

           Baginya sacred promise adalah janji suci yang harus diikuti. Karena Rahman memberi amanah kepadanya, maka Zul berjanji memegang teguh janji itu dan tidak akan menyia-nyiakan amanat Rahman.

 “Nanti kalau urusan ini sudah selesai, kamu boleh kemari lagi, ada bidadari Surga yang menunggumu hanya dengan mahar hafalan surat Ar Rahman…” ujar Rahman tersenyum.

           Zul tersenyum, ia tahu maksudnya. Ia pun memandang Fatimah. Rahman memberi isyarat agar Fatimah membuka cadarnya. Masya Alloh Zul kaget melihat bidadari. Kecantikan Fatimah tak kalah cantiknya dengan Aisyah. Namun Zul tidak menceritakan bahwa sebenarnya dia sudah mempunyai gadis jelita yang mengisi relung hatinya. Zul tidak mau Fatimah atau Rahman kecewa.

“Aku tahu, dari sorot matamu, ada seorang gadis yang telah menunggu di sana…” ujar Rahman.

Zul tidak heran Rahman tahu apa yang ada di hatinya. Orang yang dekat dengan Tuhan memang biasanya bisa membaca sesuatu dengan mata batin. Itulah yang terjadi pada Rahman.

“Saya percaya jodoh sudah ada yang Mengatur….” Jawab Fatimah. 

           Setelah mendapat data yang dicarinya,  Zul pamitan karena malam ini adalah deadline majalah Reforma. Selepas jumatan Zul pun pamitan. Zul pun mencium tangan Rahman, namun tatapan matanya kosong.

“Semoga Allah memberi keselamatan padamu …” doa Rahman diaminkan Fatimah.

Tak disangka airmata Zul menetes tanpa permisi. Dalam hatinya dia masih ingin bertemu dengan bapak dan anak gadisnya itu. Jikalau dia belum mengenak Isyah, tentu Zul akan meminang Fatimah.  

Suasana haru pun terasa ketika Zul meninggalkan rumah Rahman. Fatimah sesenggukan dalam dekapan ayah tercintanya.

           Pemuda itu sudah 3 hari tidak ada kontak dengan kantrnya. Ia tidak tahu kalau kantornya sudah diobrak-abrik para preman. Ia tidak tahu bahwa peliputan laporan utama sempat dihentikan sementara. Dia membawa HP tapi tidak bisa mengakses internet dan sinyal telepon. Tapi ada untungnyha, Zul banyak belajar tentang agaman dan kehidupan pada Rahman. Karena dia adalah guru kehidupan. 

***

 

Zul meninggalkan rumah Rahman dan naik ojek menuju terminal Garut. Dari terminal, kemudian naik bus Fajar Indah menuju Jakarta. Diperjalanan ia membuka file yang diberikan Rahman dengan laptopnya karena kursi disebelahnya kosong sehingga ia agak leluasa. Dia kaget melihat nama haji Murod sebagai penerima DAU di 3 Yayasan yang berbeda. Ternyata haji Murod adalah ketua perhimpunan Yayasan yang menjadi tangan kanan bantuan Kemenag ke yayasan-yayasan yang menerima bantuan.

           Zul dalam dilema. Di satu sisi dia ingin mengungkap kasus itu, namun di sisi lain kasus itu melibatkan orangtua dari gadis pujaannya. Zul tidak ingin Aisyah kecewa. Zul akan minta masukan dari Isyah dulu sebelum melangkah lebih jauh. Tapi dia ingin tetap komitmen dengan janjinya pada Rahman.

           Bus yang ia tumpangi di jalan sempat berpas-pasan dengan mobil Aisyah yang menuju ke rumah Rahman. Selama di rumah Rahman, Zul tidak berkomunikasi karena tak ada sinyal. Di perjalanan Zul membuka hapenya. Zul kaget karena ada ratusan pesan yang masuk via WA dan pulusan sms dan panggilan yang tak terjawab terdaftar di ponselnya.

           Kabar itu antara lain, Aisyah yang menyusul ke Garut. Herman mengabarkan suasana Kemenag memanas karena dia dipanggil sekretaris Dolalah. Khudori yang mengancam mempidanakannya atas perbuatan tidak menyenangkan, serta Batubara yang memintanya segera pulang. Hingga pesan terakhir dari Rozy bahwa semalam terjadi kerusakan parah di kantor redaksi Reforma yang dilakukan orang tak dikenal. Zul merasa shock karena kantor redaksinya diobrak-abrik orang tak dikenal yang disinyalir terkait dengan liputan korupsi haji yang sedang ia kerjakan 

           Zul geleng-geleng kepala, dalam 2 hari dia tidak berkomunikasi dengan dunia luar, banyak peristiwa yang telah terjadi. Perubahannya sangat drastis. Zul pun memprioritaskan untuk menelpon Batubara karena kabar tentang pengrusakan kantor redaksi Reforma ingin ia ketahui terlebih dahulu ketimbang kabar lainnya.

“Hei Zul, syukurlah kau sehat, dimana posisimu..” tanya Batubara.

“Baik bang, ini baru sampai Bandung, mungkin lepas Ashar sudah sampai Jakarta. Gimana kabar kantor kita bang?”

“Sedang heboh ini gara-gara laputmu hehehe, kantor kita diteror dan rusak parah hancur semua. Sekarang semua redaksi pindah ke kantor pak Kemala di Kuningan. Namun ini ada hikmahnya, karena semua media meliput dan nama majalah kita jadi terkenal heheheh,” Batubara sedih tapi bahagia.

 “Tidak ada korban jiwa bang,” Zul merasa berdosa jika gara-gara usulannya tentang DAU ada yang harus meregang nyawa.

“Enggaklah…aman-aman saja, Datanya sudah dapatkan?”

“Sudah bang, sangat lengkap “ ujar Zul.

“Oke sip, nanti aku minta Rozy menjemputmu di terminal Rambutan ya. Tolong amankan datanya dan hati-hati di jalan “ ucap Batubara senang.

           Belum sempat Zul bicara hape mati, ternyata pulsanya habis. Zul kesal belum memberitahu tentang nama haji Murod pada Aisyah. Di perjalanan tak mungkin ada orang yang menjual pulsa. Dia sudah membaca WA tapi tidak bisa membalasnya. Kabar terakhir masuk WA dari Herman memberitahu bahwa dia sedang berada di ruangan Dolalah dan rombongan preman atas perintah Dolalah sedang menuju rumah Rahman di Garut.  

***

Lihat selengkapnya