Langit mulai gelap. Jumat petang jam lima sore, Zul sudah tiba di Terminal bus Kampung Rambutan, Jakarta Timur. Suasana terminal antar kota antar propinsi itu mulai sepi. Perjalanan bus dari Garut agak tersendat karena terjadi kemacetan di jalan tol Purbaleunyi. Herman mengirim chat WA, menunggu kedatangannya di terminal kedatangan. Herman tidak sendiri, ia bersama Khudori dan dua orang anak buahnya duduk sambil memperhatikan orang -orang di sekitarnya. Mereka melihat Zul turun dari sebuah bus, ia menenteng koper dan tas laptop. Herman segera menghampirinya dan mengajaknya menuju ke sebuah ruangan di sudut Terminal. Dua orang berbadan tegap mengiringi mereka di belakang.
Zul mulai curiga dengan keberadaan orang -orang asing yang menurutnya bukanlah kondisi yang normal. Dia pun mulai waspada.
"Kemana kita Man, aku mau buru-buru ke kantor," ujar Zul.
"Sebentar saja ke ruangan belakang, ada yang mau aku sampaikan," jawab Herman.
Mereka lalu membawa Zul ke sebuah ruang yang sepi dengan lampu yang remang-remang. Di sebuah ruangan yang pengap, Herman meminta Zul memberikan data itu. Zul kemudian menyerahkan flash disk dari Pak Rahman. Di ruangan itu Khudori sudah menunggu kehadirannya. Dia mempersilakan Zul duduk.
"Kenalkan Zul, aku Khudori dari LSM Pengawas Haji, beberapa waktu lalu ada wartawan Reforma namanya Mirna datang ke kantorku," ujar Khudori.
"Oh ya benar, saya yang menyuruhnya ke sana,"
"Aku juga yang menelponmu untuk memberi proyek penulisan buku, tapi sayangnya kamu tolak," ujar Khudori.
"Ya, atasan saya tidak setuju, Laput ini dihentikan, jadi saya tidak bisa memenuhi tawaran itu," jelas Zul.
"Jadi maksud aku ke sini, akan menyita semua file mu tentang Laporan Utama Dana Haji yang ada di laptopmu. Termasuk saya minta data yang sudah diberikan pak Rahman," jawab Khudori.
"Kenapa laptop saya mau disita, anda kan minta flash disk dan itu sudah saya berikan pada Herman," ujar Zul.
Khudori lalu merebut tas laptop yang dibawa Zul. Dua orang berbadan besar memegangi lengannya sehingga tidak bisa melakukan perlawanan.
Khudori lalu membuka laptop Zul untuk mengecek isi flash disk itu. Setelah dicek ternyata isinya masih ada data penerima dana manfaat DAU 2 tahun terakhir.
"Apakah kamu sudah memback up data di flash disk ini? " tanya Khudori.
"Aku belum sempat memback upnya, aku kan dalam perjalanan di bus," jawab Zul.
"Oke, sekarang aku ngecek di laptopmu, aku mau pastikan isinya tidak diback di sini?" ujar Khudori.
"Wah saya keberatan, kalian sudah minta flash disk dan sudah saya berikan. Laptop ini isinya data pribadi dan file pekerjaan. Saya tidak bisa memberikan privacy saya ke orang lain," tegas Zul.
"Diam kau, aku hanya mengecek saja," Khudori memberi isyarat agar dua orang berbadan besar memegang erat lengan Zul. Wartawan itu berontak ingin melawan Khudori yang membuka laptopnya yang tidak diberi password.
"Tolong jangan disentuh barang pribadiku," jawab Zul.
"Ya bang, flash disk sudah diberikan, sebaiknya biarkan dia pulang," ujar Herman.
"Tidak bisa Herman, aku diminta Pak Dolalah memastikan data itu tidak diback up dan disebar kemana-mana. Sebaiknya kamu segera pergi menyerahkan flash itu ke Pak Dolalah. Biar kami yang memberesi anak ini," tegas Khudori.
"Baik, tapi tolong temanku jangan diapa-apakan, dia sudah kooperatif," ujar Herman sambil berlalu.
“Herman, kamu kembali ke kantor dan serahkan flash disk itu pada pak Dolalah, kita akan interogasi dia dulu..” ungkap Khudori.
“Zul sudah menyerahkan semua data sebaiknya jangan disakiti dia…” pinta Herman.
Khudori tidak menjawab.
Setelah Herman pergi, Khudori memaki habis-habisan Zul. Kemudian seorang preman yang pernah mencuri tas seorang wanita keluar menemui mereka. Zul kaget meilhat pencuri itu. Dua orang preman lainnya memegangi badannya . “Kamu masih ingat aku kan… sekarang rasakan balasanku..” ujar preman yang pernah mencopet itu memukul telak wajah Zul.
“Kamu telah menghancurkan kehidupan banyak orang, banyak orang yang hidup dari dana manfaat DAU,.. tapi kamu malah mengutak -atiknya memberikan stigma negatif pada Kemenag sehingga semua sekarang jadi ketakutan..” ujar Khudori.
Sang pencuri itu lalu menghunjamkan pukulan ke perut Zul.
"Rasakan pembalasanku," ujar preman pencuri itu.
Zul kesakitan. Namun karena hari sudah senja, tak ada orang yang melihat penganiayaan itu.
"Aku tahu malam ini, kalian akan deadline Majalah, dan aku akan menahanmu sampai besok pagi," ujar Khudori.
"Kalian pengecut, beraninya main keroyokan, " ujar Zul.
Zul bungkam, ia ingat akan “Sacred Promise” janjinya kepada Rahman meski nyawa taruhannya. Apalagi menurut Aisyah saat ini kondisi Rahman kritis di rumah sakit gara-gara masalah data DAU. Kalaupun Zul harus mati dia siap.
Ternyata setelah menyerahkan flash disk ke Dolalah, Herman langsung menghubungi Polres Jakarta Selatan. Di sana dia menceritakan bahwa ada seorang pemuda yang sedang ditahan beberapa orang. Ketika Herman mengatakan bahwa pemuda itu adalah Zul, Wartawan Majalah Reforma, Kasat Reskrim Polres Jaksel langsung mengajak anggotanya ke lokasi. Mereka tahu Zul dalam bahaya setelah beberapa waktu lalu kantornya diobrak abrik orang tak dikenal.
***
Rozy membaca pesan email yang dikirim Zul. Semua hasil wawancara yang sudah ditranskrip dan data-data yang dibutuhkan sudah diemail semua dia pun lalu mem forward email itu ke Batubara. Pemimpin Redaksi merasa senang karena laporan dari Zul sudah dikirim malam menjelang deadline. Namun dia heran karena Zul belum sampai ke kantor. Hapenya pun tidak bisa dihubungi.
Malam itu jam 20.00 WIB , Batubara mengumpulkan semua redaksi di meja meeting.
"Begini teman-teman, sejak peristiwa perusakan kantor kita beberapa hari lalu, semua mata masyarakat sudah menyoroti kita dan apa yang akan kita liput. Para pemegang saham pun berubah pikiran yang tadinya akan kita pending edisi minggu ini menjadi tetap terbit seperti biasa. Mereka sepakat agar laporan utama ini tetap diturunkan karena telah menjadi perhatian publik," ujar Batubara.
"Horeeee... " semua gembira.
"Untuk bahan-bahan tulisan saya sudah cek semua, dan sudah cukup lengkap. Zul sudah mengirimkan laporan wawancaranya dan data penerima DAU via emal. Malam ini kita tinggal menulisnya, untuk itu saya minta semua redaktur malam ini membantu menuliskan Laputnya," ujar Batubara
"Siaaap.. " jawab awak redaksi kompak.
"Bang bagaimana dengan nasib Zul, sampai malam ini dia belum kembali ke kantor, seharusnya sebelum magrib sudah sampai di Terminal Kampung Rambutan. Namun baru saja saya kontak HP nya tidak aktif," tanya Rozy.
"Saya akan melaporkan ke Kasat Reskrim Polres Jakarta Selatan agar ditelusuri keberadaannya di Terminal Kampung Rambutan. Semoga bisa ditemukan dalam keadaan sehat wal afiat dan mohon doa teman-teman semua," jawab Batubara.
Tak lama kemudian, Batubara menelpon Kasat Reskrim dan melalui mode speaker diperdengarkan suaranya di depan sidang redaksi.