Jumat, pukul 6.45 pagi.
Aku bangun kesiangan karena tugas yang menumpuk semalam. ini sudah ketiga kalinya aku begadang mengerjakan tugas akhir sekolahku. orang tuaku yang juga ikut kesal karena berulang kali membangunkanku yang tak kunjung bangun. mereka bergegas menyiapkan segala perbekalan makanan.
"Manda, kalo gak sempet sarapan jangan lupa bekalnya dibawa." teriak mamaku saat aku keluar.
"Siap ma!" aku berlarian keluar rumah mengejar papa yang sepertinya menarik nafas kesal karena keterlambatanku.
"Maaf pa, hehe janji deh ga akan diulangi lagi." aku membujuk. papa memang sangat tidak suka pada orang yang tidak bisa tepat waktu.
"Ayo, keburu terlambat." papa masuk ke mobilnya lalu menyalakan mesin. Mobil melaju kencang ke jalan besar. Pagi itu, mendung masih memenuhi langit. Bulan-bulan ini memang sedang musim penghujan. Kata orang tua dulu, setiap memasuki bulan yang berakhiran ber (September-Desember), pasti musim akan berganti dari kemarau menjadi hujan.
Tapi, sekencang apapun mobil melaju, aku tetap terlambat. Memang nasib aku terlambat karena ulahku sendiri. Untung saja hukuman yang diberikan bu Tuti selaku wali kelasku, tidak berat. Hanya membersihkan kamar mandi pulang sekolah nanti. Aku tidak kesal mendapat hukuman itu, aku jadi kesal karena teman sekaligus sahabatku yang malah mengejek.
“Sepertinya kamu memang harus menginap di sekolah Manda. Kasihan pak Andre setiap hari harus cemberut di depan mobilnya karena nunggu kamu berdandan hahaha.” Ingin sekali ku timpuk kepalanya dengan buku sejarah yang tebal. Tapi batal, omongan gadis sepantaranku bernama Ranti ada benarnya juga. Papa pasti sedikitnya kesal karena aku beberapa kali terlambat.
Jam pelajaran pertama dan kedua tidak terasa. Para guru kebanyakan memberikan tugas mandiri karena harus menghadiri rapat internal di ruang guru. Hingga waktu yang dinantikan ratusan siswa pun akhirnya tiba, jam istirahat. Para siswa segera bergegas keluar kelas untuk berebut kursi menikmati makanan berat dan ringan di kantin.
Aku dan Ranti termasuk salah satu siswa yang rebutan itu. Kami akhirnya dapat kursi di dekat pedagang somay. Tanpa menunggu lama, Ranti segera memesai dua porsi somay untuk kami. Aku pun tak lupa membawa bekal dari mama tadi pagi untuk sekalian dimakan. Maklum, tahun terakhir di sekolah sering membuat mood makanku naik.
“Kita jadi satu kampus kan?” setelah memesan makanan, Ranti kembali duduk di seberangku dan memulai obrolan.