“Eh! Ada orang jatuh tuh! Kira-kira siapa ya? Astaga liat deh! Kasian banget dia sampe berdarah gitu kepalanya, aduh jadi ngeri sendiri liatnya!”
Seketika Alex mengintip dari dalam jendela kelas. Ia mengira bahwa Siena sudah kembali ke sekolah. Tanpa memikirkan apapun, ia langsung berlari sekuat mungkin untuk menolong gadis yang ia anggap adalah Siena.
“Yes! Kita berhasil Shin.”
“Yoii, tos dulu dong.”
TOS!
...........................
“Hei, lu gak apa-apa?”
Alex menatap wajah perempuan yang ia tolong. “Jasline?”
“Lex... kepala gue sakit banget.”
“Yaudah, lu tahan dulu ya, gue bawa lu ke UKS. Lu bisa jalan sendiri gak?”
“Gak bisa Lex, gue lemes banget, kepala gue juga jadi pusing. Please, gendong aku Lex.”
“Yaudah, sekarang gue gendong lu ke UKS yah.”
“Jangan Lex, gue istirahat di kelas aja gak apa-apa kok, nanti ada temen gue juga yang obatin luka pake obat merah.”
Yes...yes...yes... rencana gue berjalan mulus, emang ga sia-sia punya temen yang bisa dimanfaatin, haha!
Suasana kelas sangat ramai setelah mengetahui kabar bahwa wanita yang terjatuh adalah Jasline. Teman Jasline segera menghampirinya kemudian menghapus darah buatannya dan membuat perban palsu agar orang sekitar menganggap bahwa ia telah luka parah. Semua ini dilakukannya demi merealisasikan satu tujuannya yaitu agar Alex bisa memberikan perhatian penuh padanya.
...............................
Siena
Rasanya bosan kalau terus-menerus diperintahkan untuk istirahat. Setiap hari minum obat, tidur, kemudian minum obat lagi seterusnya seperti itu. Hampir setiap waktu melakukan aktifitas yang kurang lebih sejenis.
Ah iya, foto itu. Aku sampai lupa kemana perginya foto itu. Aku ingat betul foto itu aku selipkan di dalam buku harianku. Aku cari di laci, hasilnya nihil, di bawah selimut hasilnya pun nihil. Apa mungkin hilang? Jatuh di jalan? Tidak mungkin, jelas-jelas sudah kuselipkan di dalam buku harian, di dalam tas pula. Aku mulai curiga... jangan-jangan ada orang yang mengambil diam-diam fotoku di kelas, orang-orang yang tidak beretika membuatku semakin sebal berada di sekolah!
Ibu Siena
“Kamu memang pintar ya mengganggu kehidupanku! Rumah ini tak pantas menerima orang sepertimu!
“Jaga mulutmu, Ratna!”
“Jangan sebut-sebut namaku! Seharusnya jika kau sudah tidak sanggup mempertahankan rumah tangga ini, lebih baik kau pergi jauh-jauh dariku! Untuk apa kembali kesini? Kau masih ada muka untuk bertemu denganku?!”
“Ratna, sadarlah sedikit. Aku hanya ingin melihat keadaan Siena. Dan ingat Ratna, anakmu bukan hanya Siena seorang. Tapi dia juga anakmu.” Ucapnya sambil menyodorkan foto seorang anak laki-laki berkaca mata sedang mengenakan kaus berwarna biru sambil tersenyum lebar memperlihatkan sederet gigi putih rapih.
“Dia... sudah sebesar ini.”
“Benar, sudah bertahun-tahun kamu bahkan tidak sudi menjenguk anakmu.”
“Anak yang berada di foto ini biarkan menjadi urusan kau. Dan Siena yang menjadi urusanku, tak perlu kau ikut campur. Aku mohon, kamu pergi secepatnya dari sini, kalau tidak akan ku laporkan kau ke pihak berwajib.”
“Jangan selalu ingin mengancamku dengan melapor ke polisi Ratna. Ingat, aku tidak akan menyerah begitu saja.”
Orang ini selalu mengusik kehidupanku. Jelas-jelas atas perbuatannya sendiri sehingga keluarga ini menjadi hancur. Sudah hancur, masih belum puas dan terus mengganggu kehidupanku. Sungguh sial...
“Maaa... mama liat foto aku sama mama waktu tahun 2005 gak?”
“Mama gak liat, nak. Ada apa?”
“Foto kita berdua hilang ma, padahal udah aku taruh di selipan buku harian aku.”
“Udah diselip seharusnya tidak mungkin hilang. Coba besok kamu tanya teman sekolah kamu ya, siapa tau mereka ada yang tau dimana foto itu berada.”
“Baiklah ma.” Siena saja tidak mau berhubungan dengan teman sekolah, apalagi menanyakan benda yang hilang. Ah, sudahlah.
“Oh ya Ma, tadi barusan Siena dengar dari lantai 2, mama sedang marah-marah ya? Marah sama siapa ma?”
“Bukan siapa-siapa, nak.”
“Oh, syukurlah. Ma, kedepannya kalau ada orang asing, hati-hati ya ma, kalau bisa jangan ladenin, ma.”