Siena
Perlahan kubuka kedua mata ini, aku hanya mampu melihat titik cahaya kecil dari balik celah kelopak mata ini. Aku mulai menelusuri tempat aku berada saat ini. Kondisi yang sangat gelap dan cukup mengerikan bagiku. Sejak kecil, aku sudah benci dengan hal yang berbau mistis. Kukerahkan seluruh tenaga untuk bangkit dan segera meninggalkan tempat ini. Tetapi, aku merasakan kedua pergelangan tangan ini seperti sedang terikat oleh seutas tali tambang yang melingkar. Aku mencoba mengingat-ingat kembali kejadian sebelumnya, dan aku berhasil mengingatkanya kembali. Baru aku sadari bahwa ternyata aku sedang diculik. Aku mulai merasakan rasa yang sangat panas disini, dan perutku mulai berbunyi kelaparan. Ingin kugapai handphoneku yang berada di dalam tas untuk mencari pertolongan, tetapi kenyataannya aku tidak mampu menggapainya karena kaki dan tanganku terikat dengan erat. Sekarang, aku sungguh tak berdaya, dan mulai memejamkan mata kembali.
BUK!
Aku segera membelalakkan mataku, dan aku sempat terdiam beberapa menit. Keringat dingin mulai bercucuran, aku tidak bisa menjerit meminta pertolongan karena mulutku juga sudah diikat dengan sehelai kain. Pikiranku sudah tidak sanggup berpikir secara jernih lagi, karena tiba-tiba ada sebuah kepala yang jatuh di pundakku. Aku sempat memejamkan mataku kembali karena rasa takut ini sudah menguasai pikiranku, tapi yang tidak kusangka, rasa penasaran ini perlahan-lahan mulai mengalahkan rasa takut yang sudah tertanam. Aku memberanikan diri untuk memalingkan wajah ke arah sumber jatuhnya kepala tersebut.
AKKHHHHHH!!! Aku terus berusaha menjerit dibalik kain yang membungkus erat mulutku. Aku melihat wajah yang pucat dan sangat mengerikan. Matanya terpejam erat dan keadaannya sama sepertiku, tangan dan kaki terikat oleh tali dan mulut terbungkus dengan sehelai kain putih. Bulu kudukku seketika mulai berdiri, dan tak mampu berkata apa-apa lagi. Ini bagaikan sebuah mimpi buruk. Aku ingin melarikan diri dari mimpi buruk ini, aku berharap ini semua tidak benar-benar terjadi. Dalam seumur hidupku, aku baru pertama kali merasakan kejadian yang cukup mengerikan bagiku. Disini tidak ada lampu yang menyinari, dan aku sangat benci dengan kegelapan. Aku mulai memaki diriku sendiri, karena perbuatan nekat yang kuhasilakn sendiri. Tidak seharusnya aku pergi sendirian, bodoh sekali kenapa gak ajak Joni aja sih! Ibu dirumah pasti sangat khawatir padaku. Aku merasa bersalah dan sangat menyesal atas tindakan bodoh yang sudah kulakukan ini. Kenyataan yang sudah terjadi saat ini sudah tidak bisa mengubah kondisi apapun, terlebih lagi dengan kondisi ku yang seperti ini, seperti sedang disenderkan dengan... mayat. Aku mulai menenangkan hati dan pikiran ini, menganggap semuanya tidak terjadi apa-apa, dan diri ini mulai terpulas karena rasa kantuk yang sempat menyerang.
Disaat aku sedang tertidur lelap, tiba-tiba ada dua orang pria asing yang salah satu dari mereka menendang kakiku, sontak aku langsung terbangun dan menatap ngeri mereka berdua. Aku memberikan kode pada mereka bahwa aku ingin segera dilepas dan ingin pergi dari tempat mengerikan ini. Aku terus merengek dan terus menggerakkan tubuhku berusaha untuk melepaskan diri. Mereka berdua menatapku dengan tatapan menantang, lalu ternyata tindakanku hanya sekedar memancing gelak tawa mereka, bukan segera melepaskanku. Kemudian, mereka perlahan melangkah mendekatiku. Aku terus menatap mereka dengan tatapan penuh waspada. Tak sengaja mata ini melihat ada sebuah pistol dan senjata tajam lainnya yang mereka letakkan di dalam saku celana masing-masing. Aku segera memejamkan mata kembali karena rasa takut terus menguasaiku dengan ganas. Dan akhirnya, mereka melepas ikatan kain yang membungkus mulutku, dan aku mempunyai kesempatan untuk berbicara.“
SIAPA KALIAN?!” tanyaku dengan nada yang melengking.
“Kau tak perlu tau siapa kami.”
“LEPASKAN AKU SEKARANG JUGA!”
“Tidak semudah itu. Salahkan diri kau sendiri yang sudah berinisiatif untuk datang di tempat ini.”
“LEPASKAN! TOLONGGG!” ku masih berusaha untuk meminta pertolongan dan aku yakin bahwa mukjizat itu ada.
“Diam kau!” ucapnya sambil menyodorkan pistol di kepalaku.
Rasa takut menguasaiku dengan semakin ganas. Aku sempat memejamkan mata beberapa saat untuk berdoa dan menenangkan diri, menghibur diri bahwa diri ini pasti akan melewati semua ujian ini. Tetapi, aku takut apabila disaat aku memejamkan mata, mata ini tidak mampu terbuka kembali. Disaat seperti ini, aku seperti kehilangan jalan keluar dan hanya mampu terdiam tanpa kata satupun yang keluar dari mulutku.
“Untuk apa kau datang kesini seorang diri, gadis cantik.”
“Aku ingin mencari teman saya.”
“Bodoh. Mungkin saja temanmu itu sudah menjadi mayat.”
“TIDAK! Aku percaya dia masih hidup!” jeritku sambil menahan tangis yang hampir meledak.
“Kamu tidak merasakan bahwa orang disampingmu itu sudah mati?”
Aku diam membisu dan sudah tidak berani untuk melirik orang di sampingku ini. Salah satu dari merekapun mulai mendekat ke arah orang tersebut dan membuka ikatan kain putih yang membungkus mulut sekaligus hampir membungkus separuh wajahnya. Aku sontak terkejut kaget setelah melihat wajahnya. Wajahnya memutih dan banyak sekali bekas memar. Air mata ini tak terbendungkan lagi, aku menangis histeris melihatnya. Aku terus berusaha ingin melepaskan diri dan memastikan bahwa orang yang duduk disampingku ini belum meninggal. Aku percaya bahwa orang ini masih mempunyai kesempatan untuk hidup.
“Sekarang sudah percaya kalau temanmu sudah mati?”
“TIDAK! LEPASKAN AKU!
DOR! DOR! DOR!
Aku kembali terdiam tanpa kata setelah mendengar tembakan pistol yang mereka tembakkan ke arah langit-langit gedung ini. Sekarang salah satu dari mereka mulai mengeluarkan senjata tajam yang mereka miliki dan mengarahkan senjata tersebut di leherku.
“Kau juga mau seperti temanmu keluar dalam bentuk mayat?”
Aku terdiam, dan aku masih terus berharap mukjizat akan datang di waktu yang tepat.
............................
Jasline
“HEI! DASAR WANITA PEMBUNUH!