Siena
Dari kejauhan aku melihat sekelompok pihak polisi dan beberapa guru yang menemani mulai berjalan menghampiriku. Salah satu dari sekelompok orang tersebut ada ibuku. Aku sangat senang akhirnya ibu bisa menyelamatkanku.
“Siena....” panggil ibu dengan suara yang serak sambil memeluk erat diriku.
“Mama...” balasku sambil berusaha menahan isak tangis yang kusembunyikan.
“Kamu gak apa-apa kan nak? Ada yang terluka gak?” tanya Ibu.
Aku hanya menggelengkan kepala, memberikan isyarat padanya bahwa aku tidak apa-apa. Aku menangis bahagia karena akhirnya aku masih bisa hidup. Hati ini sangat bahagia karena aku masih diberi kesempatan hidup untuk membahagiakan orang yang paling berjasa dalam hidupku. Aku tidak bisa membayangkan apabila pada saat kondisi genting aku hanya bisa terdiam dan pasrah pada garis hidup yang sudah ditentukan oleh Tuhan, pasti aku tidak akan bisa selamat dan tidak akan bisa melihat ibu lagi untuk selama-lamanya. Aku sangat bersyukur atas kekuatan dan keberanian yang telah diberikan padaku, mengerahkan seluruh sisa tenaga yang ada untuk menyelamatkan diri dari mara bahaya.
Diwaktu yang sama, tiba-tiba ada seorang pria berkemeja biru menghampiri aku dan ibuku. Aku sama sekali tidak mengenali siapa pria ini sebenarnya.
“Siena! Ratna!”
Aku hanya bisa menatapnya heran. Darimana ia tau bahwa namaku bernama Siena. Wajah pria ini sangat asing dimataku, aku sama sekali tidak pernah berkenalan bahkan bertemu dengannya.
“Untuk apa kau datang kesini?” tanya ibuku dengan nada yang ketus.
“Aku hanya mau mencari....”
“Pak, kami sudah menemukan informasi terbaru mengenai korban. Bapak sekarang boleh ikut dengan kami menuju lokasi tujuan.”
Kalimat yang ingin diucapkan oleh pria berkemeja biru tersebut sudah dipotong oleh pihak berwajib sebelum ia menyelesaikan perkataannya. Setelah aku mendengar bahwa polisi mengatakan ada informasi terbaru mengenai korban, seketika ada satu hal yang terbesit di benakku. Apa korban itu Alex?
“Ma, apa aku boleh ikut dengan mereka?”
“Untuk apa, Nak? Mama tidak mengizinkanmu ikut dengan mereka. Mereka sedang ingin mencari korban selanjutnya. Biarkan polisi dan pihak guru yang turun tangan, kamu tidak perlu ikut campur.”
“Tapi ma, firasat aku korban itu temanku ma, temanku yang bernama Alex itu.”
“Alex? Jadi dua hari yang lalu, kamu terus menunggunya, tapi karena dia tak kunjung datang juga akhirnya kamu pulang. Dia gak bisa datang karena kecelakaan?”
“Aku juga gak tau pasti ma. Soalnya saat aku disekap di dalam gedung ini, ada seorang pria yang wajahnya mirip dengan temanku Alex, ma. Tapi, aku belum bisa memastikannya.”
Perasaan ini dipenuhi oleh rasa bimbang dan tak jarang pertanyaan demi pertanyaan datang bertamu di pikiranku. Aku hanya ingin memastikan siapa korban yang dimaksud, tetapi ibu sama sekali tidak memberikanku izin. Hampir kulawan ibuku sendiri, untungnya dapat kutahankan semua itu demi kebaikan bersama.
...........................................