Januari

Melissa Octavia
Chapter #8

#8 Kenyataan pahit

Siena

Liburan akhir semesterpun telah usai. Para murid harus memaksakan dirinya untuk kembali ke sekolah menjalani proses belajar dan mengajar di semester baru. Setelah dua tahun menunggu, akhirnya sekarang aku duduk di bangku kelas dua belas. Itu tandanya aku harus lebih berusaha lagi karena cepat atau lambat Ujian Nasional akan segera menghampiri. Ada banyak sekali impian dan cita-cita yang ingin kugapai setelah lulus dan jenjang SMA. Aku ingin berkuliah di Fakultas Kedokteran. Keinginan untuk menolong nyawa manusia sudah tertanam di dalam tekadku. Selain menolong nyawa manusia, aku juga mempunyai tujuan lain, yaitu tentunya ingin membuat ibuku bangga padaku. Aku ingin memberikan bukti bahwa aku bisa menjadi orang yang lebih berguna dari sebelumnya dan aku juga ingin membalas semua budi orang tua tunggalku yang telah membesarkan dan membimbingku dengan penuh cinta kasih dan kasih sayang.

Selain itu, aku juga ingin membuktikan pada orang-orang yang sudah meremehkanku selama ini bahwa aku bukanlah seorang gadis yang lemah dan mudah pantang menyerah. Aku sangat berterima kasih kepada orang yang telah meremehkan bahkan mencelakaiku secara sengaja maupun tidak disengaja. Karena merekalah aku mampu belajar menjadi orang yang lebih kuat dan menjadi gadis yang tidak manja. Dibalik kekuatan yang aku miliki, pasti ada orang terdekat yang selalu mendukung dan memotivasi. Terutama yang sudah menemani masa sulitku di sekolah yaitu Alex dan Lisa. Tanpa mereka mungkin sampai detik ini aku bukanlah seorang Siena yang kuat dan tegar.

Aku dan Alex kembali mengukir kenangan indah di sekolah. Kini ia tidak lagi menjadi teman sebangkuku karena ia sudah berbeda kelas denganku. Meskipun kita sudah berbeda kelas, tetapi pada saat waktu istirahat kita pasti bisa meluangkan waktu untuk saling menghampiri. Seperti dahulu, Alex selalu membantuku dalam menyelesaikan tugas yang menurutku cukup sulit. Hari demi hari kulalui dengannya, hingga suatu hari benih-benih cinta antara kita berduapun mulai tertanam di perasaan kita masing-masing.

“Cieee... ngeliatin Alex mulu. Kenapa? Suka ya?” goda Lisa padaku yang sedang duduk menatap Alex bermain basket.

“Ihh... apasih Lis! Aku juga sambil ngeliatin mereka yang tanding basket juga kali, gak Cuma si Alex.” Belaku sambil tersipu malu.

“Ah udah kamu ngaku aja, kamu mulai suka sama Alex kan?”

“Emmm... suka ga ya... menurut kamu Lis?”

“Kalau diliat dari tatapannya sih, kamu suka sama Alex.”

“Oh ya? Jujur aku juga bingung sama perasaan diri sendiri, Lis.”

“Gausa bingung, Na. Nih aku kasih tau, kalau kamu bener-bener suka sama Alex, kamu bakal cemburu kalau liat cewe lain dateng deketin dia. Terus, selain itu, kamu juga bisa khawatir kalau Alex ada apa-apa, bahkan kalau dia cuma luka sedikit aja kamu juga bakal bisa khawatir.” Jelas Lisa sambil meyakinkanku. Aku hanya terdiam dan tidak memberikan komentar atau pendapat apapun pada Lisa, dan mata ini kembali menikmati serunya pertandingan bola basket.

“Tuh liat, ada cewe yang ngasih minum ke Alex.”

Hatiku seketika menjadi panas setelah melihat perempuan itu berusaha untuk berdekatan dengan Alex. Ternyata benar yang dikatakan Lisa barusan, rasa cemburu ini mulai muncul disaat perempuan lain berusaha merebut hatinya. Alex mempunyai paras wajah yang tampan, wajar saja banyak kaum hawa di luar sana mulai tertarik dengannya layaknya sekumpulan hewan lebah yang tertarik dengan bunga yang indah. Apakah mungkin aku benar-benar suka dengan Alex? Jika benar aku sudah menyukainya, apakah Alex juga menyukai aku?

Pertandingan bola basketpun telah usai, tim Alex lah yang memenangkan pertandingan antar kelas pada hari ini. Aku menatapnya sedang berjalan ke arah penonton sambil membawa sebuah botol air mineral yang ia genggam. Dan orang yang ia cari pertama kali adalah aku. Ya... aku, seorang Siena yang selama ini mendapatkan julukan “Cewek kampungan” di sekolah. Wajah Alex sekarang berada dekat dengan wajahku, kita saling menatap dan tidak ada satupun diantara kita yang bersedia membuka mulut. Sampai akhirnya, ia berlutut di hadapanku dan membuat seluruh penonton terkejut setelah melihat aksinya, terutama para kaum hawa.

“Lu mau jadi pacar gue gak?” tanyanya sambil memberikanku seikat bunga mawar merah yang ternyata ia sembunyikan di bawah kursi penonton. Hati ini berbunga-bunga tetapi ekspresi yang hanya bisa kumunculkan adalah terdiam kaku. Aku tidak menyangka Alex akan secepat ini menyatakan cintanya padaku, padahal barusan aku masih ragu dan takut kalau Alex benar-benar tidak menyukaiku. Aku tidak bisa berbohong pada perasaanku sendiri, dan akhirnya aku memberikan jawaban yang pasti dengan menganggukkan kepala secara perlahan.

“Makasih, Siena. I love you.” Bisiknya ditelingaku sambil memelukku dengan erat. Para penontonpun bersorak dengan bahagia, tetapi tidak sedikit dari mereka merasa iri dan langsung meninggalkan area pertandingan. Aku menoleh ke arah Lisa, dan ia pun membalas tatapanku dengan lambaian tangan dan membentuk tanda cinta dengan kedua tangannya. Aku sangat bahagia akhirnya aku bisa merasakan pelukan hangat yang diberikan oleh Alex. Dan aku berharap, hubungan yang sudah terbangun dapat awet sampai kita menua nanti.

“Siena, nanti aku mau kerumah kamu.”

Tumben dia ngomongnya pake ‘aku kamu’. “Jadi sekarang kita ngomongnya pake ‘aku kamu’? Bukan ‘lu gue’ lagi?”

Lihat selengkapnya