Januari

Melissa Octavia
Chapter #12

#12 Desember

Siena

Akhirnya ibuku bersedia menceritakan semua peristiwa yang terjadi pada masa lampau. Aku dan Alex hanya saling menatap tak percaya. Meskipun ibuku sendiri yang menceritakan semuanya, aku dan Alex tetap bersikeras tidak mempercayai hal yang kami anggap sebagai sebuah kebohongan belaka. Entah mengapa, aku merasakan rasa cinta antara aku dan Alexlah yang membuat diri kami tidak mudah mempercayai sebuah informasi tanpa adanya sebuah bukti yang akurat. Aku baru menyadari dan mengakui bahwa cinta yang timbul di dalam hati ini benar-benar dapat membuat seseorang menjadi buta. Buta akan segala hal yang dapat memisahkan aku dan Alex.

Di sisi lain, aku terus mengingat-ingat wajah seorang ayah kandungku. Sel-sel saraf otak ini terus menggali informasi dan memori masa lalu, tetapi memori masa lalu tersebut tidak dapat kutemukan. Aku sudah benar-benar lupa dan sama sekali tidak mengingat bagaimana rupa dari ayah kandungku sendiri. Ibuku terus membujukku untuk percaya bahwa pria yang menjadi seorang ayah tiri Alex inilah yang sebenarnya ayah kandungku sendiri. Demi kebahagiaan ibu, akhirnya aku memilih untuk percaya. Aku memutuskan untuk mengakhiri hubungan yang baru saja dibentuk.

“Alex... maaf, aku gak bisa sama kamu lagi.”

“Kenapa Siena? Aku belom dapet bukti yang bisa buat ngeyakinin aku. Kamu jangan nyerah gitu dong.”

“Tolong kasih waktu buat aku berpikir, Lex. Dan sekarang, kamu sama papa kamu boleh pulang.”

 Dengan berat hati aku masih membutuhkan waktu untuk menerima dan beradaptasi dengan kenyataan yang hadir secara tiba-tiba. Apakah aku sama sekali tidak berjodoh dengan sebuah kebahagiaan? Mengapa setiap kali aku sudah merasa bahagia, pasti tidak akan lama kebahagiaan tersebut akan sirna secara tiba-tiba. Bagaikan sebuah lukisan indah yang baru saja dilukis tanpa disengajahi tersiram oleh air yang akhirnya membuat lukisan tersebut menjadi luntur dan hilang secara perlahan. Apakah aku dilahirkan untuk terus menerima cobaan hidup yang begitu menyakitkan? Apakah aku tidak pantas menjadi seorang wanita yang bahagia? Hati ini sangat bimbang, disaat aku mencintai seseorang, tetapi di saat itu jugalah aku membenci orang yang telah membesarkan pria yang kucintai. Aku tidak tau ke arah manakah kaki ini akan melangkah. Aku seperti berada di sebuah persimpangan yang memaksaku harus segera memilih arah tujuan hidupku. Di waktu yang bersamaan, aku juga tidak tahu jalan apa yang dapat membuatku meraih sebuah kebahagiaan.

......................

Dari kejauhan, aku melihat Alex sedang duduk termenung di sebuah kursi taman yang letaknya kurang lebih hanya lima meter dari kelasku. Aku memberanikan diri untuk menghampirinya dan membahas persoalan yang terjadi kemarin malam.

“Alex.”

“Ya.” Jawabnya sambil membalikkan kepalanya ke hadapanku. “Untuk apa kamu dateng kesini?”

“Aku mau bahas soal kemarin.”

“Kamu sendiri yang bilang kalo kamu udah percaya cerita masa lalu kamu.”

“Bukan begitu, Lex...”

“Dan kamu sendiri yang mau hubungan kita udahan sampe sini.” Jawabnya memotong kalimat yang ingin kusampaikan.

“Alex, please dengerin kata-kata aku dulu. Kemarin itu aku terpaksa buat percaya sama mama aku karena aku liat mama udah sedih banget. Aku gak tega, jadinya terpaksa putus sama kamu untuk sementara waktu dulu.” Jelasku dengan nada yang memohon.

Lihat selengkapnya