Dara datang ke kantor terlalu pagi hari itu. Ruko dua lantai yang sudah menjadi kantornya dua tahun belakangan ini masih sepi; baru pegawai kebersihan saja yang sampai, sudah sibuk bersih-bersih bagian depan kantor yang tidak seberapa luas.sebuah kantor pengacaranya sendiri yang sudah ia impkan sejak dahulu,dengan namanya terpampang di plang depan kantor bertuliskan "DARA & ASSOCIATES".
"Pagi, Bu." Mereka yang berpapasan dengan Dara ramah menyapa, memaksa Dara untuk menarik senyum di bibir dan balas menyahut, "Pagi juga" seperti tidak terjadi apa-apa, benar-benar mengacuhkan perasaan tidak enak yang masih bergelayut di dalam dada akibat mimpi yang membangunkannya tadi di rumah.
Dara masuk ke dalam ruangannya lalu mendesah begitu matanya bertemu dengan setumpuk berkas kasus yang masih parkir di meja. Pekerjaan semalam belum banyak yang rampung, bahkan yang dibawa pulang ke rumah pun masih ada di dalam tasnya, tidak tersentuh sama sekali setelah tadi malam Dara kebablasan tidur akibat terlalu lelah untuk menyambung kerja setelah menghadiri persidangan salah satu kliennya.
Dara menarik napas dalam-dalam, berusaha menerima kenyataan. Pekerjaan tetap pekerjaan; kasus tetap kasus yang harus diselesaikan tidak peduli apa gangguan yang Dara punya. Jadwal pengadilan selanjutnya pun semakin dekat; kliennya butuh pembelaan untuk meringankan atau bahkan mendapatkan pembebasan atas tuduhan yang menimpa mereka.
Dara meletakkan tasnya dan duduk, mengeluarkan folder berkas kasus yang sedang ditanganinya. Halaman pertama baru dibuka ketika pintu ruangannya tiba-tiba diketuk dan sekretarisnya masuk dengan cengiran lebar terplester di wajah tegas berias sederhana itu.
"Pagi, Ra."
"Pagi," sahut Dara. Senyum sang sekretaris pun lantas membuat satu alisnya naik tanda penasaran. "Semangat amat pagi-pagi begini. Ada apaan?"
"Lah, gue kan memang selalu semangat pagi-pagi begini."
"Dih, mana ada. Biasanya juga lo datang pagi-pagi begini sambil manyun-manyun gegara lo nggak suka desak-desakan di MRT." Dara menutup balik foldernya dan mencondongkan badannya pada sang sekretaris dengan senyum usil. "Pasti ada sesuatu, 'kan? Ketemu cowok, ya? Makanya seneng begitu."
"Ih, Dara jangan gitu dong! Cowok apaan? Dari mana bisa gue punya waktu buat cari cowok kalau berkas-berkas klien lo aja hampir nggak semuanya terpegang." Sang Sekretaris lalu menunjukkan tentengannya, menarik satu cangkir plastik berisi latte dari kedai kopi yang tidak jauh dari kantor mereka. Dengan cengiran lebar terulas di bibirnya yang dipoles lipstik berwarna merah muda, dia meletakkan latte itu di atas meja Dara. "Nih, gue bawain kopi buat kakak biar nggak suntuk dan nggak mikir yang aneh-aneh soal gue—ah, ini menu baru, by the way. Semoga kakak suka."
"Thanks." Dara membuka tutup kopinya, menghirup aroma kopi yang selalu dibawa sekretarisnya. Hangat kopi segera meliput lidah, memberi indera pengecap milik Dara sedikit rasa pahit dan manis juga tendangan kafein, yang membuatnya sedikit merasa lebih segar. Dia mendecap sekilas, sebelum berkomentar kecil, "Lebih enak dari yang biasanya. Beneran menu baru, nih?"