Beberapa tronton TNI telah terparkir pararel di halaman kampus kedokteran, meski sinar matahari masih malu-malu menyinari terlebih awan gelap bergelayut manja Setengah kapasitas muatan kelima tronton itu digunakan untuk mengangkut paket sembako bantuan sosial yang telah siap dibagikan, setengah sisanya diperuntukkan untuk para mahasiswa yang telah terbagi ke dalam lima kelompok dan beberapa kakak senior sebagai pendamping kegiatan bakti sosial.
Para mahasiswa baru yang telah hadir berkumpul sesuai dengan kelompoknya masing-masing. Mereka duduk melingkar di atas paving block sementara setidaknya tiga kakak senior berdiri ditengah lingkaran memberi pengarahan dan gambaran situasi yang akan mereka hadapi nanti di lapangan.
Tangan Olin memainkan ujung gelang kulit yang mengikat pergelangannya, ia tidak begitu menyimak meski pandangannya fokus tertuju pada kakak senior yang sedang berbicara di tengah lingkaran. Benaknya masih tak bisa lepas dari obrolan semalam dengan Mita. Sesekali ia tertunduk lalu menyeka rambut lurus sebahunya dengan mudah ketika kembali menengadahkan kepalanya. Gayanya yang terkesan tomboy tidak berhasil mengalihkan parasnya yang cantik sekaligus lembut menenangkan.
Mata Abel tak sengaja menangkap Olin yang sedang menyeka rambutnya ketika ia baru saja turun dari truk tronton setelah memasukkan beberapa paket sembako. Tubuh Abel mematung sembari pandangannya masih terkunci pada Olin, senyum simpul pun otomatis tercetak.
Tanpa disadari Abel, dari kejauhan didalam sebuah ruangan, Nadin dan dua mahasiswi senior sedang mengamatinya. Mata Nadin yang masih terlihat sembab kembali berkaca-kaca, ia menggenggam erat ponsel ditangannya. Sempat terbesit untuk membanting saja ponsel mahal itu namun ia urungkan, didalamnya terlalu banyak foto dan video kenangan yang sangat berarti baginya.
"Lo mau cewek itu kita apain?" tanya Chery dengan intonasi nada bengis namun wajah manis. Ia merengkuh Nadin ke dalam pelukannya.
"Mau kita bikin pitak tuh rambut yang dari tadi dimainin? Muak gue ngeliatnya, sok kecakepan!" Khaira disamping Chery ikut panas mengompori. Berbeda dengan Chery yang wajah malaikat namun hati setan, perwujudan Khaira memang sesangar ucapannya. Tubuhnya tinggi besar untuk ukuran perempuan, wajah judes dan kulit cenderung gelap membuatnya cukup ditakuti mahasiswi junior. Jangankan mahasiswi, mahasiswa pun enggan cari masalah dengannya.
Nadin mengangkat tubuhnya dari pelukan Chery. Ia menghembuskan nafas panjang dan menyeka air mata yang terlanjur membasahi pundak Chery. Ia menggeleng pelan. "Udah capek gue."
Jawaban Nadin yang tidak seperti biasanya untuk kasus semacam ini, sontak membuat Chery dan Khaira saling bertukar pandangan. Sahabatnya terlihat lelah lahir batin. Cherry ikut menghela nafas, ia turut merasakan betapa keadaaan ini sangat tidak mudah untuk dijalani terlebih untuk waktu yang lama.
"Maksud lo? Lo mau putus?" tanya Khaira tanpa basa-basi.
Nadin kembali menyeka air matanya. Ia tertawa getir yang terdengar lirih. "Apa yang mau diputus, dari awal kan kita nggak pacaran."