Jarak

Nofi Anisa
Chapter #3

Kamu yang meruntuhkan dinding perih

Selang beberapa minggu. Amarahku terhadap Adit mulai mereda. Adit meminta nomorku dari Roi dan kami pun sering bertukar kabar kecil. Hingga aku berani untuk berangkat bersama lagi dengan Adit.

Sumpah serapahku terhadap Adit sudah tidak berlaku. Karena aku beberapa kali benar-benar membutuhkan tumpangan. Ya sebenarnya sih dalam beberapa hal dengan keadaan terpaksa. Jadi aku memberanikan diri untuk meminta bantuannya memberiku tumpangan. Hingga menjadi suatu kebiasaan.

Hampir setiap hari kami berangkat dan pulang bersama. Adit selalu menjemput dan mengantarku sampai depan rumahku. Hingga suatu ketika Adit mengajakku untuk mendaki gunung bersamanya. Tanpa ragu aku mengiyakan ajakannya. Karena sebelumnya aku juga pernah mendaki gunung. Dan itu pengalaman luar biasa bagiku.

Melihat cantiknya kota dengan gemerlap lampu yang terlihat indah di atas gunung. Semilir angin yang sejuk, jauh dari hiruk pikuk keramaian. Melihat hijaunya rumput yang tumbuh bebas dan liar. Indah menurutku. Bukan heran jika aku langsung tertarik dengan ajakan Adit. Terlebih lagi Adit mengajak Roi. Aku merasa akan baik-baik saja.

Semua persiapan untuk pendakian aku tidak perlu memikirkannya, semua sudah ditanggung oleh Adit. Hingga hari H tiba, dia membawakanku perlengkapan tenda dan selimut untuk tidur. Kompor untuk kami makan, dan peralatan pendakian yang lainnya. Semua sudah disiapkan betul oleh Adit.Aku hanya dianjurkan membawa beberapa snack dan keperluan pribadi milikku.

Aku berangkat berboncengan dengan Adit. Bersama beberapa teman. Dan yang aku kenal hanyalah Roi Adit dan Yoga, ya Yoga merupakan sahabat Adit dan Roi, ditambah lagi dengan dua temannya Jojo dan Danu. Mereka sering menyebut persahabatan mereka lima sekawan. Jojo lelaki yang aku lihat sewaktu jalan santai. Lelaki yang berbadan pendek, yang aku kira itu Adit. Tapi ternyata bukan.

Jalanan ke arah gunung, berkelok-kelok, kiri dan kanan terdapat lahan pertanian dan pemukiman warga di sana. Aku sangat menikmatinya tapi aku juga menikmati rasa lelah karena harus menggendong ransel milik Adit yang beratnya mencapai 10 Kg lebih.

Dan seperti sebelumnya, Adit tidak mengajakku bicara, tapi sesekali aku mengajaknya bicara dan jawabannya super irit. Aku sempat kehilangan ide untuk mencari topik pembicaraan apa yang tepat untuk aku bisa bicarakan dengan Adit.

Semua topik ku kerahkan, termasuk aku mencoba mengajaknya bicara kala aku ingin pindah posisi duduk. Jawabannya hanya iya silahkan dan tidak ada embel-embel lain. "Dasar manusia batu" Gumam ku dalam hati

Sesekali aku beteriak ke arah Roi untuk memecah ke bosanku di jalan. Roi selalu akan menjawab teriakanku, karena Roi banyak bicara terhadapku. Tidak seperti Adit yang hanya akan menjawab seperlunya saja. Mungkin Adit lelaki yang sangat pendiam diantara lelaki yang aku kenal.

Perjalanan kami menuju gunung memakan waktu kurang lebih 3 jam. Beberapa kali kami berhenti untuk istirahat. Pundakku terasa berat dan pegal sekali. Tapi semua lelah terbayarkan sudah ketika kami sampai di tempat istirahat untuk pendakian.

Lihat selengkapnya