JARAMBAH

Hendra Wiguna
Chapter #5

Akhir Tragis Anak Layangan

Mereka tidak tahu lagi harus kabur ke mana. Tidak ada satu pun petunjuk kecuali informasi bahwa abangnya Cecep bekerja di mall. Sayangnya, mall di Jakarta itu banyak. Mereka datang ke Jakarta benar-benar tanpa dibekali alamat tujuan.

Hawa terasa gerah meski angin malam terus menerpa tiga bocah dan satu lelaki remaja itu berjalan di trotoar. Setelah berjalan jauh, luntang-lantung di jalanan kota, mereka memutuskan untuk mencari mesjid atau musola yang mungkin bisa disinggahi dan tidur di sana.

Karena tak kunjung menemukan bangunan yang dicari, Yudi memustuskan masuk ke sebuah gang pemukiman. Keadaan sepi di sana, meski beberapa orang sesekali tampak duduk di pekarangan teras rumahnya, juga kendaraan roda dua yang lalu lalang di jalan sempit itu. Empat bocah itu terus berjalan menelusuri gang-gang. Lampu-lampu dari rumah menemani mereka yang terlihat celingak-celinguk, sebab sangat awan dengan jalur gang itu.

Hingga Yudi menemukan musola. Bangunan itu sudah gelap. Mereka masuk setelah melepas sendal dan beristrahat, menghabiskan malam di teras musola itu. Mereka tidur tanpa selimut di lantai, yang semakin malam hawa gerah itu semakin terasa dingin.

Keesokan harinya, ketika mereka terbangun, warga sudah berkerumun di halaman mesjid, memperhatikan Cecep, Yudi, dan Indra. Sementara Aep yang sudah terlebih dahulu bangun subuh hari untuk melaksanakan solat, tampak duduk di tepi teras sedang ditanyai warga setempat.

“Rumah kalian di mana?” tanya seorang ibu-ibu berdaster.

Walau agak linglung, Aep menjawab. “Kampung Sangkan Kidul, Bu.”

“Kampung Sangkan Kidul?” Ibu-ibu itu mengernyit. “Di mana itu, baru dengar. Jakarta?"

Aep menggeleng.

“Terus di mana itu?” tanya ibu-ibu yang lain.

Aep pun memberitahu kota di mana kampung mereka berasal. Meskipun masih asing dengan nama kotanya, tetapi ibu-ibibu-ibu itu tahu bahwa itu jauh sekali dari Jakarta. Mereka bertanya lebih lanjut tentang ada perlu apa anak-anak itu datang ke Jakarta. Yang kemudian dijawab sebisanya saja oleh Aep, selayaknya anak-anak.

Yudi datang menghampiri. Dia yang memang lebih tua dari yang lainnya, mencoba menjawab pertanyaan ibu-ibu tadi. Tentu saja tanpa memberitahu kalau salah satu temannya, Cecep kabur dari rumah karena sudah membunuh bapaknya, dan sedang mencari alamat abangnya yang kerja di Jakarta.

Seorang pria datang sambil membawa kantong plastik berisi nasi bungkus dan memberikannya pada mereka berempat. Tanpa canggung, Yudi menerimanya dan berterima kasih padanya.

Lihat selengkapnya