JARAMBAH

Hendra Wiguna
Chapter #8

Jalan Panjang Pencarian sang Bocah

Entah sudah berapa lama, entah sudah seberapa jauh tuannya menempuh perjalanan hingga lubang besar itu tercipta di kedua sisi pasang sandal karetnya. Kaki kecil kurus itu masiih berusaha menahan alas kakinya yang sudah tipis tak berbentuk. Hingga akhirnya cecep menyerah. Langkahnya yang sedikit terpincang kini mulai normal kembali setelah sepasang alas kaki itu ditingalkannya di jalan.

Anak itu memilih bertelanjang kaki. Kaki dekil itu sedang menelusuri jalanan sebuah gang pemukiman warga kota. Sambil memeluk badannya yang kurus dia melangkah di antara halaman-halaman teras rumah yang kebanyakan sempit. Sesekali kedua telapak tangan mengosok-gosok siku. Matanya mencari-cari. Hanya satu tujuannya: mesjid.

Malam itu sepi. Hanya beberapa orang saja terlihat di salah satu halaman rumah. Entah apa yang mereka kerjakan di dini hari. Perbincangan terdengar dari arah mereka yang kesemuanya adalah pria di antara suara nyala televisi yang menyiarkan tentang pengumuman aparat mengenai kerusuhan yang terjadi kemarinn siang yang menewaskan empat mahasiswa. Cecep sebenarnya sudah tahu. Sebab. Dia ada di sana. Pun di sepanjang jalan banyak orang yang membicaraknnya. 

Pria-pria itu sempat menoleh pada Cecep ketika anak kecil itu melewati mereka. Mungkin di pikiran mereka timbul pertanyaan yang sama seperti saat anak itu menatap mereka, sedang apa dia malam-malam begini masih berkeliaran? Namun, mereka menghiraukan. Mungkin bajunya yang lusuh memberi kesan gelandangan sehingga mereka acuh tak mau mengurusi. Terlihat dari pandangan heran sekaligus sinis yang hanya sekejap, lalu berpaling kembali. 

Anak itu terus berjalan menelusuri jalan gang itu. Hingga akhirnya dia menemukan apa yang dia cari. Langakhnya mantap menuju sebuah mesjid dengan lampu yang sudah gelap. Tanpa ragu, dia masuk dan langsung berjalan ke sebuah tempat di belakang dinding yang tampak di atasnya bertuliskan "tempat wudhu". Dia berniat mencuci kakinya sebelum tidur di teras, seperti malam-malam sebelumnya di tempat yang berbeda-beda.

Sudah hampir tiga bulan semenjak kabur dari kecelakaan kawanya yang mengantarkannya ke Jakarta itu, Cecep masih berusaha mencari abangnya. Sudah belasan mall yang dikunjungi berharap dia menemukannya. Entah sampai kapan dia akan berhenti mencari. 

Selama itu dia hanya bisa bertahan hidup dengan berjalan mengais makanan sisa yang orang tinggalkan di bangku-bangku, atau tepi-tepi jalan yang baru saja dibuang. Hanya itu yang bisa dia makan. Walapun pernah dia mencuri sebungkus roti di sebuah warung dan hampir ketahuan sama yang jaganya. Dia panik dan lamgusng berlari sekencang-kencangnya. Sejak itu dia tk mau lagi mencuri. Kapok. 

Kadang, ketika dia memasuki mall seorang satpam mengusirnya, tanpa mau mendengarkan bahwa dirinya sedang mencari abangnya. Pernah dia ditempeleng, dipukul, di dorong dengan kasar dalam pengusiran itu. Walau ada satu satpam mall yang mau mendengarkannya bicara. 

Lihat selengkapnya