Seorang lelaki dengan kaos oblong menyambut Dani dan Cecep begitu mereka keluar dari Stasiun Bandung. Dani mengulurkan tangannya dengan telapak ke atas, membiarkan tangan lelaki itu memukulnya lalu bergantian dan keduanya saling berpelukan setelah adu jotos. Semringah terpancar dari dua lelaki itu.
"Dibilangin lo ikut gua ke Lembang, nggak mau!" ucap Tino seraya melepaskan pelukan.
"Kalau gue ikut lo, gue nggak bisa ikut demo, No" jawab Dani memberi alasan.
"Aaalah, kemarin-kemarin aja curhat pengen balik!"
"Hahaha. Iya lah. Gue mau antar ini anak pulang."
"Lo atau dia yang mau pulang?"
"Ya sekalian."
Sementara dua sekawan yang seakan lama tak bertemu itu berbincang, anak kecil yang sedari tadi memperhatikan mereka mengernyit. Dia baru sadar kalau kawan lelaki yang membantunya itu adalah keturunan Tionghoa. Cecep terus memandang wajah Tino. Dia masih ingat peristiwa yang disaksikannya kemarin.
"Hai." Tino menyapa anak kecil itu. "Cecep?" tanyanya kemudian.
Anak itu mengangguk.
Setelah berbasa-basi, mereka pun langsung saja berjalan menuju tempat parkir. Tak perlu lama bagi Tino meluncurkan mobilnya keluar dari area stasiun.
Meski tak semencekam ibu kota, suasana Bandung sebenarnya tak jauh berbeda. Ada banyak mobil-mobil aparat terparkir di tepi-tepi jalan, menjaga suasana yang sebenarnya kondusif. Tak banyak kerumunan orang-orang yang seolah siap menjarah seperti di Jakarta. Hanya aktifitas masyarakat biasa terpantau dari jendela kaca mobil. Sementara Dani dan Tino bercengkrama, di kursi belakang Cecep tampak antusias memperhatikan suasana Kota Bandung.
Beberapa jalur dijaga oleh aparat bersenjata. Karena itu, Tino mencoba berbelok ke jalur tikus. Bukannya dia takut, tetapi berusaha menghindari sesuatu kemungkinan yang tak diinginkan. Karena walau bagaimanapun dia tetap punya mata sipit, yang tentu saja agak was-was oleh situasi dan kondisi saat itu.
Kendaraan pun kencang meluncur di jalanan lengang Soekarno Hatta menuju Bandung bagian selatan, di mana kampung halaman Cecep berada.
***
Hari sudah sore ketika Toyota Starlet berwarna abu itu tiba di pertigaan jalan. Dani menunjuk sebuah gang yang cukup lebar untuk kendaraan beroda empat masuk. Dani hanya pernah sekali saja pergi ke kampung halaman Cecep, yakni pada saat meliput anak-anak hilang itu. Dani agak ragu. Karena waktu itu dia tak terlalu memperhatikan jalan. Dia duduk di belakang karena sedang menumpang mobil milik petugas cagar.
"Bener ke sini, Dan? Lo yakin?" tanya Tino sebelum berbelok. Mobil melaju pelan.
Dani yang ditanya terdiam dan mengingat-ingat kembali.
"Iya, Bang. Ini jalan ke kampungku," ucap Cecep.
Mendengar perkataan anak yang duduk di kursi belakang itu, tanpa ragu lagi Tino memutar stir dan menancap gas, membelokkan kendaraan ke gang itu.
Setelah tiga jam berkendara dari Bandung ditemani pemandangan gunung-gunung yang dapat dilihat di sepanjang perjalanan, akhirnya mereka tiba di lapangan balai desa. Dani ingat tempat itu. Mereka pun langsung turun setelah memarkirkan mobil di tepi lapangan.