JARAMBAH

Hendra Wiguna
Chapter #1

Prolog

Rasa penasaran bisa jadi lebih hebat dari rasa takut. Orang-orang akan lebih memilih untuk melampaui batas hanya karena ingin melenyapkan rasa penasaran.

Dua hari sudah empat anak laki-laki itu bertahan dengan sisa perbekalan yang tidak banyak lagi. sebelumnya, Cecep, Aep, Indra dan Fajar memutuskan untuk pergi mendaki gunung yang tak jauh di belakang kampungnya setelah berkemah di markas–salah satu sudut hutan yang masih berada di area hutan masyarakat. Mereka dibuat penasaran oleh cerita beberapa anak yang pernah ke sana mengaku tempat itu sangatlah indah, luas, hijau. Sebuah tempat bernama padang sabana yang katanya ada di balik gunung itu. 

Sebagai anak-anak yang tinggal dekat dengan cagar alam nasional di salah satu daerah Jawa Barat, rugi kalau tidak pernah ke sana. Karena penasaran, maka berangatlah mereka di pagi hari setelah pulang dari berkemah itu.

Hari belum benar siang saat Cecep dan lainnya tiba di batas antara hutan rakyat dan cagar. Keadaan begitu sunyi di sana. Hanya suara serangga melengking berulang-ulang. Siur dedaunan diterpa angin di atas menggetarkan jiwa anak sepuluh tahun. Dia takut akan petugas yang mungkin saja datang dan memergoki mereka.

Pagar pembatas yang tinggi dilapisi jaringan kawat terpasang memanjang tampak kuat. Cecep melambaikan tangan memanggil kawan-kawannya yang tertinggal di belakang. Tepat di ujung belokan pagar dekat pohon berbatang raksasa, ada satu jaring kawat yang terbuka. Sepertinya sudah banyak orang keluar masuk melaluinya. Tak lama, satu persatu dari mereka pun melewatinya.

Satu jam mereka menelusuri hutan yang cagar, melewati pohon-pohon yang menjulang tinggi. Langkah-langkah itu kadang terhalang akar-akar yang mencuat dari tanah. Sejuk dan lembap. Hingga akhirnya mereka sampai di padang sabana yang luas. Hanya hijau sejauh mata memandang. Empat anak kecil itu berlarian di antara ombak rerumputan liar yang diterpa angin. 

Siang menjelang, mereka yang memang berniat menuju puncak gunung segera bergegas sebab takut kesorean. 

Cecep menatap kejauhan. Matanya menilik beberapa sudut untuk memastikan jalur menuju puncak gunung. Keningnya mengkerut. Kemudian menunjuk arah yang dia yakini. Mereka pun berjalan menuju arah tersebut meninggalkan padang sabana.

Mereka pun masuk kembali ke dalam hutan di jalur yang berbeda dari jalur awal mereka datang, ke arah jalur puncak. Mereka mulai menanjak. Pohon-pohon terlihat lebih rapat dari sebelumnya. Dahan dan semak kadang menyabotase jalan setapak yang memang tak tampak. Cecep yang memandu tampak heran. Sepertinya dia salah ambil jalur.

Lihat selengkapnya