JASAD DI DASAR JEMBATAN

Heru Patria
Chapter #8

TERBENAM KE DASAR SELOKAN

Karena seharian tidak kumpul bersama teman-temannya di terminal, Darko merasa kesepian. Untuk itu sore harinya ia sempatkan nongkrong di pangkalan ojek yang tak jauh dari jembatan. Semula ia hanya main catur dengan seorang tukang ojek yang lagi nunggu penumpang. Namun tak lama kemudian ada sebuah bus berhenti dan menurunkan seorang bapak. Tukang ojek itupun mengantar penumpangnya.

Kini di pangkalan ojek tinggal Darko sendirian. Duduk di sadel motornya sambil mengawasi lalu lalang kendaraan. Oh! Darko melirik arloji di tangannya. Masih jam 5 sore. Tapi karena sedang mendung susananya jadi lebih gelap dari biasanya. Sehingga air sungai yang tampak tenang terlihat seperti hamparan kaca yang luas dan panjang.

“Ojek, Bang!” Satu suara tiba-tiba mengagetkannya.

Spontan Darko menoleh. Seorang gadis tinggi semampai dengan rambut panjang terurai tersenyum kepadanya.

“Ee … tapi Mbak, saya bukan tukang ojek.”

“Nggak apa-apa, Bang. Tolonglah saya. Saya lagi buru-buru. Saudara saya sedang sakit sekarang. Jadi sekali lagi tolong antarkan saya, ya Bang.” Gadis itu setengah memaksa.

“Ee … tapi Mbak ….”

“Ah, sudahlah. Soal bayaran nanti saya bayar tiga kali lipat deh,” desak gadis itu.

“Bukan itu maksud saya, Mbak.”

“Lalu apa?”

“Ee … maksud saya ke mana tujuan Mbak?”

“Kampung sebelah.”

“O, dekat to.”

“Iya, karena itu tolong antar saya ya Bang.”

“Ee … baiklah, tapi benar tiga kali lipat ya?”

“Iya Bang, kalau perlu tambah yang lain juga boleh.” Gadis itu berkata seraya mempermainkan lidah di permukaan bibirnya.

“Tambah apaan itu, Mbak?” Darkopun tergoda.

“Abang pikir sendiri aja deh,” sahut si gadis dengan kerlingan mata nakal. 

Hmm, sambil tersenyum Darko mulai menstarter motornya. Begitu mesin motor berbunyi, gadis itupun langsung naik ke boncengannya. Tanpa sungkan tangannya segera melingkar erat di pinggang Darko yang tersenyum girang.

Motor terus melaju. Melintasi jalan di tengah area persawahan yang semakin gelap. Satu yang membuat Darko tak mengerti, area persawahan yang biasanya akan berakhir dalam waktu 15 menit, kini serasa tak habis-habis. Padahal mereka sudah melewatinya dalam waktu setengah jam.

“Mbak, apa kita salah jalan, ya?”

“Salah jalan bagaimana maksud, Abang?” balik tanya si penumpang.

“Kok sawahnya gak habis-habis dari tadi.”

“Nggak Bang, sebentar lagi juga sampai.”

“Tapi kok terasa lama banget, ya.”

“Memang Abang gak suka berlama-lama dengan saya?” goda gadis itu seraya mencubit pelan pinggang Darko.

Lihat selengkapnya