JASAD DI DASAR JEMBATAN

Heru Patria
Chapter #9

KALUNG POTONGAN KAKI AYAM

Sore itu Revan baru pulang kerja. Hari ini ia pulang lebih sore dari biasanya. Karena di bengkel tadi pelanggan yang menserviskan motornya cukup banyak. Oleh karena itu ia tadi sudah sekalian mandi di tempat kerjanya. Dengan begitu sampai di rumah ia tinggal ganti baju dan makan bersama istri serta ibu mertuanya.

Saat ia masuk kamar dan hendak mengambil baju di lemari, tiba-tiba saja hidungnya mencium bau yang teramat busuk. Saking busuknya ia sampai terbatuk-batuk dan hampir muntah.

“Hoek …! Hoek …! Oh, bau apa ini Ma, kok busuk banget?” tanya Revan sambil menutup hidung rapat-rapat.

Sundari yang lagi-lagi berpakaian warna hitam dan saat itu sedang duduk di depan cermin meja riasnya, hanya menggeleng tanpa menjawab.

“Mungkin kucing hitammu membawa bangkai tikus ke kamar ini, Ma?”

“Tidak mungkin!” Sundari menjawab pendek dengan suara serak parau.

Dan seolah mengerti atas tuduhan Revan, kucing hitam yang sedang mendekam di atas kasur itu, mengerang garang.

Grrr … meooong … gerrrr ….

Huh!

Ingin rasanya Revan melemparkan sesuatu pada kucing hitam kesayangan istrinya itu agar pergi jauh-jauh. Ia benci dengan binatang sialan itu! Apalagi saat kucing itu menggeram dengan mata merahnya yang menyala tajam.

Sambil mendengus kesal, Revan mengambil senter, sapu ijuk, dan sekop sampah. Ia cari sumber bau busuk itu di kolong lemari, kolong ranjang, kolong meja, dan semua tempat yang tersembunyi. Tapi nihil! Tak ada bangkai apa pun di semua tempat itu.

Revan mengangkat bahu. Heran! Lantas ia berusaha menajamkan indra penciumannya. Hembusan angin yang masuk lewat jendela kamar yang masih terbuka, membuat Revan segera dapat menemukan tempat asal menyebarnya bau busuk itu.

Dalam lemari!

Ya, iya yakin bau busuk itu menyebar dari dalam lemari pakaian yang ada di hadapannya. Hmm, Revan tersenyum sinis. Ini pasti ulah kucing sialan itu! Begitu pikir Revan. Tanpa menunda-nunda waktu lagi, Revan segera membuka pintu lemari itu.

Oh, astaga!

Revan berjingkat dan undur ke belakang. Di antara deretan baju-baju istrinya yang menggantung di bagian atas, ia temukan sebuah benda asing yang jadi sumber bau busuk itu.

“Ini dia biang busuknya,” gumam Revan dengan nada pias.

Kepiasan yang hanya sesaat sebab saat selanjutnya ketika ia berhasil mengambil dua benda yang tergantung itu dengan menggunakan gagang sapu ijuk, mau tak mau mata Revan dipaksa melotot lagi. Bahkan ia nyaris tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Kedua benda itu ternyata adalah sebuah kalung yang terbuat dari roncean benang berwarna hitam, yang di bagian ujungnya diberi hiasan yang tak lazim. Hiasan itu berupa bunga Kenanga dan potongan kaki ayam sebatas lutut hingga jarinya.

Melihat benda aneh itu, serta merta mata Revan tertuju pada istrinya yang kini sudah duduk di tengah ranjang dengan posisi membelakanginya.

“Jangan usik barang-barangku!” gertak Sundari yang lebih mirip dengan sebuah erangan seram. Seiring dengan hal itu pula, kucing hitam yang duduk di sebelah kanan Sundari tampak menggeram marah dengan mata semerah darah.

Ggrrr … meooong …!

Tapi Revan tak mau peduli lagi. Dengan menggunakan sekop sampah, ia segera keluar kamar untuk membuang benda aneh menjijikkan itu.

Melihat Revan tak lagi memedulikan peringatannya, Sundari jadi gusar. Dengan menjentikkan telunjuknya, ia tutup pintu kamar dengan keras tanpa beranjak dari duduknya.

Braaakk!

Revan terhenyak dan sempat menghantikan langkah sejenak. Begitu pun Bu Warsih yang semula sedang menonton televisi langsung tersentak dari duduknya.

“Ada apa Revan, ribut-ribut? Nggak baik menjelang Magrib begini ada keributan.”

“Jengkel Bu, Revan jengkel.”

“Jengkel sama siapa?”

“Sundari, Bu.”

“Ada apa dengan Sundari?”

Lihat selengkapnya