Yulinda sedang termenung di kamarnya. Ia duduk di tepi ranjang sambil memandangi foto Revan. Jujur, meski kini Revan telah menikah tapi rasa cinta yang bersemayam di hati Yulinda, belum bisa padam. Ia masih menyimpan harapan yang teramat besar bahwa suatu hari kelak ia bisa mendapatkan Revan. Ia tak peduli meski nanti Revan berstatus duda. Karena cintanya tak akan berkurang walau sedikit pun juga.
Cup! Cup! Muuaaaach!
Beberapa kali ia menciumi foto Revan seolah ia sedang mencium Revan secara sungguhan. Ciuman itu baru berhenti ketika lampu di kamarnya tiba-tiba padam. Sejenak Yulinda tetap diam di tempat. Menunggu kalau-kalau lampu menyala lagi. Tapi Yulinda harus menelan kekecewaan. Lampu yang ditunggunya tak lagi menyala. Sambil mendengus kesal, dengan penerangan sinar monitor HP-nya, ia mengambil sebatang lilin dari laci meja kecil di sudut kamarnya.
Jess!
Ia nyalakan korek api. Oh! Ia menoleh cepat. Dalam cahaya korek yang temaram, baru saja dirasakannya ada bayangan hitam yang berkelebat di sampingnya. Bayangan hitam itu menuju ke kamar mandi pribadinya.
Yulinda mulai menyulut sumbu lilinnya. Begitu cahaya lilin mulai berpendar, angin dingin bertiup perlahan. Sehingga pijar lilin itu meliuk-liuk nyaris padam. Yulinda mencoba melindungi nyala lilinnya dengan telapak tangan.
“Yulindaaaaa!” Satu suara yang serak parau dan mendayu memanggil-manggil namanya.
“Yulinda … hi hi hi hi … Yulinda … hi hi hi hi hi ….”
“Hey, siapa kau? Tampakkan dirimu, siapa kau hah?!” teriak Yulinda dengan suara gemetar.
Namun bukan jawaban yang ia dapatkan. Yang ia dengar kini justru suara kran air yang sengaja dibuka. Gemericik aliran airnya yang keras berpadu dengan tawa menyeramkan dari bayangan hitam yang terus memanggil-manggil Yulinda itu.
“Yulinda … hi hi hi hi … ini aku datang Yulinda … hi hi hi hi hi ….”
Penasaran, dengan tetap memegang lilin yang masih menyala, Yulinda melangkah perlahan ke kamar mandi. Dan ternyata tak ada siapa-siapa di sana. Ia hanya menemukan kran yang masih memancarkan air dengan deras. Dengan gerakan takut-takut, ia mulai mengulurkan tangan guna menutup kran itu.
Oh!