JASAD DI DASAR JEMBATAN

Heru Patria
Chapter #11

LELAKI TUA DI CANDI TAPAN

Revan sedang galau. Hatinya sesak memikirkan segala perubahan dan keanehan yang terjadi pada diri Sundari. Semakin hari Sundari membuat dirinya semakin tak mengerti. Lambat laun ia justru merasa tak bisa mengenali diri Sundari yang sebenarnya. Dan hari ini untuk menenangkan dirinya Revan sengaja mencari hiburan dengan mengunjungi candi Tapan. Keramaian pengunjung yang ada di sana, sedikit bisa membuatnya lupa terhadap permasalahan rumah tangga yang dihadapinya. Masa-masa pengantin baru yang seharusnya menjadi hari-hari semanis madu, tapi justru mendatangkan keruwetan yang membelenggu kalbu. 

Sepasang suami istri berusia muda lengkap dengan seorang anak kecil melintas di depannya. Hal itu menyedot perhatian Revan. Tingkah lucu si bocah yang ceria membuat kedua orang tuanya bisa tertawa bahagia. Segelintir rasa iri hadir di hati Revan. Selama ini ia juga sering merindukan hal seperti itu.

“Hai, anak muda! Kalau ada permasalahan hidup, jangan dipendam saja. Ceritakanlah pada seseorang agar kau mendapat solusinya.” Satu suara tiba-tiba terdengar dari seseorang yang kini sudah duduk di sebelahnya.

Revan menoleh. Seorang lelaki berusa sekitar 70 tahun dengan pakaian Jawa Kuno ala keraton Jogja lengkap dengan blangkonnya, tersenyum ramah pada Revan.

“Bapak ini siapa, ya? Apakah kita pernah bertemu sebelumnya?” tanya Revan beramah tamah.

“Oh, tidak! Kita belum pernah bertemu.”

“Lalu, apa maksud perkataan Bapak tadi?”

“Sebelumnya perkenalkan, nama saya Mbah Dulmanan dari Tulung Agung.” sahut lelaki tua itu sambil mengulurkan tangan.

“Saya Revan, Mbah,” jawab Revan sambil menjabat tangan orang itu.

“Ya ya … dan nampaknya kau sedang dilanda masalah, Van.”

Revan hanya menganggukkan kepala.

“Dari aura yang terpancar di tubuhmu, banyak kekuatan negatif yang sedang menyelimuti hidupmu. Dan energi-energi negatif itu tampaknya bersumber dari pasangan hidupmu.”

“Maksud Mbah Dul, isitri saya.”

Kali ini Mbah Dulmanan yang ganti menganggukkan kepala.

“Dari mana Mbah Dul tahu?”

“Van, kalau kita melihat sesuatu tidak hanya dengan mata telanjang saja, tapi juga menggunakan mata batin maka kita akan mudah mendeteksi aura makhluk yang ada di sekitar kita.”

“Saya semakin tidak paham dengan kata-kata Mbah Dul.”

Sejenak lelaki tua itu manggut-manggut sambil menatap Revan lekat-lekat.

“Jelas kau tidak dapat merasakan aura negatif yang sedang menyelubungimu karena saat ini kau sedang dalam pengaruhnya. Tapi meski begitu kau pasti bisa melihat adanya kejanggalan-kejanggalan yang tidak bisa dinalar dengan logika bukan?”

Revan berpikir sesaat. Keyakinannya bahwa orang tua yang ada di sampingnya adalah bukan orang sembarangan semakin kuat. Karena itu ia menjadi tidak ragu lagi untuk menceritakan apa yang sebenarnya terjadi atas rumah tangganya selama ini.

“Benar Mbah Dul, sejak tertimpa kejadian buruk di daerah Nganjuk hingga kami menikah sekarang, semakin hari istri saya semakin sering menunjukkan perilaku aneh dan ganjil. Dia seolah bukan dirinya lagi. Itu yang membuat saya pusing, Mbah.”

“Keanehan seperti apa maksudmu, Revan?”

“Pertama, ia jadi suka pada kucing, padahal sebelumnya ia takut dan jijik. Sekarang ia juga selalu mengenakan pakaian serba hitam. Suka memakan bunga Kenanga. Menyimpan ceker ayam busuk dalam lemari. Bahkan kemarin ia tega mencakar-cakar lengan ibunya sendiri, Mbah.”

Lihat selengkapnya