JASAD DI DASAR JEMBATAN

Heru Patria
Chapter #20

DENDAM KESUMAT

Sementara itu Revan yang sedang mengejar kucing hitam tanpa sadar langkahnya telah memasuki alam lain. Ia yang semula berputar-putar di dalam rumahnya, tiba-tiba, cling! Ia telah berada di suatu tempat yang asing baginya. Pengejarannya terhadap kucing hitam telah mengantar dirinya sampai pada sebuah kuburan tua yang terlindung di bawah sebatang pohon mahoni raksasa.

Perlahan Revan melangkah di antara batu-batu nisan yang kotor. Revan tercekat! Karena batu-batu nisan itu tiba-tiba berubah menjadi ceker ayam berukuran besar. Dari tiap pangkal bekas potongan ceker ayam itu mengalir darah segar yang semakin lama semakin banyak. Seiring dengan gerakan ceker-ceker ayam yang mulai merayap ke arahnya, tahu-tahu genangan darah sudah setinggi lutut Revan. Dan dalam sekejap area pekuburan tua itu sudah menjadi lautan darah.

Dan Revan tenggelam di dalamnya. Revan megap-megap. Timbul tenggelam dalam lautan darah itu. Sekuat tenaga ia berusaha menepi dengan berenang sebisa mungkin. Namun ceker-ceker ayam yang telah berhasil mencekal kedua kaki Revan, tak memberinya kesempatan untuk lolos. Semakin keras Revan berusaha timbul ke permukaan, semakin dalam pula kuku-kuku tajam para ceker ayam terbenam di seluruh bagian tubuhnya. 

Kini Revan terkapar di dasar lautan darah itu. Dalam pandangannya yang tak seberapa jelas, ia melihat sosok bocah kecil berkepala gundul dengan wajah dan tubuh penuh luka yang telah membusuk. Revan berusaha menggerakkan badan agar menjauh dari sosok Demit Jimbe itu. Namun Revan terlambat menyadari bahwa di alamnya Demit Jimbe itu bisa leluasa berbuat apa saja.

Revan hanya bisa pasrah. Ratusan ceker ayam berukuran sebesar lengan orang dewasa dengan leluasa merajam tubuh Revan dengan kuku tajamnya. Demit Jimbe tertawa-tawa sambil menikmati sebuah ceker ayam busuk yang sedang dimakannya.

“Hi hi hi hi hi … hi hi hi hi … sekarang rasakan pembalasanku karena kau telah berani mengusikku … hi hi hi hi … hi hi hi hi ….”

“Tidak! Kaulah yang akan aku balas karena kau telah memperalat raga istriku.”

“Tapi Sundari telah jadi budakku!”

“Tidaaak!!”

Serta merta Revan berusaha menerjang. Demit Jimbe memutar tubuhnya. Gerakan putarannya yang cepat membuat sosoknya berubah wujud kembali menjadi kucing hitam. Kucing yang langsung menerkam ke arah dada Revan. Dan ketika ceker ayam yang ada di mulut kucing hitam itu tinggal berjarak satu centi dengan dada Revan, tiba-tiba seberkas sinar putih menghantam kucing itu dengan keras. Seketika kucing itu terpental dan berguling di dasar lautan darah.

Revan terhenyak!

Karena dalam penglihatannya yang sedang berguling di dasar lautan darah itu bukanlah seekor kucing, tapi Sundari istrinya. Biarpun ia menyadari bahwa Sundari yang sekarang hanyalah jasad adanya, tapi besarnya rasa cinta membuat Revan tetap merasa kasihan juga. Tak tega melihat istrinya mengerang kesakitan.

“Mas Revan … tolonglah aku Mas … aku istrimu … Mas Revan … tolong Mas ….”

Suara istrinya yang menghipnotis, hampir saja membuat Revan terpedaya. Ia sudah bersiap menolong Sundari andai saja ia tak mendengar suara Kyai Dimyasfi.

“Cabut tiga bulu kuning yang ada di bagian pusar kucing itu, Revan!”

Perintah itu datang tanpa disertai kedatangan orangnya. Tapi Revan yakin bahwa itu suara sang Kyai. Maka dari itu iapun segera mendekati kucing hitam itu.

Tepat ketika tubuh kucing hitam itu melintas di hadapannya, sigap Revan menangkapnya. Dan begitu ditemukannya tiga bulu kuning keemasan yang ada di bagian pusar kucing itu, serta merta Revan pun mencabutnya.

Lihat selengkapnya