Jasman

Dwiyan Sebastian
Chapter #1

Satu

Rejang Lebong, Bengkulu, 1998.


Ku buka baju celana, itu semua demi Nyai …

Aku rela jadi kuli demi Nyai …

Lagu dangdut yang dinyanyikan salah seorang penyanyi terkenal terdengar merdu, meski sedikit krasak-krosok, sebab sinyal radio yang hilang timbul. Mas Udin, salah seorang pemilik kedai sembako, sekaligus kedai kopi pinggiran, membawakan segelas kopi hitam dengan aroma semerbak menggoda.

“Nah, ini namanya Kobuper,” seru mas Udin menyodorkan, disambut Jasman yang mengenakan kaos dalam berwarna putih kucel kecokelatan, juga wajah terlihat kusam, sebab sedari tadi pagi ia sibuk menyemprot racun hama pada setiap pohon di kebun kopi miliknya, ditambah panas matahari begitu menyengat hari ini. Jasman tak menghiraukan, seolah tak mendengar apa kata mas Udin, malah ia menempelkan telinga ke radio usang di atas meja kedai kopi itu. Tak mau ketinggalan barangkali satu katapun lagu kesukaannya, sambil mulut komat-kamit ikut bernyanyi, selayak sedang konser berduet dengan penyanyi aslinya.

“Woy, malah diem wae,” sembur mas Udin sebal.

“Hah, kau tak jelas, pake bilang Kobuper-kobuper segala, apaan sih?”

“Kopi buatan perantau,” cengir mas Udin, menampakkan gigi putih kehijauan.

Lihat selengkapnya