Keji, mas Udin menahan amarahnya yang seketika ingin ia luapkan, tiga orang berbaju hitam merangkul bapaknya yang terlihat lemah, keriput, rambut putihnya acak-acakan.
Saat ia sibuk membuat kopi pelanggan, Edo, anak mang Jumek berlari memanggilnya, ngos-ngosan, dipikir ia berlari karena ketakutan mencuri kopi bapaknya, ternyata ia membawa kabar buruk. Bapak mas Udin dipukuli orang, tersungkur di sawah, orang lain taka da yang berani melerai. Mas Udin yang mendengar berita itu berlari secepatnya, amarah sudah di ubun-ubun, ingin ia cincang siapa yang berani memukul bapaknya, tapi seketika nyalinya ciut, sebab bisikan tetangganya seketika tiba di sawah.
“Din, jangan. Nanti kau hilang,”
Udin terdiam, mematung, setelah bapaknya dibawa pergi baru ia ketahui, jika bapaknya tadi melawan, dianggap bersalah karena tak ingin mengganti bibit padi miliknya dengan bibit yang diberikan orang-orang atas, bapaknya merasa jika bibit padi yang ia miliki, selama ini sudah memuaskan hasilnya, bibit padi terbaik. Jarang sekali bibit miliknya gagal, beras yang dihasilkan bagus, hal itulah yang memancing amarah orang-orang berbaju hitam itu. Mas Udin yang mendengar tidak megerti, karena bibit padi bapaknya harus di bawa-masuk penjara. Terakhir saat ia menelepon anaknya, anaknya menjawab konspirasi sebuah perusahaan besar luar negeri di bidang genetika pertanian, berhasil menyelinap di pemerintahan, mengotak-atik, hingga orang-orang atas yang telah di otak-atik otaknya memaksa setiap petani menggantikan bibit hasil eksperimen dari perusahaan itu, biasa disebut Transgenik. Eksperimen tanaman agar tahan terhadap virus, tetapi akan bermunculan virus baru. Bermutasi menjadi virus yang lebih ganas, menghancurkan tanaman, itu yang menyebabkan petani banyak yang menolak, sebab pernah ada satu petani desanya mencoba dan hasilnya gagal, rugi besar, malah berimbas pada tanaman lain disebelahnya, juga kasus pernah terjadi di daerah lainnya. Terlebih bibit yang mereka miliki selama ini menghasilkan padi yang berkualitas, tetapi sejak hari itu, ketakutan atas kurungan dan tidur di atas lantai membuat mereka dengan berat hati mengganti bibit mereka dengan bibit yang belum jelas hasilnya.
***
Bapak sakit, Din, Jika umur Bapak tidak panjang, jangan mau kau ganti bibit padi yang selama ini menyelamatkan kehidupan kita, sekalipun nyawa taruhannya.
Masih terngiang isi surat bapak yang dibacakan mang Jumek tiga hari yang lalu, kesedihan belum juga mereda, tiap menyendiri ia selalu memikirkan bapak, kemarin ada Jasman yang datang, sehingga ia lupa, mas Udin merindukan bapak.
“Woy, ngelamun saja kau,” Jasman mengagetkan, memukul meja.
“Ah! Ngagetin wae,” mas Udin sebal.
“Hati-hati, jangan keseringan ngelamun, nanti miskin,”
“Miskin?”
“Iya, kalo ngelamun aja tiap hari, nggak kerja, kan jadi miskin, nggak ada duit,” penjelasan asal-asalan Jasman.