“Hey Rom, gelang baru?” tanya bik Nila pada rom yang sibuk memilih ayam untuk di bawa umbung. Hari ini, gotong royong di rumah Pak hanip, keapala sekolah SD, pesta pernikahan anaknya.
“Iya bik, dibelikan Jasman, untung besar, harga kopi melambung tinggi,” sembari memainkan gelangnya.
“Jadi kaya mendadak kau Rom,” kali ini mak Ester berucap.
“Ah, namanya Tuhan kasih rezeki,”
“Jam berapa nanti ke rumah pak hanip?” tanya bik Nila yang ingin segera pulang, seusai membeli seekor ayam.
“Jam 10 bik, siang sedikit nggak papa, lagian dia juga jarang datang ke rumah orang kalo di undang,”
“Itulah, awalnya juga nggak mau aku datang, dia juga sombong, kurang bermasyarakat,” mak Ester menimpali.
“Iya, kemaren aja, anaknya datang ngundang, masa masuk ke rumah tidak lepas sepatu, mentang-mentang pegawai,” curhat bik Nila.
“Itu masih mendingan, Bik, seminggu yang lalu ketemu di pasar, aku tegur. Malah buang muka, iuuwww sombongnya,” Rom mengungkap isi hati.
“Kalo nggak mikir bapaknya kepala sekolah, nggak mau aku datang,” mak Ester bersuara.
“Biarlah woy, orang baik, kita baik, orang jahat, kita jahat. Siapa tau setelah ini dia berubah,” bang Tomi, penjual ayam ikut-ikutan.
“Betul, Mang,” jawaban terakhir Rom, setelah itu mereka beranjak pulang, berniat memasak kemudian pergi kerumah Pak Hanip, meskipun dengan keadaan hati yang dongkol.
***
“Din, Udin…” teriak Jasman dari atas motor barunya di depan kedai mas Udin.
“Apaan sih teriak-teriak, matikan dulu motor, turun dulu,” jawab mas Udin dengan raut wajah kesal.