Jati Genderuwo

Anggri Saputra
Chapter #1

1

Sabtu pagi.

Sundari akhirnya bangun juga dari tidurnya di jam delapan lewat sepuluh menit. Memang tak sepagi Raka suaminya yang bayangannya sudah tak ada di dalam rumah.

Meski begitu, pagi ini Sundari menyambut pagi dengan wajah kesal. Bukan karena dia terbangun sesuai jadwal alarm yang di set sebelumnya. Tetapi karena keributan yang dibuat bocah-bocah kecil di jalan gang rumah. Karena ini hari sabtu, jadi banyak dari bocah itu libur sekolah.

Padahal semalam Sundari begadang, menulis cerita baru setelah yang lama dia kirim ke sebuah penerbit seminggu lalu.

Jadi wajar Sundari uring-uringan, waktu tidurnya belum cukup. Dia pun keluar dari dalam kamarnya dan bertemu ibunya yang sedang menonton televisi.

"Kenapa kamu?"

Sundari tak langsung menjawab, dia melihat ibunya terlebih dahulu.

"Apalagi sih Bu? Itu teriakan bocah kayak petasan." Telunjuk Sundari mengarah keluar rumah.

"Sudah sana, mending cuci muka dan temani Ibu, ada yang mau Ibu bicarakan!"

"Bicaranya nanti saja ya, Bu. Lapar nih, mau makan dulu!" Tangan Sundari mengelus perutnya.

Suwarti ibunya Sundari pun tersenyum dan mengangguk. Mungkin setelah perut anaknya itu terisi dan kenyang tak akan lagi uring-uringan. 

"Oya, Ibu beli nasi uduk lebih kan?" tanya Sundari sambil berbalik badan.

Sundari yang sudah berjalan dua langkah itu teringat akan nasi uduk. Hampir setiap hari, khususnya di pagi hari, dia sarapan makan nasi uduk.

"Mak Leha libur jualan, kan si Bella melahirkan." Ada nada getir ketika Suwarti mengeluarkan kata 'melahirkan'.

Bukan apa-apa, Suwarti ingin sekali menggendong cucu lagi. Dia sudah punya dua cucu dari Sudar, abangnya Sundari alias anak pertamanya. Tapi dia mau cucu dari Sundari.

Keinginan Suwarti tertunda cukup lama, Sundari kosong hampir empat tahun. Bukan karena salah satu dari Sundari atau Raka bermasalah dengan kesuburan, mereka normal dan sehat. Mungkin mereka belum diberi kepercayaan untuk punya anak saja.

Sundari bukan tak sadar suara ibunya berubah ketika menyebut kata melahirkan, tapi dia malas berkomentar, takut nanti jadi panjang urusan.

"Jadi pagi ini aku tak sarapan dong, Bu?" 

"Ibu beli ketupat sayur Padang. Pakai telur balado juga. Sana cepat ke kamar mandi!" 

Kali ini Sundari segera menuju kamar mandi. Tetapi bukan untuk mencuci muka, dia berpikir sebaiknya mandi saja. Dia berhitung, kurang lebih empat jam tertidur, jadi cukup bagi tubuhnya untuk menahan suhu dingin air di bak kamar mandi.

Seingat Sundari, dia tidur setelah menyelesaikan ibadah subuhnya.

Lihat selengkapnya