Kali ini gantian Suwarti yang menutup telepon dengan wajah serupa Sundari beberapa waktu lalu.
"Siapa yang menelepon Bu? Kok, kesal?" tanya Sundari mau tahu.
Suwarti tak bisa menutupi raut mukanya yang kesal. Sebagai anak, Sundari sudah bisa membaca air muka ibunya. Ada tarikan bibir terangkat ke atas, ketika Suwarti kesal.
"Sudar, Abangmu itu tanya kapan Bapakmu ada di rumah. Dia mau ke sini, ada urusan penting yang mau dibicarakan," jelas Suwarti.
Sundari sudah paham, ibunya mungkin menyangka Sudar datang mau minta uang.
"Bisa saja Bang Sudar memang ada urusan penting, Bu."
"Ah, penting apanya? Paling urusan uang!" Suwarti yakin dengan tebakannya.
Sundari hanya bisa menarik napas panjang.
"Oya, tadi kamu mau bilang apa?" tanya Suwarti.
"Nah jadi begini Bu, aku ini kan penulis. Sebagai penulis, aku butuh suasana tenang agar ide di kepala lancar, terus menulis pun jadi lebih mudah. Tapi karena selalu ribut, aku terpaksa begadang." Sundari menarik napas panjang.
"Salahmu, kenapa berhenti kerja?"
"Loh, kok salahku, Bu? Kenapa bukan Bang Raka, kan dia yang menyuruh aku berhenti sebagai sales kosmetik," terang Sundari.
"Yakin, kamu? Bukannya kamu takut Raka bakal cemburu setiap hari, kamu digoda Oom berduit dan yang pura-pura berduit?" tanya Suwarti sedikit menyindir.
"Ya, mau gimana lagi ya Bu. Aku ini kan turunan Ibu, sama cantiknya." Sundari tersenyum.
Jika diperhatikan, saat Sundari tersenyum di kedua pipinya muncul lubang. Barisan gigi yang terlihat rapi dan bersih, kontras dengan warna bibirnya yang merah meski tak memakai lipstik.
Ya, Sundari cantik. Rambutnya berombak panjang dengan warna hitam berkilau. Warna coklat muda matanya sangat tajam, ditunjang dengan bulu mata panjang serta alis melengkung. Hidungnya sedang, lalu dagunya berbelah dua.
Pernah Sundari ditawari jadi model, tapi dia tak mendapat ijin dari bapaknya yang sedikit kolot. Bapaknya tak suka Sundari bersentuhan dengan dunia yang dipenuhi 'blitz' lampu kamera, takut mendengar gosip tentang Sundari.
Sepertinya bapaknya Sundari senang menonton gosip, siapa yang tahu, karena urusan saluran televisi ada di tangan Suwarti. Kecuali pas ada siaran bola, Suwarti akan mengalah.
"Karena itu Bu, selain aku butuh suasana tenang biar mudah menulis, juga karena Bang Raka tak mau ribut terus!"
"Raka berantem sama siapa? Kok, Ibu tak tahu?" Suwarti kaget mendengar mantu keduanya itu memiliki musuh.
"Bukan berantem Bu, hanya beda persepsi saja," ucap Sundari menenangkan ibunya.
Soalnya repot kalau Suwarti terpancing amarah, terus mengadu pada Sugeng. Wah, bisa-bisa mereka berdua akan menghampiri 'dia' yang dianggap pemicu masalah.