Nicholas duduk sambil memeluk lutut di atas kap mobilnya. Pandangannya menerawang jauh ke atas langit, memandang ribuan bintang yang nampak berkelap-kelip indah. Di hadapannya, terbentang sungai Glaire yang memantulkan cahaya lampu-lampu di sekitarnya.
Apa kamu berada di sana? Memperhatikan aku bersama ribuan bintang yang lainnya? Aku rindu kamu ... Ia membatin sedih.
Perlahan, butiran kristal bening turun dari matanya yang telah bergenang. Kesakitan yang telah dirasanya selama lima tahun ini rupanya enggan berkurang.
Lelaki dengan dekik di pipi kirinya itu mengembuskan napas dengan kasar. Mengelap sisa air matanya, dan kembali menatap langit. Beruntung, di sini hanya ada dirinya dan kedinginan yang merajai malam. Sehingga ia tak perlu mendengar cibiran orang hanya karena ia menangis.
Nicholas mengedip-ngedipkan matanya. Di antara bintang-bintang itu nampak ada cahaya yang bergerak turun ke permukaan bumi.
Bintang jatuh? ucapnya dalam hati.