Jatuh Dari Langit

Anggia Nayanika
Chapter #10

Chapter 9

Phillip dan Giorgio sedang duduk sembari menghirup teh panas di sebuah restoran kecil yang terletak di sebelah hotel tempat mereka menginap untuk melepas lelah setelah seharian penuh mereka mencari Arabelle. Saat itu, malam telah menjelma. Sedang asyik mengunyah segenggam kacang mede, tiba-tiba telinga Giorgio bergerak-gerak tatkala mendengar suara pikiran dari seseorang yang tak jauh dari mereka.

"Tolong gadis itu." Phillip yang juga mendengar suara itu berkata kepada Giorgio. "Aku akan kembali ke hotel untuk beristirahat."

Giorgio mengangguk. Setelah kakaknya membayar makanan mereka dan beranjak pergi, ia mendekati sumber suara yang menggema di pikirannya.

"Pergi kalian! Jangan ganggu aku!" Gadis berambut panjang kecoklatan itu memukuli beberapa pria yang mengelilinginya dengan tas ranselnya.

Kakak, tolong aku! Aku takut ...

"Jangan mengganggunya! Apa kalian tidak malu? Tiga orang pria mengganggu seorang gadis, menjengkelkan!" Giorgio berjalan perlahan ke arah mereka.

Salah satu lelaki itu melangkah maju. Ia mendengus. "Lelaki berparas cantik sepertimu mau macam-macam dengan kami? Rusak wajahmu nanti!" Ia terkekeh mengejek Giorgio.

Giorgio hanya tersenyum simpul. "Atau mungkin, wajahmu yang jelek itu yang akan rusak!"

Setelah berkata begitu, ia berlari ke arah lelaki yang mengejeknya dan dengan segera mencengkram kerah baju lelaki itu. Dengan sekali pukulan, lelaki itu terhuyung ke belakang kemudian tak sadarkan diri. Membuat kedua temannya mundur serentak. Membebaskan si gadis dari kepungan.

Tanpa aba-aba, mereka berdua lari tunggang langgang. Menakutkan melihat pria yang tingginya hanya separas dada temannya itu mampu mengalahkannya hanya dengan sekali pukul.

Giorgio mendekati gadis itu. "Kau! Kenapa malam-malam begini keluyuran sendirian? Kau tahu sendiri kan, kalau di luar itu berbahaya!" Ia sudah menatap gadis itu tajam.

Si gadis merasa terkejut karena mendapat bentakan begitu, dengan terbata ia menjawab. "M-maafkan aku. A-aku hanya keluar membeli camilan." Ia lantas menunduk.

Giorgio menggeleng perlahan. "Di mana rumahmu? Ayo kuantar!"

Jarak rumah gadis itu dengan tempat ia diganggu para preman tadi tenyata lumayan dekat. Namun Giorgio masih lagi kesal dengan kecuaian gadis ini pergi tanpa teman. Sepanjang jalan ia terus saja mengomel, membuat si gadis merasa telinganya akan rusak sebentar lagi.

"Beruntung kau bertemu pe- maksudku, orang baik sepertiku! Kalau tadi tidak ada aku, bagaimana?"

Gadis itu hanya mendengarkan ocehan Giorgio tanpa suara, sesekali ia tersenyum geli. Akhirnya mereka tiba di depan sebuah rumah yang cukup mungil.

"Terimakasih telah mengantarku. Ini adalah rumah kawanku. Tapi ... aku rasa kita pernah bertemu, kan?" Gadis itu bersuara. Setelah sepanjang perjalanan ia mengamati Giorgio, barulah ia mengingat bahwa lelaki itu pernah menabraknya dan dengan sengaja memegang tangannya ketika ia berada di stasiun kereta dekat kampusnya di Zelenny. Siapa yang akan mudah melupakan mata birunya yang jernih itu?

Giorgio memiringkan kepalanya. "Benarkah? Selama beberapa bulan ini aku bertemu begitu banyak orang, karena itu ... aku tidak mengingatnya." Ia tersenyum. "Bagaimanapun, lain kali jangan berpergian seorang diri seperti tadi! Aku pergi, bye!" Ia lantas membalikkan badannya dan mulai melangkah.

"Tunggu, siapa namamu?" tanya gadis itu separuh berteriak.

"Panggil aku Gio." jawabnya tanpa menoleh.

Gadis itu tersenyum manis. "Namaku Dyrania! Dyrania Blake! Ingat itu!" Ia berteriak sekuatnya.

****



Lihat selengkapnya