Arabelle menatap sendu ke arah Phillip. Sudah seminggu ini kakak sulungnya itu mendiamkannya. Bahkan Phillip menutup pikirannya agar tak dapat dibaca oleh siapapun. Setiap kali Arabelle hendak membuka suaranya di hadapan Phillip, maka lelaki itu akan segera beranjak meninggalkan Arabelle.
Seperti yang terjadi hari ini, tatkala mereka semua sedang berada di taman Gliseria yang dipenuhi bunga-bunga cantik berwarna-warni. Arabelle berjalan perlahan menghampiri Phillip yang membelakanginya. Lelaki itu sibuk memetik bunga lili ungu . Namun, ketika jarak mereka hanya tinggal beberapa langkah, Phillip akhirnya bersuara.
"Maafkan aku, Belle. Aku memang terlalu tegas padamu. Namun ketahuilah, aku melakukan itu hanya karena aku menyayangimu. Manusia tidak seperti peri, Belle. Para peri ditakdirkan untuk mencintai satu hati saja selama hidup mereka. Hal ini tentu saja berkaitan dengan jantung kita yang akan membeku jika yang kita cintai membenci atau tidak lagi mencintai kita. Namun, manusia berbeda. Kebanyakan dari mereka mudah untuk berpaling. Karena itulah aku sangat takut jika kau bersikeras ingin menemui manusia itu."
Arabelle mendekati kakaknya, ia berdiri tepat di hadapan Phillip. Matanya berkaca-kaca. Perlahan, air matanya jatuh mengaliri kedua belah pipinya.
"Maafkan aku, Kak. Aku tidak mau Kakak mendiamkanku seperti ini. Aku akan berusaha melupakannya. Jangan marah padaku, Kak."
Phillip tersenyum tipis. Ia menghapus airmata Arabelle dengan jemarinya. "Aku tahu aku adalah kakak yang jahat. Maafkan aku." Ia mengecup dahi Arabelle kemudian mengelus puncak kepala gadis itu.
"Aku yang harusnya minta maaf, Kak. Aku bukanlah adik yang baik. Aku selalu menyusahkan Kakak." Arabelle tersenyum manis kepada Phillip. Tak lama, Giorgio berteriak memanggil Arabelle untuk menghampirinya.
Ya, setelah kembali dari bumi, entah mengapa mereka sering berbicara seperti manusia. Mereka jarang menggunakan telepati seperti dulu. Kecuali jika jarak mereka cukup jauh, barulah mereka bertelepati.
Apa kau tidak merasa kalau kau terlalu kejam kepada Belle, Phillip?
Phillip tersentak mendengar suara pikiran milik Irina. Ia menolehkan kepalanya ke arah sebuah pohon oak tak jauh dari tempatnya kini. Terlihat gadis itu terbang mendekatinya, dengan sebuah keranjang penuh berisikan mawar putih.
"Apa maksudmu?"
"Kau tahu apa maksudku, Phillip. Kurasa kau terlalu kejam dengan adikmu."
Phillip mendengkus. "Tahu apa kau tentang itu? Kau sendiri meninggalkanku."
Irina hanya tersenyum simpul. "Kau juga tahu alasan kenapa aku melakukan ini. Bukankah berkat diriku kau bisa menemukan Arabelle?"
Phillip mengangguk pelan. "Itu adalah kenyataan yang tak bisa kutolak. Namun, kenyataan bahwa aku masih mencintaimu juga tak bisa ku tolak. Aku memang kejam, aku tahu itu. Tapi aku takkan membiarkan adik kesayanganku terluka lagi. Jadi berhentilah menyalahkanku."
***