JATUH HATI TANPA JEDA

Kingdenie
Chapter #2

Kakak Kelas Penyelamat

Jam dinding sudah menunjukkan pukul enam tiga puluh Waktu Indonesia Barat. Mentari nampak bersinar malu, hangatnya disembunyikan awan mendung. Mudah-mudahan tidak turun hujan dulu pagi ini.

Semenjak Bunda menjual mobilku untuk tambahan modal usaha cafe-nya, aku harus berangkat sekolah lebih cepat karena harus mengejar angkot. Semakin siang akan semakin langka mobil angkutan umum itu. Aku menolak saat Bunda akan membelikanku motor sebagai pengganti mobil dengan alasan supaya hasil penjualan mobil itu bisa dipergunakan Bunda sebaik-baiknya untuk modal.

Bunda sudah berangkat sejak subuh tadi ke pasar untuk membeli kebutuhan cafe. Aku harus membiasakan bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan adikku Roman. Menyiapkan seragam, membuat sarapan untuk berdua karena sudah tidak ada lagi asisten rumah tangga yang membantu.

Aku tergopoh berlari menuju jalan raya. Rumah aku yang letaknya di ujung gang jika ditempuh dengan santai akan memakan waktu sekitar sepuluh menit. Harus bisa dipersingkat dengan berlari atau setidaknya jalan cepat.

Akhirnya tiba juga di jalan raya setelah sedikit berkeringat, sapu tangan warna pink menjadi pengusir bulir-bulir peluh yang meramaikan dahi. Aku mulai mematung menantikan mobil langganan berwarna biru tua, mata mulai mencari-cari sosok itu.

Sudah sepuluh menit berlalu aku berdiri di tepi jalan, tetapi mengapa tidak ada angkot yang lewat. Ada apa ini?

Aku melihat jam tangan, astaga sudah jam 06.45. Wah, sepertinya telat hari ini karena hanya tersisa lima belas menit sebelum bel masuk, tidak mungkin bisa sampai di sekolah tepat jam 07.00. Biasanya naik angkot memakan waktu kurang lebih dua puluh menit karena biasanya sopirnya sambil mencari penumpang yang lain.

Apa boleh buat, pasti aku tertinggal upacara bendera pagi ini. Jika terlambat mengikuti kegiatan rutin senin pagi biasanya siswa akan berdiri dijajarkan di barisan depan berhadapan dengan siswa peserta upacara. Malu sekali pasti rasanya karena aku belum pernah mengalaminya dan ini jangan jadi yang pertama kali.

Mungkin aku bisa chat teman-teman di grup whatsApp kelas, sekadar untuk mengabarkan telat. Mudah-mudahan dari mereka ada juga yang masih belum tiba juga di sekolah jadi bisa menumpang jika dia bawa mobil atau motor. Sebuah ide bagus tetapi alasannya bagaimana nanti, para penghuni grup kelas itu pasti mentertawakan saat bilang tidak ada angkot lewat. Pasti dari mereka ada yang mencibir karena aku biasa menggunakan mobil pribadi ketika berangkat sekolah. Untuk apa juga memikirkan apa yang ada di benak mereka yang penting adalah tidak terlambat upacara hari ini. Aku membuka ponsel dan mulai mengetik.

“Guys, kalian ada yang belum sampai sekolah? Yang kebetulan lewat gang depan rumah bareng dong, Aku enggak ada angkot ‘ni.”

Chat itu kukirim ke grup, tunggu beberapa detik tetapi tidak ada yang membalas. Padahal beberapa dari mereka sudah melihat dan membacanya. Sudahlah, tidak perlu memikirkannya. Itu hanya menambah beban pikiran saja. Ponsel masuk kembali ke saku rompi berwarna ungu yang kukenakan.

Sudahlah, aku pasrah saja. Nampaknya akan telat sekali pagi ini dan selanjutnya dipanggil Bagian Kesiswaan setelahnya. Biarlah asal jangan bertemu dengan guru BK itu, I hate him. Rasanya kuingin jambak rambutnya dan berteriak-teriak di telinganya.

Sebuah motor beat warna putih menghampiri, aku mengerutkan dahi untuk mengenali wajahnya yang tertutup helm half face. Seragam yang digunakannya sudah memperlihatkan dengan jelas bahwa dia juga bersekolah di tempat yang sama denganku. SMA Dipa Negara.

“Assalamualaikum.” Pengendara motor itu membuka kaca helm dan menurunkan buff-nya lalu tersenyum. Siapa dia?

“Waalaikumsalam, siapa ya?” Senyumnya makin lebar saat aku tidak mengenalinya.

Astagfirullah, ana kakak kelas anti.”

What, Ana? Anti? Maksudnya namanya Ana atau Anti? Bukankah Itu nama perempuan? Dia terkekeh melihat aku melongo karena tidak mengerti.

“Sudahlah jangan dipikirkan, mau bareng enggak? Sepuluh menit lagi upacara bendera lho. Hari ini enggak ada angkot yang lewat, mereka sedang demo minta kenaikan tarif.”

“Emangnya elu siapa?” Dia tersenyum lebar mendengar kalimatku lalu menunjukkan badge di tangan kanannya.

Ana kakak kelas anti. Jika anti enggak mau telat, ayo bareng.”

“Oke deh.”

Dengan menyisakan banyak tanda tanya yang belum terjawab, aku duduk di jok belakang dengan memberi jarak dengannya. Aneh sekali rasanya naik motor berdua dengan orang yang tidak dikenal.

Motor melesat cepat melewati mobil dan motor pribadi yang sepertinya berjalan lebih lambat.

Mataku melirik jam dinding di pos satpam saat masuk gerbang sekolah, masih ada waktu tiga menit menjelang bel meraung. Aku merelakan diri untuk ikut sampai ke parkiran motor, tidak pantas sepertinya minta turun saat tergesa-gesa seperti ini.

Aku turun dari motor sedetik setelah motor diturunkan standarnya tetapi mulut agak sungkan mengucapkan terima kasih karena masih belum jelas siapa yang menyelamatkanku hari ini. Kakak kelas berbadan tegap itu melepaskan helm dan buff-nya, dia lalu tersenyum lebar memperlihatkan wajahnya. Aku memandangi wajahnya yang sepertinya familiar sekali.

Lihat selengkapnya