JATUH HATI TANPA JEDA

Kingdenie
Chapter #22

Cerita Yang Disembunyikan

Waktu berlalu dua jam dari jam dua belas siang, aku dan Dinda masih di gazebo tepi kolam renang. Lea dan Silvi sudah izin pulang terlebih dahulu setelah makan siang tadi. Lea janji pulang jam satu kepada ibunya. Silvi memilih untuk pulang bersamanya, katanya dia perginya dijemput oleh Lea maka pulang juga harus dengannya.

“Sekarang hari apa, Kak?”

Chiko membuka pembicaraan kembali, keseruan yang terjadi tadi berangsur hilang setelah duo berkelahi itu pulang. Aku mengalihkan pandangan dari layar ponsel, begitu juga dengan Dinda.

“Mengapa, Ci?” Nampaknya Dinda tidak mendengar apa yang diucapkan oleh nona rumah tadi.

“Sekarang hari apa, Kak? Sejak di rumah terus jadi lupa hari.”

“Selasa ‘kan?” jawabku tidak yakin. Sebenarnya aku juga agak amnesia karena efek Corona yang membuat roda ekonomi tidak berputar dengan benar.

“Iya benar, Ci. Sekarang adalah hari Selasa. Ada apa?”

“Bukankah hari Sabtu besok Pak Akbar menikah? Jadi tidak acaranya, Kak?” ujar Chiko mencari kepastian.

Kalimat yang diucapkan gadis sipit itu membuatku terhenyak. Susah payah aku membenamkan ingatan akan sebuah hari di mana cintaku akan dimutilasi, disaat sedang tumbuh subur dan berbunga dengan sangat indahnya. Hari ini hal itu diingatkan lagi, tiba-tiba napasku terasa sesak sekali. Mendadak ada air hangat yang berjalan perlahan di pipi, tak bisa kukendalikan lagi.

Dinda sepertinya melihat perubahan yang terjadi pada diriku, dia merangkul bahuku dan mendekap perlahan. Apa yang dilakukannya membuatku kian sesak napas, aku menangis. Chiko nampak bingung dengan perubahan yang tiba-tiba terjadi itu.

“Maaf, maafkan aku jika ada salah kalimat yang kuucapkan, Kak.” Dia ikut merangkulku. Aku berusaha mengusai diri dengan mengambil napas dalam-dalam. Aku melepaskan pelukan kedua sahabatku ini.

Aku menyeka sisa-sisa air mata dengan tissue yang diberikan oleh Chiko. Dinda masih mengusap-usap bahuku.

“Maaf ya, Dinda, Chiko. Ada iklan sebentar tadi.” Aku menyematkan senyum, mungkin agak aneh terlihat dengan mata yang masih sembap dan hidung merah.

“Maafkan aku ya, Kak. Jika aku salah ngomong?” Chiko terlihat masih merasa bersalah.

“Enggak ada yang perlu dimaafkan kok, Ci. Bukan salahmu, ini karena aku yang tiba-tiba lebay aja. Tiba-tiba enggak bisa mengendalikan diri.”

“Ada apa sih, Kak Dinda? Aku jadi bingung.”

“Enggak apa-apa, Ci. Raya hanya ingin sedih saja, nanti dia yang akan bercerita jika sudah merasa siap.”

Chiko mengangguk pelan. Nampaknya dia masih penasaran dengan apa yang terjadi dengan diriku, tapi makhluk di depanku ini memilih memendam rasa ingin tahunya.

“Bukan salah kamu kok, Ci. Aku tiba-tiba teringat seseorang saja saat kamu cerita itu.” Aku menata kalimat dengan hati-hati.

“Maafkan aku ya, Kak. Aku tidak sengaja melakukannya, terlebih aku tidak tahu juga dengan apa yang terjadi dengan Kak Raya.”

“Enggak apa-apa, jangan khawatir. Memang yang tahu dengan apa yang telah terjadi hanya Dinda saja. Aku juga memilih tidak bercerita ke Bunda, khawatir beliau malah kepikiran yang enggak-enggak.”

Top secret sekali ini berarti ya, Kak Raya?”

“Iya, aku malu jika cerita ini dikonsumsi oleh banyak orang. Malu jika mereka akhirnya men-judge aku dengan kata-kata yang tidak enak di telinga. Aku malu telah memelihara rasa cinta yang tumbuh rimbun kepada orang yang tak seharusnya,” ujarku.

Hmm, masalah cinta memang susah untuk dimengerti ya, Kak. Walaupun aku tidak mempunyai orang yang spesial, tapi aku tahu jika sudah berhubungan dengan masalah cinta, ini bukanlah masalah yang bisa dianggap mudah. Sok tahu sekali ya aku, Kak? Anak kecil sudah berbicara tentang cinta.” Chiko tertawa memamerkan giginya yang berkilat.

“Kayaknya ilmu kamu sudah tinggi perihal percintaan, Ci.” Seloroh Dinda.

“Tidak, Kak Dinda. Aku kebetulan membaca buku saja. Di sana membahas kumpulan cerita cinta dari beberapa orang. Aku jadi menyimpulkan dari sana, jika berurusan dengan kata cinta, ujungnya adalah urusan yang pelik.”

“Seharusnya nggak akan seperti ini ending-nya, jika saja dari awal tidak membiarkannya masuk ke dalam hatiku.” Aku memulai bercerita.

“Siapa nama laki-laki yang beruntung itu, Kak? Siapa yang telah berhasil membuat Kak Raya yang ngehits bisa jatuh cinta kepadanya?” Chiko nampaknya mulai penasaran.

Dinda menunggu aku menyebutkan nama orang yang telah membuatku tiba-tiba terjebak kesedihan itu. Apakah akan kukatakan siapa namanya itu kepada Chiko?

“Aku menyebutnya Kak Babay, dia adalah orang yang telah membuatku jatuh hati tanpa jeda kepadanya.”

Aku memilih menyebutkan nama Kak Babay dari pada nama aslinya. Mungkin dengan nama itu aku masih bisa menjaga kerahasiaan identitas asli dari guru BK yang kucintai itu, sampai aku benar-benar siap mengumumkan kepada dunia siapakah orang yang telah berhasil mengisi relung hati.

Lihat selengkapnya