Jatuh Terlalu Jauh

Unira Rianti Ruwinta
Chapter #11

Bagian Sembilan : Nyata Atau Hanya Ilusi Belaka


Yogyakarta, Juli 2018

"Iya udah, nanti kita ketemuan di sebrang Planet Bookstore, sekalian makan. Lo tahu pasti tahu Planet Bookstore di mana. Kalau nggak tahu, kebangetan banget lo!" Ucap Anna kepada seseorang di sebrang sana. Gadis itu tengah sibuk menyeret koper dengan tangan kanan memegang ponsel karena dirinya menerima panggilan dadakan.

"Berisik banget, sih! Nggak usah bawel, nanti gue traktir lo makan di Miago. Udah, ya, teleponnya gue tutup dulu. Gue sibuk," tutupnya.

Anna sampai di Yogyakarta pukul 11 siang dan langsung mencari kos-kosan karena tidak ingin terlalu merepotkan Jamal, salah satu saudara jauhnya yang tinggak di Yogyakarta. Dia begitu berterima kasih karena Jamal sudah banyak membantu, menjemputnya di stasiun, menemaninya jalan-jalan sebentar, dan membiarkan Anna untuk istirahat di sana beberapa jam. Jamal juga membantunya memindahkan barang-barang, tidak tega harus membiarkan adik kecilnya mengangkat barang-barang berat sendirian. 

“Kamu yakin mau ngekos aja?” tanya Jamal.

Anna mengangguk. “Iya, Mas. Lagi pula, Anna udah pernah ngekos. Mas Jamal nggak usah terlalu khawatir sama Anna. ”

“Kalau begitu, kenapa nggak tinggal sama Mas dulu aja? Lumayan loh uangnya buat kamu jajan.”

“Anna nggak mau terlalu ngerepotin Mas Jamal. Ini aja Anna makasih banget sama Mas Jamal, udah jemput dan segala macem.”

Jamal menatap Anna, dalam hatinya, dia ingin sekali membantu Anna lebih banyak lagi. Berulang kali Jamal membujuk Anna untuk tinggal di rumahnya saja, agar dia tidak khawatir karena Anna selalu di sisinya. Akan tetapi Anna berulang kali menolaknya, dia bersikeras ingin tinggal di tempat kos.

“Sampaikan rasa terima kasih Anna untuk Mbak Ayu, ya, Mas. Nanti Anna akan sering mampir ke rumah.”

"Nanti kamu kalau ada apa-apa atau butuh sesuatu, langsung hubungi Mas Jamal aja, ya. Jangan sungkan, pasti Mas Jamal siap bantu."

Laki-laki itu pulang setelah memastikan barang-barang adiknya sudah tertata rapi, dia berpamitan.

Anna menutup pintu kamar, menguncinya dan mengempaskan tubuh ke ranjang. Gadis itu memandangi langit-langit atap kamarnya, kalimat-kalimat yang selalu dikatakan ibunya menghantui. Tidak diizinkan kuliah, perjodohan, dan nikah muda selalu terngiang-ngiang di kepala. Ingin sekali Anna menceritakan keluh kesahnya kepada Jamal, tapi dia tidak ingin membuat Jamal terlibat terlalu jauh dalam kehidupannya.

Bagaimanapun Jamal tetaplah orang lain untuknya, gadis itu sudah kehilangan kepercayaannya terhadap orang lain selain ayah dan ibunya. Tidak mungkin juga dia berkeluh kesah pada ayahnya, bukan karena takut ayahnya tidak mau mendengarkan. Ayahnya pasti dengan senang hati menjadi pendengar yang baik bagi Anna, hanya saja di balik itu semua, keluh kesah Anna hanya akan membuat beban ayahnya bertambah.

Anna merasakan sebuah desakan kuat dalam dirinya. Terjadi pemberontakan hebat, di satu sisi dia ingin menutup telinga, tidak ingin mendengarkan apa pun yang orang lain katakan tentang dirinya. Dia ingin melawan keterpurukannya. Anna selalu tidak betah di rumah, bahkan bertemu dengan tetangga pun malas rasanya. Banyak yang menanyakan siapa pasangannya, dari keluarga mana, bagaimana rupanya. Anna selalu membenci pertanyaan-pertanyaan itu, menurut Anna terlalu dini menanyakan hal itu padanya. Sungguh, Anna tidak mengerti apa yang dia rasakan sekarang. Seperti ada pergolakan batin yang hebat sedang menimpanya.

***

Setelah berjalan selama 15 menit akhirnya Anna sampai di sebuah tempat di mana ia berjanji kepada seseorang untuk menemuinya; Planet Bookstore. Rupanya orang itu belum datang, Anna berdecak kesal.

Kebiasaan, pikirnya.

Bukan tanpa alasan, Anna merasa setiap kali dia memiliki janji dengan siapapun, pasti yang selalu datang duluan ke tempat adalah dirinya. Padahal, Anna sudah mencoba untuk mengulur waktu sedikit lebih lama. Dan lebih parahnya lagi orang itu sepuluh menit yang lalu berbicara lewat sambungan telpon dan mengatakan, "Oke, gue lagi jalan nih. Lo tunggu di situ!"

Namun, kenyataannya Anna sekarang sendirian dan tidak menemukan keberadaan orang itu sama sekali. Maka ketika dia mulai melihat siluet orang itu dari kejauhan, dia sudah mempersiapkan diri untuk mengeluarkan kata-kata mutiara.

"Kebiasaan banget, deh, lo ini!" Omelnya, saat orang itu mendekat. "Nih, ya, gue kasih tahu sama lo. Kalau sekiranya lo masih ngebo, belum mandi, belum ngapa-ngapain, nggak usah bilang kalau lo lagi di jalan. Kaki gue pegel tahu berdiri lama di sini!"

"Yaelah, orang baru datang tuh disambut, ditanya 'apa kabar?' atau basa-basi dulu. Lagian, gue cuma telat dua puluh menit doang, lebay banget lo," protes orang itu nggak terima.

"Doang lo bilang?" Tanya Anna kesal. "Dua puluh menit itu waktu yang berharga buat gue, Cup."

Yaps, orang yang beberapa saat lalu berbicara dengan Anna lewat telpon adalah Ucup, teman sekolahnya Anna.

Ucup berhasil masuk ke Universitas Negeri Yogyakarta lewat jalur SNMPTN. Dia sudah berada di Yogyakarta sejak seminggu yang lalu, dan Anna berhasil mengejutkannya karena tiba-tiba memberi kabar kalau dirinya sedang berada di Yogyakarta. Ucup sempat tidak percaya pada Anna, karena seharusnya Anna sekarang berada di Bogor, bukan Yogyakarta. Oleh sebab itu, Ucup sengaja mengulur waktu sepuluh menit dari jam yang telah disepakati, karena dia merasa ragu kalau Anna berada di sana. Kenyataannya, gadis itu sekarang benar-benar berada di hadapannya, sedang melahap semangkuk mie ayam dengan sangat tenang dan damai.

"Kok lo tiba-tiba di sini, sih, Na? Ngapain?" Tanya Ucup.

Anna menghentikan kegiatan makannya, kemudian menatap Ucup santai. "Kenapa emangnya?"

"Ya, nggak apa-apa, sih. Cuma gue heran aja sama lo, bukannya lo itu harusnya ada di Bogor, ya, bukan di sini?"

Lihat selengkapnya