Yogyakarta, November 2018.
Anna lelah bukan main.
Tubuhnya terasa begitu pegal, tulang-tulangnya seperti patah, membuatnya segera ingin bertemu kasur empuk yang sudah pasti sangat mengerti dan selalu ada setiap kali dirinya lelah.
Matanya terasa sangat berat untuk terbuka, hampir semalaman dia belajar untuk kuis yang diadakan hari ini. Sebenernya, Anna tidak perlu belajar sekeras itu, karena kuis yang diadakan hari ini pun jumlah dan tingkat kesulitannya masih rata-rata dan tentu saja dapat dengan mudah Anna selesaikan. Namun, dia adalah Anna. Seringkali melihat sesuatu yang sebenarnya mudah, terlihat sedikit rumit di matanya. Belum juga kuisnya dimulai, dia sudah memikirkan bagaimana jika nanti nilainya di bawah rata-rata atau bagaimana nantinya jika dia tidak bisa menjawab pertanyaan yang diberikan dosen. Maka dari itu, Anna memutuskan untuk mengulang materi yang sudah diajarkan sebelumnya, bahkan dia juga mengerjakan beberapa soal yang dia ambil dari internet.
Tetapi, terlepas dari semua kelelahan itu, Anna merasa lega. Semua yang dikhawatirkannya tidak ada satupun yang terjadi, semuanya berjalan dengan lancar. Meskipun hari ini Anna sempat dinobatkan sebagai mahasiswi yang menyebalkan, karena setelah kuis selesai Anna masih melontarkan beberapa pertanyaan kepada dosen di kelas, sehingga dosen tersebut menjadi betah dan lebih lama tinggal di kelas.
Sekarang waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam, dan Anna masih berkeliaran di supermarket untuk membeli beberapa keperluannya selama sebulan ke depan. Hari itu, dia pergi sendiri karena Merlin sedang mengerjakan tugas dan tidak bisa menemaninya.
"Anna!"
Gadis itu menoleh saat mendengar seseorang memanggil namanya.
"Loh, kok lo bisa di sini, sih? Belum pulang apa gimana?" Cecarnya begitu seseorang yang tadi memanggil namanya mendekat.
"Abis dari toko buku, terus nyari jajan sekitar sini. Kayaknya gue mau ada rencana nggak pulang, deh."
Kedua alis Anna hampir menyatu mendengar jawaban dari lawan bicaranya, "Terus?"
"Ya, nginep di tempat lo atuh."
"Cha, lo tahu sendiri tempat gue, kan, kecil."
"Jadi, nggak mau nih nampung gue? Oke, fine."
Acha dengan spontan melipat kedua tangannya di dada. Secara kebetulan mereka bertemu, setelah beberapa hari tidak memiliki waktu untuk bertemu karena kesibukan masing-masing.
"Ya, nggak gitu," jawab Anna melakukan pembelaan. "Iya udah, iya, lo boleh nginep asal jangan ngerecokin para laki gue, ya."
Acha bersorak penuh kemenangan mendengar jawaban Anna. Sebenarnya dia tidak ada niatan untuk bermalam di tempat Anna, tapi karena dia ingin pamer novel yang baru saja dia beli dan novel itulah yang diinginkan Anna selama ini tapi belum sempat Anna beli. Selain itu, dia juga ingin meminta beberapa file drama Korea terbaru untuk mengisi waktu luangnya nanti.
"Eh, Na. Kalau suatu saat nanti gue pengin cerita sesuatu sama lo. Boleh, ya?" Tanya Acha pelan. "Oke, mungkin kita baru kenal beberapa bulan belakangan ini, tapi gue ngerasa kalau lo itu cocok buat diajak deep talk sama gue dan mungkin sama lo rahasia gue bisa aman. Gue nggak bilang kalau gue nggak percaya Merlin dan nggak mau dia tahu tentang cerita gue, tapi gue ngerasa cuma lo yang bener-bener bisa dengarin gue. Lo ngerti, 'kan?"
"Iya, gue ngerti." Anna mengambil beberapa cemilan yang ada di rak makanan ringan dan memasukkannya ke dalam keranjang belanjanya. "Jadi, cerita seperti apa yang pengin lo bagi ke gue dan katanya rahasia itu?"
Acha sempat diam sebentar, tapi tangannya masih aktif memasukkan beberapa jenis makanan. Tiba-tiba dia berhenti, kemudian matanya menatap Anna serius. "Lo pernah suka sama seseorang nggak, Na?"
"Gue?" Anna menunjuk dirinya sendiri dan disambut anggukan kecil oleh Acha. "Jelas pernah. Gue suka sama seseorang yang public speaking-nya bagus, suka sama seseorang yang bisa menempatkan diri dalam situasi apa pun, gue suka----"
"No, bukan itu yang gue maksud," potong Acha. "Maksud gue lo pernah suka sama cowok nggak?"
"Oh, kalau itu, sih, pernah." Anna menarik tangan Acha seolah memberikan instruksi agar Acha mengikutinya. "Kita bayar dulu. Lo udah selesai, kan, belanjanya atau masih ada yang mau dibeli?"
"Nggak ada, sih. Iya udah kita bayar dulu aja."
Akhirnya kedua gadis itu berjalan beriringan menuju kasir untuk membayar belanjaan mereka. Seperti sudah menjadi tradisi dalam dunia pertemanan, mungkin sudah tidak asing dengan istilah 'Pakai duit lo dulu, nanti gue ganti' dan ternyata itu juga berlaku untuk Anna dan Acha hari ini. Mereka tertawa kecil saat salah satu kasir melemparkan guyonan kepada keduanya.
Setelah selesai, keduanya keluar dari supermarket dan memutuskan untuk berjalan kaki saja, meski sebenarnya jarak tempat kos Anna ke supermarket lumayan jauh. Mereka beralasan, dengan berjalan kaki mereka bisa menikmati waktu lebih lama.
"Tadi lo tanya gue pernah suka sama cowok apa nggak, kan?" Tanya Anna mengulang pertanyaan Acha beberapa saat lalu. "Jelas pernah, sih, Cha. Buktinya Hoshi sekarang bisa jadi laki gue."
Acha sedikit menyesal sudah sangat serius mendengarkan jawaban Anna tapi ujungnya malah seperti itu. "Lama-lama kesel gue sama lo. Kita serius dulu, ya. Bisa, 'kan?"
Gadis itu tertawa mendengar nada suara Acha yang sepertinya ingin memaki tapi tidak jadi. "Oke, oke. Kita serius dan lo serius mau dengar jawaban gue?"
"Iya, entar kalau lo halu lagi gue gunting lidah lo," ucap Acha gregetan.
Keheningan sempat menyelimuti mereka. Berjalan berdua di pinggir jalanan kota yang luas, membuat mereka beberapa kali menjadi pusat perhatian. Namun, seolah tidak memedulikan tatapan orang-orang, keduanya tetap hanyut dalam canda tawa.
"Pernah mungkin, tapi gue nggak yakin, sih." Anna dengan ragu menjawab sambil mengingat-ingat sesuatu. "Ya, kalau sekadar suka mungkin sering juga, tapi kalau buat jatuh cinta--- kayaknya gue tipikal orang yang susah dan terlalu pemilih kepada siapa gue akan jatuh cinta."
"Justru gue kebalikan dari lo, Na," jawab Acha cepat. "Gue sangat mudah jatuh cinta, gue baperan, dan mungkin itu juga yang menempatkan gue sebagai cewek yang katanya 'gampangan'. Gue ceritain sekarang aja, ya. Nggak apa-apa, kan? Lo mau dengarin kisah gue ini?"
"Ya, nggak apa-apa. Cerita aja, gue akan dengan senang hati mendengarkan. Tapi, mungkin gue nggak bakal bisa kasih solusi seperti yang lo mau. Dan gue harap lo nggak bakal berekspektasi terlalu jauh tentang reaksi gue nanti."