Hal yang dilakukan oleh Anna sejak beberapa menit yang lalu adalah diam, sambil sesekali melirik ke arah Ethan. Gadis itu tidak bisa menyembunyikan rona bahagia sekaligus bingung di wajahnya, dia terus saja mencuri-curi pandang pada sosok yang sedang mengemudi di sebelahnya.
Ethan hanya diam, berusaha untuk fokus pada jalanan. Ada banyak pertanyaan di kepala Anna mengenai laki-laki di sebelahnya, tapi tidak ada satu pun dari pertanyaan-pertanyaan itu yang bisa Anna tanyakan.
Setelah saling berdiam diri untuk waktu yang lama, bunyi ponsel Ethan seakan mengintrupsi keduanya. Dengan sedikit malas, Ethan mengambil ponsel yang menampilkan layar terang dengan tulisan bahwa ada panggilan masuk. Di sana tertera nama Galih, dengan cepat Ethan menempelkan benda tipis itu ke telinganya.
“Tan, lo di mana?” serbu suara di ujung sana.
“Gue cabut duluan, ada urusan,” jawab Ethan
“Lo tuh, ya. Kebiasaan banget suka ninggalin gue.”
“Udah dulu, gue lagi sibuk. Nanti gue telepon balik,” katanya sambil menjauhkan benda tipis itu dari telinganya.
“Eh, bentar dulu. Gue belum selesai bicara.” Galih terus saja berbicara tapi Ethan memilih untuk tidak memedulikannya.
“Halo, Ethan! Woi, Brayn Ethaniel Setiawan!” Galih berteriak di seberang sana membuat Ethan kesal dan mematikan ponselnya.
Mengabaikan Galih di sana yang mungkin sedang mengucapkan sumpah serapah untuknya, Ethan lebih memilih untuk mencolokkan kabel yang terhubung dengan ponselnya. Semua itu membuat Anna penasaran sama persis seperti waktu itu, Ethan adalah tipikal orang yang sangat sulit ditebak.
Tak lama sebuah lagu mengalun memenuhi ruang di mobil itu.
"Nggak apa-apa, kan?" Kalimat pertama yang keluar dari mulut Ethan pada Anna, setelah saling diam dalam waktu yang cukup lama.
"A--apanya?" Anna malah bertanya balik dengan raut wajah salah tingkah yang sangat kentara.
"Putar lagu. Nggak apa-apa, kan?" Ethan mengulang pertanyaannya.
"Oh, nggak apa-apa. Santai aja," jawabnya disertai senyuman kecil.
Setelah itu, suasana di dalam mobil kembali hening, baik Anna maupun Ethan sama-sama sibuk sendiri. Ethan yang kembali fokus mengemudi, sedangkan Anna sibuk memandangi jalan di balik jendela.
Sebenarnya Anna merasa kebingungan karena Ethan tiba-tiba mengajaknya bicara, ditambah dia juga tidak tahu akan dibawa ke mana. Lebih parah lagi, Ethan diam saja seperti tak memiliki niat untuk memulai percakapan. Lalu, hal seperti apa yang perlu dibicarakan kalau Ethan hanya diam saja?
"Sori----"
"Makasih----"
Keduanya saling tatap karena sekalinya ada inisiatif dari masing-masing untuk memulai kembali percakapan, tapi yang terjadi mereka malah bicara di saat yang bersamaan.
"Duluan aja," kata Ethan mendahului.
"Enggak, duluan aja. Nggak apa-apa, kok."
"Kamu aja yang duluan, saya nanti belakangan."
"Engg---"
"Ladies first," sela Ethan.
Baiklah, berkat situasi sekarang ini Anna bisa memperoleh informasi lebih tentang seorang Ethan yang ternyata bisa menyebalkan juga di saat-saat tertentu, dan informasi yang Anna dapatkan ini sumbernya berasal dari Ethan sendiri. Jadi, bisa dijamin keakuratan dari informasi tersebut.
"Oke, duluan nih?" Tanya Anna memastikan, sementara Ethan hanya mengangguk kecil.
"Makasih, ya, udah bantuin beberapa hari yang lalu," lanjut Anna.
"It's okay, itu udah kewajiban saya sebagai sesama manusia, harus saling tolong menolong," balas Ethan.
"Sori, kalau nggak keberatan jangan panggil 'Saya' kesannya kayak formal banget, hehee."
"Oh, oke." Ethan menoleh ke arah Anna, "Aku?"
Anna membulatkan matanya mendengar kata yang terdengar seperti pertanyaan, keluar dari mulut Ethan dengan mudahnya.
"Ya-aa, terserah mau apa aja. Soalnya kalau saya gitu kayak canggung banget," jawab Anna terbata-bata.
Entah dari mana keberanian itu berasal, hingga Anna dengan mudahnya mengucapkan apa yang dia rasakan kepada orang baru seperti Ethan. Tapi, menurut Anna lebih baik seperti itu, karena ini demi kebaikan bersama.
"Soalnya kalau pakai 'Gue-lo' kesannya nggak enak, lebih nyaman pakai 'Aku-kamu' gitu."
Gadis itu menoleh dengan mata yang sedikit membulat, kemudian menatap Ethan tak percaya.
"Bibit-bibit crocodile mulai terdeteksi nih," gumamnya.
"Emm... Tadi mau ngomong apa?" Tanya Anna berusaha mengalihkan pembicaraan sekaligus mencairkan suasana yang sepertinya akan kembali hening.
Ada jeda beberapa detik, sebelum Ethan menjawab pertanyaan dari Anna. Cowok itu malah mengganti lagu yang sejak tadi mengalun dengan indah dengan lagu yang sedikit lebih melow dari sebelumnya. Ethan ini sepertinya pandai sekali menempatkan diri dan menyesuaikan suasana, mendadak diam dan memutar lagu galau, seakan memberikan kode bahwa topik utama yang akan menjadi bahan pembicaraan mereka adalah hal-hal yang kurang menyenangkan.
"Sori, waktu itu aku nggak sengaja ada di situ."
Seolah mengerti ke arah mana obrolan ini akan dibawa oleh Ethan, gadis itu menyunggingkan senyum simpul. Menatap Ethan dan memberikan isyarat kalau itu tak menjadi masalah besar.
"Kebetulan lewat dan dengar ada ribut-ribut sedikit, kukira ada yang lagi berantem," lanjutnya.
"Kan emang lagi berantem." Anna mengatakannya dengan spontan, kemudian menatap Ethan sebentar. "Maaf, ya, kalau kamu harus melihat dan mendengar keadaan yang enggak seharusnya kamu berada di situ."
Cowok itu melakukan hal yang sama dengan Anna, yaitu menatap wajah gadis itu sampai akhirnya kedua mata itu bertemu. Ethan bisa melihat dengan jelas dari sorot mata gadis di depannya bahwa ada luka yang tak bisa dia bagi kepada orang lain. Sorot mata yang dilihatnya seperti memiliki luka yang sama sakitnya seperti yang Ethan rasakan.
"Setelah kejadian kemarin, kamu pernah merasa nggak kalau dunia ini nggak adil buat kamu?"
Anna tersenyum. "Tentu saja, pikiran itu selalu datang tanpa permisi. Aku yakin, setiap orang pasti pernah merasa kalau dunia ini nggak adil, terlebih di saat dirinya berada dalam situasi yang paling nggak disukai dalam hidupnya. Terlepas dari apa pun itu, dunia memang akan selalu terasa nggak adil, karena itu adalah bagian dari hidup. Jalan yang kita lalui tak selalu sama dan tak selalu rata, tapi kita bisa memilih ke arah mana kita akan melangkah. Kalaupun pada akhirnya jalan yang kita pilih tak bisa membawamu ke tempat yang menjadi tujuan, nggak masalah, karena kita bisa membuat peta sendiri untuk menemukan tempat tujuan itu."
Ethan dibuat cukup takjub dengan jawaban yang keluar dari mulut Anna. Cowok itu menghela napas panjang, pandangannya kembali terfokus pada jalanan kota yang cukup ramai.
"Apa yang kamu lihat kemarin itu.... Lupain aja, ya," pinta Anna. "Anggap saja kalau kamu nggak pernah melihatnya."
Ucapan Anna membuat Ethan tersekat, dia memandangi Anna yang tengah menatap lurus ke depan dan tersenyum. Ethan semakin yakin kalau Anna memang orang baik dan bisa dipercaya, kata-kata yang keluar dari mulut Anna terdengar seperti mantra yang membuat perasaannya membaik.
"Harusnya kamu yang lupain kejadian kemarin karena kamu yang merasakan sakitnya. Anggap saja kejadian kemarin itu nggak pernah kamu alami dalam hidup kamu. Oke?"
"Bahkan di saat hari-hari terburuk yang aku jalani. Aku harap kamu akan selalu baik-baik saja, Tan. Dunia kamu harus terus berjalan dan baik-baik saja," Anna bergumam pelan dan berharap Ethan tidak mendengarnya.
"Tadi kamu bilang apa?"