"Nggak ada yang mau lo tanyain ke gue?"
Acha yang sejak tadi sedang berfokus pada tugas power point yang sebentar lagi akan selesai, jari-jari tangannya mendadak berhenti. Gadis itu mendongak melihat Anna yang tengah berdiri sambil menatapnya heran.
"Harus nanya?"
Mendengar Acha yang malah melemparkan pertanyaan balik kepadanya, Anna jadi bingung sendiri. Mungkin seharusnya dia tidak usah repot-repot untuk menjelaskan sesuatu kepada Acha, kecuali kalau Acha yang bertanya lebih dulu.
"Ya, nggak juga, sih," jawabnya pelan. "Tapi, serius nggak ada yang mau lo tanyain ke gue gitu?"
"Nggak tuh," kata Acha, sambil menyesap minuman yang ada di depannya.
"Tapi-----"
"Na, gini aja, deh, lo diam dulu bentar aja. Serius, mending diam dulu, soalnya kalau lo ngajak gue ngobrol terus tugas gue bakal mandeg dan nggak bakal kelar. Jadi, gue minta tolong sama lo buat jangan ngajak gue ngomong dulu. Serius, bentar aja ini mah, abis itu terserah lo mau nanya apa aja," jelas Acha yang merasa sedikit kesal dengan kelakuan aneh temannya hari ini. "Bisa, kan, ya, diam dulu? Atau lo ngebucin dulu kek, nonton drakor dulu juga nggak apa-apa. Arraseo?"
"Ne, algeseumnida," ucapnya dengan nada tak kalah kesal dengan Acha.
Akhirnya mau tidak mau Anna harus menurut, sambil menunggu Acha menyelesaikan tugasnya, dia lebih memilih untuk menonton drama Korea sesuai saran yang diberikan oleh Acha.
Baru saja Anna menekan tombol mulai, dia mendadak teringat sesuatu. Mungkin itu akan menjadi opsi lebih menarik yang akan dia pilih dibandingkan dengan menonton drama Korea. Dengan cepat dia mematikan dan menutup laptop, lalu beralih ke ponsel yang seakan-akan jauh lebih menarik. Jari-jari tangannya menari dengan indah diatas keypad benda persegi panjang tersebut, mengetikan beberapa kata di kolom pencarian. Percobaan pertama nampaknya belum berhasil, karena sesuatu yang dia cari tidak ditemukan di sana. Lalu, dia beralih mengetikan sesuatu yang lebih panjang dari kata-kata sebelumnya.
"Shiherleen Agathan Angelica Christie," gumamnya.
Selang beberapa detik kemudian, sebuah akun dengan nama itu lengkap dengan foto profil yang cukup menarik muncul di kolom pencarian paling atas. Meski sempat ragu, tapi akhirnya Anna menekan nama akun tersebut dan berhasil menampilkan beberapa foto yang telah diunggah Sang pemilik akun. Jari-jarinya seperti tengah menjelajahi setiap unggahan foto tersebut, entah terlalu bosan atau memang karena penasaran, Anna bahkan membaca komentar yang ada di sana. Hampir di setiap foto yang diunggah, ada seseorang yang selalu meninggalkan jejak, entah menyukai atau berkomentar, dan bahkan keduanya; dia adalah Ethan. Gadis itu menemukan akun milik Ethan selalu meninggalkan jejak pada unggahan Agatha, bahkan ada di beberapa unggahan Ethan meninggalkan komentar dengan emoji hati. Ada perasaan tidak suka yang menyelimuti hatinya, tapi tetap saja dia melanjutkan kegiatannya itu sampai tidak menyadari kalau Acha sudah menyelesaikan tugasnya dan memandang Anna dengan tatapan aneh.
"Serius banget, sih, Bu!" Acha berdeham sambil meletakkan kembali minuman dengan perasa stroberi itu.
Anna dengan salah tingkah langsung menghentikan kegiatannya, bersikap seolah-olah sedang menonton video musik milik idol K-Pop favoritnya dan sedikit menunjukkan reaksi heboh seperti biasa agar Acha tidak curiga.
"Ini loh, laki gue baru aja tampil di musik. Ganteng banget," katanya dengan suara yang dibuat-buat.
"Yakin lo lagi nonton acara musik?" Tanya Acha menyelidik.
"Iyalah, mau ngapain lagi? Masa gue harus diam lurus ke depan lihatin lo nugas, gitu?"
Acha mendekatkan tubuhnya ke arah Anna, seperti akan membisikkan sesuatu. "Tapi gue nggak dengar apa-apa sejak tadi, padahal lo nggak pakai headset."
Mendengar itu, mata Anna membulat, kemudian sedikit melirik ponselnya yang masih menampilkan halaman utama sosial media milik Agatha.
"Ekhem, sengaja nggak gue kasih volume biar nggak ganggu konsentrasi lo," sangkalnya.
"Kalau mau bohong sama Merlin aja sana, gue nggak bakal bisa lo bego-begoin."
Seolah menyerah, Anna menghela napas panjang sambil membalikkan ponselnya di atas meja. "Belum juga setahun kenal sama gue, udah tahu aja kalau gue nggak pinter bohong. Betewe, lo beneran nggak ada yang mau ditanyain ke gue gitu?"
Acha melipat kedua tangannya di dada, kemudian menggeleng. "Gue nggak bakal nanya, nunggu lo cerita aja."
"Kalau gue nggak mau cerita gimana?"
"Ya, udah gue juga nggak bakal nanya."
"Lo nggak penasaran?"
Kini giliran Acha yang menghela napas panjang. "Sebenarnya gue malas, sih, harus menjelaskan ini sama lo tapi gue juga ngerasa lo harus tahu ini, sih. Jadi, alasan gue nggak mau nanya dan lebih memilih nunggu lo cerita karena gue ngerasa mungkin ada beberapa orang yang nggak senang kalau temannya terlalu kepo sama urusan dia gitu. Nah, gue juga takutnya lo nggak suka kalau gue tanya-tanya karena ini tuh termasuk ke dalam urusan pribadi lo."
Ucapan Acha ada benarnya juga, terkadang Anna juga tidak suka kalau ada orang terus bertanya padanya karena penasaran. Dari sini, Anna bisa melihat kalau Acha adalah tipikal orang yang bisa menyimpan rahasia dan bisa juga dijadikan teman bercerita. Meski kadang mulutnya tak terkontrol, tapi Anna yakin kalau Acha selalu menampilkan sisi lain dari dirinya di saat-saat tertentu.
Sejak awal Anna tidak mau ada orang yang mengetahui tentang ini, tapi Anna juga tidak bisa menyimpan ini sendirian. Ada saat-saat tertentu Anna membutuhkan saran dari seorang teman, tapi Anna terlalu takut kalau ceritanya akan jadi bahan tertawaan, karena itulah dia lebih memendam ini sendiri. Anna juga terlalu takut dihakimi dengan ceritanya, dia sudah menduga dengan reaksi orang-orang saat mendengar cerita yang selama ini dia pendam dan Anna belum siap mendengar tanggapan yang akan membuatnya sakit hati.
"Na, udah berapa kali bilang sama lo, kalau butuh teman buat cerita, gue ada. Lo jangan sungkan sama gue," kata Acha sambil memegang tangan Anna. "Gue nggak maksa, tapi dari yang gue lihat hari ini, ada sesuatu yang pengin lo bagi tapi nggak bisa lo bagi. It's okay, lo bisa percaya sama gue buat ini."
Anna menggigit bibir bawahnya, berusaha untuk meminimalisir rasa takutnya dan mempercayakan cerita ini kepada Acha.
"Lo pernah nggak iseng stalking sosial media seseorang, terus tiba-tiba lo suka sama orang itu. Pernah nggak, Cha?" Tanya Anna ragu.
"Pertanyaan lo ini serius nggak nih? Gue nggak mau, ya, entar ujung-ujungnya ngomongin tentang kehaluan lo."
Gadis itu menggeleng, "Nggak, gue serius kali ini."
Acha mengetuk-ngetukan jarinya di atas meja, mencoba untuk mengingat apakah dia juga pernah merasakan hal itu atau mungkin tidak pernah sama sekali.
"Biar gue tebak dulu," kata Acha seraya kembali menikmati minumannya. "Brayn?"
Lagi-lagi mata Anna membulat, kali ini bahkan hampir sempurna. Anna merasa kalau Acha ini mempunyai kelebihan khusus, belum sempat Anna bercerita tapi Acha sudah bisa menebak siapa tokoh utama yang akan Anna ceritakan.
"Brayn, kan, yang lo maksud itu?" Tanya Acha sekali lagi. "Lo iseng stalking sosial media milik Brayn dan lo jadi suka beneran sama dia gitu?"
"Ng--nggak gitu, Cha," bantahnya.
"Terus gimana bisa lo sama Brayn bisa jalan berdua kayak kemarin?"
"Katanya lo nggak bakal nanyain ini sebelum gue cerita sendiri," Anna menyindir.
"Iya udah, sih, sekalian aja sekarang gue tanyain ini mumpung lagi ngomong orang yang sama," elaknya.
"Gue sama Ethan bener-bener nggak saling mengenal, sumpah!"
"Lah, terus gimana ceritanya kalian bisa jalan bareng gitu? Masa Brayn segabut itu, sih, main ngajak jalan sama orang yang nggak dia kenal."
"Bentar, deh, Cha. Sebelum perghibahan kita makin jauh, kayaknya harus ada yang diluruskan, deh." Anna membenarkan posisi duduknya, kemudian menyingkirkan beberapa barang yang sedikit mengganggu di hadapannya. "Kita ini, kan, lagi ngomongin orang yang sama nih. Jadi, bisa nggak lo panggil dia Ethan aja, jangan Brayn?"
"Lah, si anjir!" Ucap Acha sedikit ngegas dan langsung ditegur Anna dengan menempelkan jari telunjuk miliknya pada mulut Acha.
"Sori, udah lama gue nggak ngegas," ucapnya kembali tenang. "Oke, jadi sebenarnya lo sama Bray--Ethan ini baru kenal kemarin banget gitu?"
Anna mengangguk.
"Tapi bisa langsung seakrab itu?"
"Jadi, sebenarnya pas kejadian orang tua gue datang itu, ternyata Ethan juga lihat. Dia ada di belakang lo sama Merlin, agak jauhan dikit, sih," jelas Anna.
"Hah?"
"Iya, gue juga kaget. Tapi, mau gimana lagi, gue pasrah."
"Terus?"
"Sebelumnya juga gue pernah beberapa kali ketemu sama Ethan, dia juga pernah ngasih gue tumpangan."
"HEH SI ANJIR!"
Anna sangat panik saat Acha teriak karena hampir semua pengunjung kafe di sana, menatap ke arah mereka dengan tatapan kesal karena merasa terganggu. Tangannya menyatu membentuk sebuah gestur permintaan maaf lengkap dengan senyum kikuk yang terlukis di bibirnya.
"Lo nggak usah teriak-teriak, Gila!"