Jatuh Terlalu Jauh

Unira Rianti Ruwinta
Chapter #21

Bagian Sembilan Belas : Seperti Hujan Yang Jatuh

"Na, lo coba ikutan seleksi acara festival internasional yang diikuti Karin dong. Gue dengar Acha juga mau coba, kalian itu cerdas, gue yakin pasti lolos."

Anna menatap Merlin tak percaya. Temannya yang satu ini memang sangat random, selalu saja mengatakan kalimat-kalimat yang tak terduga. Ini bukan pertama kalinya Merlin meminta Anna untuk mencoba mengikuti seleksi kegiatan internasional tersebut, tapi Anna juga berkali-kali menolaknya karena merasa tidak akan lolos dan tak pantas bersanding dengan orang-orang hebat yang akan ikut serta di kegiatan tersebut.

"Masa lo kalah sama Karin, sih?"

Gadis itu melirik Merlin dengan tatapan menyalang, karena memang dia tak pernah suka jika dibanding-bandingkan dengan orang lain. Menurut Anna, semua orang memiliki potensi dan kemampuan masing-masing, tidak baik rasanya jika terus-menerus membandingkan diri sendiri dengan orang lain. Baik dia ataupun Karin memiliki potensi yang berbeda, tujuan yang berbeda pula, dan dia tidak mau jalan hidupnya harus mengikuti penggaris orang lain.

"Iya udahlah, biarin Acha aja yang ikut, dia lebih cerdas dari gue dan jujur gue udah insecure duluan bahkan sebelum daftar," sahut Anna dengan cepat.

"Yah.... Belum apa-apa masa udah gitu, sih. Nggak boleh gitu dong!" Merlin menatap Anna penuh keyakinan. "Daftar dulu aja, ya, siapa tahu beruntung. Nanti gue bantu tanya-tanya sama Karin, deh."

"Nggak dulu, deh. Beneran gue nggak siap," tolak Anna.

"Na, ini kesempatan besar. Nggak boleh disia-siakan. Kalau gue pinter nih, ya, gue udah daftar-daftar aja."

Anna sekali lagi menggeleng, "Nggak, Lin. Bahasa Inggris gue belepotan."

"Alasan macam apa itu? Nggak, nggak, pokoknya lo harus ikut!"

Acara pembujukan itu masing terus berlanjut, bahkan sampai Acha ikut bergabung bersama mereka, Merlin masih tetap keukeuh membujuk Anna.

"Ribut banget, sih, kalian ini sampai kedengaran dari jauh loh suaranya," kata Acha sambil menggeser kursi di sebelah Anna.

"Ini loh, Cha." Merlin mengangkat dagunya seolah menunjuk ke arah Anna, "Gue minta Anna buat ikutan kegiatan Internasional yang Karin ikutin itu loh. Lo juga mau ikut, kan?"

Acha mengangguk, "Iya, kalau lolos gue pasti ikut. Lumayan dapat pengalaman besar bisa jadi perwakilan delegasi sama ketemu temen-temen dari luar juga. Ayo, Na, kita ikut ini bareng-bareng. Lo juga harus ikutan, Mer!"

"Gue?" Tanya Merlin menunjuk dirinya sendiri. "Yang benar aja lo nyuruh gue ikutan?"

"Lah, kenapa nggak? Siapa tahu nanti lo yang lulus gue nggak gitu," jawab Acha diiringi tawa kecil.

"Ngeledek banget, ya, lo ini!"

Acha dan Anna tertawa mendengar jawaban yang keluar dari mulut Merlin. Temannya yang satu ini memang sangat sering dijadikan bahan candaan karena mudah sekali marah dan kesal.

"Tapi, nggak ada salahnya kalian ikut juga, ini terbuka untuk umum. Siapa saja bisa ikut, kok. Urusan lulus atau enggaknya, ya, itu tergantung rezeki."

"Udah, ya, kita berhenti bahas ini. Cari topik pembicaraan yang lain aja, masih terlalu pagi buat ngomongin ini," kata Anna.

"Iya udah, lo mau ngomongin apa? Ngomongin Brayn, mau?" Goda Merlin.

Anna menghela napas jengah. Kemudian mengalihkan pandangannya pada pohon yang bergoyang karena angin bertiup sedikit kencang. Saat perempuan itu memejamkan matanya, pikiran tentang Ethan dan nama-nama perempuan yang selama ini dekat dengan laki-laki itu kembali berputar-putar. Alhasil, kepalanya berdenyut nyeri. Sepertinya hari ini dia tidak akan dibiarkan lolos begitu saja oleh Merlin, jadi mau tidak mau dia harus menjawab apa pun yang Merlin tanyakan. Lagi pula, sebenarnya tidak masalah juga kalau Merlin tahu, karena meskipun dia itu ember bocor tapi semoga saja untuk urusan yang satu ini berbeda.

Jadi, kesimpulannya adalah Anna benar-benar pasrah menjadi bahan gosip Merlin hari ini.

"Na, gue masih belum ngerti sama lo dan Brayn. Kalian saling mengenal sejak kapan?"

Sebelum menjawab, dia melirik Merlin yang tengah menatapnya tajam, sedangkan Acha masih setia dengan ponsel miliknya seolah tidak akan memberikan bantuan apa pun untuk Anna kali ini. Sebenarnya hari ini Anna merasa patah hati, gara-gara kemarin mengetahui ada nama lain yang selama ini tak terlepas dari hidup Ethan. Tapi patah hati Anna harusnya tidak boleh kentara seperti ini, dia harusnya bisa membuat patah hati itu memudar. Maka dari itu, ketika rasa patah hati itu hadir lagi dia selalu memilih untuk menonton video musik atau drama Korea yang sebenarnya sudah dia tonton sejak lama.

Pengalihan rasa sakit.

"Enggak, gue baru kenal dia, kok."

Setelah itu dia sadar, kenapa juga dia harus berbohong setiap kali Merlin menanyakan ini? Padahal jelas-jelas Anna sudah mengenal Ethan bahkan jauh sebelum mereka masuk kuliah, walaupun hal itu tidak bisa dikatakan saling mengenal karena jangankan mengenal, Ethan tahu Anna hidup saja tidak.

"Jangan bilang pas hari itu, lo baru kenal sama dia tapi langsung diajak jalan?" Tanya Merlin, sedikit sarkas seperti biasa.

"Ada sesuatu yang perlu kami bicarakan dan kebetulan Ethan menyadari kehadiran gue saat itu, jadi, ya, gitu."

"Mana ada orang baru kenal langsung ngajak jalan," sahut Merlin sarkas tapi tak pedas. "Kayaknya Brayn bukan cowok kayak gitu, deh. Lo pasti udah pernah ketemu sama dia sebelumnya, kan?"

"Iya, sekitar awal Oktober kalau nggak salah gue nggak sengaja ketemu dia dan kesan pertama pertemuan kami kurang enak banget buat dikenang. Ya, walaupun mungkin itu berlaku cuma buat gue."

"Kalian nggak sengaja tabrakan kayak di film-film FTV apa gimana?" Tanya Merlin semangat.

"Bukannya Ethan yang gue tabrak, tapi malah pohon." Anna menjadi kesal sendiri saat ingatan tentang pertemuannya dengan Ethan kembali muncul.

"Anjir, serius?"

Anna mengangguk, "Iya, kebetulan di sana ada Ethan dan teman-temannya. Waktu itu salah satu dari temannya ada yang mau nolongin gue, tapi gue keburu kabur. Kalau Ethan, sih, diam aja sambil ngelihatin gitu."

Merlin tertawa begitu puas mendengar cerita dari Anna.

"Sekarang lo udah nggak penasaran lagi, kan, gimana gue bisa kenal sama Ethan?"

"Sama lo, Anna ceritanya beda nggak, Cha?" Tanya Merlin kepada Acha yang sejak tadi hanya diam tak ikut campur.

"Sama aja, sih." Acha menyimpan ponselnya di atas meja. "Bedanya mungkin karena kami membahas itu sambil diselingi obrolan laki KPop. Benar, kan, Na?"

Anna mengangguk lagi, entah untuk yang ke berapa kali. Mungkin pasrah dengan Merlin adalah pilihan terbaik yang Anna ambil hari ini, karena rupanya perempuan itu tidak menanyakan hal-hal yang selama ini dia takutkan. Di luar dugaan, Merlin justru bertanya kepada Acha karena mungkin dia takut kalau Acha mendapatkan cerita yang berbeda dari yang dia dapatkan hari ini.

"Menurut gue, cerita pertemuan Ethan sama Anna ini tuh unik banget. Benar nggak, sih?" Tanya Acha.

Merlin membenarkan posisi duduknya, punggungnya sedikit lebih tegak daripada beberapa saat lalu.

"Demi kebaikan kita bersama, kita harus sepakat nih mau panggil doi dengan sebutan Brayn atau apa tadi?" Tanya Merlin pada Anna. "Ah, iya Ethan. Jadi mau pilih yang mana nih biar enak didengar?"

"Kemarin-kemarin juga udah sempat kita omongin, kalau dia itu dipanggilnya Ethan bukan Brayn. Lo aja yang ngeyel," sahut Acha gemas.

"Oke, sepakat nih, ya, panggil dia Ethan aja nggak usah Brayn atau yang lain?" Tanya Merlin memastikan.

Kalau Merlin sudah berubah menjadi tabiat aneh seperti ini, rasanya bukan hanya Anna yang malas untuk meladeni anak ini tapi Acha pun akan bertindak demikian. Tapi mau bagaimana lagi, Merlin tetaplah menjadi Merlin dan mereka harus tetap sabar menghadapi Merlin.

"Lain kali banyakin minum air putih, ya, Mer." Pada akhirnya, Acha kembali pada rutinitasnya semula yaitu bermain ponsel membiarkan Merlin dengan segala tingkahnya yang tak pernah berhenti menggoda Anna.

"Kalau lo terlahir sebagai author-author cerita fiksi gitu, hal-hal sepele kayak gini bisa banget loh dijadikan bahan cerita."

Lihat selengkapnya