Bandung, Februari 2018.
Anna serius menatap laptop yang berada di atas pangkuannya. Alisnya hampir menyatu, keningnya berkerut. Tangannya sibuk membolak-balik lembar soal yang dia kerjakan. Dua teman yang berada di sebelahnya, Reina dan Naning juga sibuk dengan aktivitas masing-masing. Reina sedang mengerjakan soal Komputer Akuntansi seperti Anna, sedangkan Naning tengah asyik memainkan ponsel sambil sesekali tertawa girang.
“Gila, Anna!” teriak Naning. Gadis itu langsung bangkit dari duduknya, tangannya dengan spontan mencubit tangan Anna hingga meringis kesakitan. Mendapat perlakuan seperti itu, Anna sontak memukul lengan Naning pelan.
“Apaan, sih, sakit tauk!”
“Anna, lo harus banget liat ini!”kata Naning lagi dengan gayanya yang heboh. Kali ini dia menyodorkan ponsel ke arah Anna, bermaksud untuk memperlihatkan sesuatu. “Dia barusan nembak gue, akhirnya mimpi gue jadi kenyataan. Ya Allah, gue masih nggak nyangka, sumpah!”
Karena kesal dicampur geregetan, Anna ingin membalas perkataandari mulut cerewet Naning yang mendadak kehilangan rem. Baru saja membuka mulut, Reina sudah lebih dulu bicara kepada Naning.
“Gue kira lo udah ada yang baru lagi, Ning. Ternyata lo masih komunikasi sama dia, pakai pelet apaan lo?” tanya Reina sambil menahan tawanya.
“Pakai zikir atuh,” jawab Naning tertawa.
“Anjirlah,” umpat Reina.
“Kalian lagi ngomongin apaan, sih?” Anna menatap Reina dan Naning bergantian. “Handphone ini kenapa lo kasih ke gue, sih. Nggak butuh lagi, ya? Kalau begitu gue jual aja besok, lumayan buat nambah duit jajan beberapa bulan ke depan.”
“Enak aja!” sahut Naning tidak terima. “Berhubung kalian lagi ngumpul, gue mau memperkenalkan cowok baru gue sama kalian, ini masih hangat baru beberapa detik yang lalu. Namanya Indra, lebih lengkapnya Muhamad Indra Prayoga. Ganteng banget, kan?”
Anna hanya melihat sekilas, lalu mengembalikan ponsel itu kepada pemiliknya. Anna hanya bisa menggelengkan kepala melihat kelakuan Naning, kemudian kembali fokus pada lembar soal yang sempat tertunda. Namun, beberapa detik kemudian Anna seperti menyadari sesuatu. Dia menoleh ke arah Naning, ekspresi wajahnya diliputi kebingungan.
“Tadi lo bilang namanya Indra?” Tanya Anna memastikan. “Perasaan waktu itu Desi bilang namanya Ilham, deh, bukan Indra,” sambungnya cepat.
Reina yang tadinya tak mau ikut campur segera menoleh ke arah Anna, memberikan sebuah kode yang langsung ditangkap dengan cepat oleh Anna. Setelah bertatapan cukup lama dengan Reina, Anna kembali melihat ke arah Naning dan terkekeh pelan. “Maksud gue, dia agak mirip sama temennya Desi. Omongan gue barusan nggak usah terlalu ditanggapin, Ning. Biasalah, gue tadi tiba-tiba ingat mantan gue dan kebetulan namanya Ilham.”
“Yaelah, makanya kalau jatuh cinta itu sewajarnya saja, jangan terlalu dalam nanti tenggelam. Lo juga bakal susah lupain itu orang plus luka patah hatinya akan sulit reda,” ledek Reina, mencolek pipi Anna dengan kepala pulpen.
“Halah, Teteh juga sama kayak aku,” elak Anna membela diri.
Di tengah perbincangan mereka yang tidak jelas, Desi ikut bergabung di ruang tamu. Suara kekehan pelan yang kemudian berubah menjadi ledakan tawa, membuat Anna dan yang lainnya terkejut. Perhatian Anna ikut mengarah ke layar ponsel Desi yang menampilkan percakapan via WhatsApp antara dia dan Naning. Anna menghela napas, sudah dia duga sebelumnya kalau Naning masih saja menjahili Naning dengan berpura-pura sebagai penggemar rahasianya Naning.
“Iya, aku mau jadi pacarnya Aa. Aku juga cinta banget sama Aa,” ucap Desi menirukan gaya bicara Naning.
“Iri aja lo sama gue. Pakai ngintip-ngintip segala lagi, nggak sopan!”
“Loh, siapa yang ngintip? Gue dikasih tahu Ilh----eh Indra secara langsung, kok.”
Anna menaikkan alis, menatap Desi yang baru saja bicara. Setelah beberapa bulan menjahili Naning, mungkin hari ini Desi akan berhenti dan mengakhiri kejahilannya karena takut Naning akan semakin terbawa perasaan dan lama-kelamaan itu akan menyakitinya.
“Ning, sebenarnya dia itu Ilham bukan Indra. Dan orang yang selama ini bertukar pesan sama lo adalah gue,” ungkap Desi.
“Jangan bercanda, semua itu nggak guna! Bilang aja lo juga suka sama Aa Indra gue. Iya, kan?”
“Iya, gue suka sama dia. Tapi, gue suka dia sebagai Ilham, bukan Indra. Kalau lo masih nggak percaya, tanya aja sama mereka berdua. Atau kalau masih kurang percaya, coba lo telpon pacar lo sekarang.”
Anna dan Reina hanya bisa menahan tawa melihat kelakuan Naning. Meskipun terlihat sangat percaya diri dan tidak mau mendengarkan Desi,akhirnya dengan terpaksa dia harus menuruti saran Desi dan menghubungi nomor tersebut. Dan benar saja, ponsel Desi berdering menampilkan panggilan dari Naning. Semua orang tertawa, kecuali Naning yang masih terkejut. Lantas, gadis itu mengomel kepada Desi karena sudah menjahilinya selama beberapa bulan ini.
“Sagala wae ih!”