Jatuh Terlalu Jauh

Unira Rianti Ruwinta
Chapter #5

Bagian Tiga: Keinginan Yang Tak Direstui


"Eh, Cash Flow punya lo balance nggak, Cup?” Anna menghampiri meja Ucup sambil membawa buku folio berukuran besar, kemudian duduk di samping Ucup tanpa permisi. “Kok, punya gue mendadak berantakan, padahal sebelumnya aman-aman aja. Gue nggak korupsi, Cup. Sumpah, deh!”

Obrolan khas anak Akuntansi sekali ketika mereka menemukan perbedaan dalam perhitungan di laporan keuangan. Entah itu jurnal, laporan laba rugi, ataupun laporan arus kas seperti yang Anna sedang diskusikan dengan Ucup.

“Salah ngitung kali,” sahut Ucup sambil melirik ke arah buku folio milik Anna.

“Bercanda lo sama gue, ah! Ini udah gue hitung lebih dari tujuh kali. Gue juga udah cek semua transaksi dari awal sampai akhir. Dan gue yakin nggak ada yang salah, kok. Gimana ini, Cup? Tolongin dong, gue beneran nggak korupsi.”

Anna terus saja bersikeras bahwa dia tidak salah menghitung ataupun memasukkan transaksi ke dalam laporan keuangan miliknya. Dan mau tidak mau Ucup akhirnya menggeser buku folio milik Anna, bermaksud untuk mencari tahu perbedaan dengan laporan keuangan miliknya. Sementara Anna sendiri sibuk membolak-balik lembar soal Akuntansi Perusahaan Dagang yang bertuliskan, “Laporan Keuangan PT. Kawan Lama” dan membaca kembali satu per satu transaksi yang ada di sana.

Tepat saat Ucup berhasil menemukan letak kesalahan laporan milik Anna dan berniat memberitahu gadis itu, tiba-tiba saja ponsel Anna berbunyi pertanda bahwa sebuah notifikasi baru saja masuk. “Sebentar, jangan ngomong dulu, Cup. Kayaknya ada yang kirim pesan ke gue, deh.”

“Halah, palingan juga operator yang kasih tahu kalau kartu lo dalam masa tenggang,” ledek Ucup.

Anna tidak peduli,mengabaikan Ucup dan lebih memilih untuk melihat ponselnya. Sebuah notifikasi dari Instagram berhasil membuat matanya membulat sempurna. Kali ini bukan karena Seventeen yang baru saja meluncurkan album baru, bukan juga karena Hoshi yang mengadakan siaran langsung dadakan. Akan tetapi, Anna dibuat kaget dengan notifikasi yang tak pernah disangka sebelumnya.

Ilham Bramansa baru saja membagikan cerita.

Begitulah tulisan yang muncul di layar tepat ketika Anna melihat ponselnya. Yang membuat Anna bingung sekarang, sejak kapan dia menyalakan notifikasi untuk akunnya Ilham? Pasalnya, dia tidak pernah merasa melakukan itu.

“Ah, mungkin waktu itu nggak sengaja kepencet kali, ya,” Anna menggumam.

“Benar, kan, SMS dari operator?” tanya Ucup berhasil membuat Anna menoleh.

“Sembarangan!” Anna mencubit lengan Ucup membuat cowok itu sedikit meringis. “Ini dari instagram, dia kasih tahu gue kalau cowok ganteng baru saja membagikan cerita.”

“Oh, Oppa Korea mana yang baru membagikan cerita?”

“Tahu dari mana kalau ini dari oppa Korea?”

“Selama ini yang lo sebut cowok ganteng itu, ya, cuma oppa Korea,” jawab Ucup yang lebih terdengar seperti ledekan.

“Ledekin aja terus! Buruan udah ketemu belum salah gue apa?”

“Udah dari tadi. Makanya, udahan dulu ngebucinnya. Nanti keburu Bu Yeti masuk, kelar hidup lo!”

Anna mendengkus, kemudian meletakkan ponselnya di atas meja. “Iya-iya. Jadi, gimana? Gue salah ngitung atau apa?”

Dari penjelasan Ucup, Anna baru menyadari jika di salah menuliskan nominal angka yang seharusnya dua milyar setengah tapi Anna malah menuliskan dua ratus lima puluh juta. Pantas saja, ada perbedaan jauh dalam laporan keuangan miliknya. Anna hanya menunjukkan cengiran khasnya, ketika Ucup terus saja meledeknya karena sudah sangat percaya diri kalau dirinya tidak mungkin salah.

“Mendingan lo buat laporan keuangan yang baru, deh, buruan! Sebelum Bu Yeti balik lagi,” desak Ucup.

“Santai dulu, jangan buru-buru. Kenapa, sih, Cup?”

“Terserah, ya, gue udah kasih tahu lo. kalau Bu Yeti balik lagi, gue nggak mau tahu apa pun.”

Gadis itu berdecak, “Iya, sini gue pinjam penggaris lo. Tapi, lo harus diam nggak boleh ngomong apa pun.”

“Terserah, deh.” Ucup hanya pasrah menuruti kemauan Anna. Namun, sebenarnya sejak tadi Ucup terus melirik ke arah ponsel Anna yang menyala dan menampilkan linimasa akun seseorang. Berkali-kali juga Ucup berusaha memicingkan matanya untuk melihat dengan jelas akun milik siapakah yang sedang Anna lihat.

“Na, gue boleh tanya sesuatu nggak?”

“Apaan? Sebentar dulu, gue belum selesai, sedikit lagi. Jangan nanya-nanya dulu,” protes Anna.

“Sejak kapan lo suka sama Ilham?”

“Maksud lo apaan? Gue nggak lagi suka sama cowok yang namanya Ilham. Jangan ngada-ngada, ya, lo!”

Bukannya berhenti, Ucup justru malah menanyakan sesuatu yang membuat Anna sedikit terkejut sekaligus kesal dengan pertanyaan Ucup.

“Ilham Bramansa,” kata Ucup santai. “Sejak kapan lo suka sama dia?”

“Lo tahu Ilham Bramansa?” tanya Anna kaget.

“Iyalah, dia PPI Jawa Tengah, kan? Lo ngapain stalking akunnya dia kalau lo nggak suka?”

Lagi-lagi pertanyaan Ucup kembali membuat Anna kesal, hingga gadis itu menghela napas panjang berkali-kali. “Gue nggak suka dia, Ucup pinter! Emangnya kalau stalking akun seseorang itu tandanya kita suka sama dia?”

“Oh, tentu dan jelas,” respon Ucup cepat. “Tapi, sebagai teman yang baik gue cuma mau kasih tahu lo sesuatu. Jangan sekali-kali lo menyukai dan menaruh harapan sama seseorang yang juga disukai banyak orang. Gue rasa lo lebih tahu rasanya karena lo udah hampir tujuh tahun merasakan itu sebagai penggemar Oppa-oppa Korea. Ingat, Na, semua yang lo rasakan di dunia fangirl berbeda dengan perasaan ketika lo jatuh cinta sama seseorang di dunia nyata.”

Kening Anna berkerut, sedetik kemudian dia tertawa kecil. “Lo kenapa, deh, tiba-tiba ngomong kayak gini? Jangan buat gue takut, ah!”

Lihat selengkapnya