Sudah lima menit terlewat sejak suara terakhir terdengar di ruangan. Semua orang di sana sebenarnya sedang dibuat penasaran, tapi tetap saja mereka diminta untuk tetap tenang. Ujian Kompetensi pembukuan secara manual baru saja selesai dilaksanakan, semua murid saling berbisik untuk sama-sama mengoreksi jawaban. Ada yang secara terang-terangan mengaku salah menjumlahkan, ada yang salah menaru transaksi, dan masih banyak perbandingan yang mereka bicarakan.
Hanya saja berbeda dengan Anna yang sejak tadi diam saja, dia bahkan mengabaikan Ucup dan Reina yang berusaha mengajaknya berbicara. Ada beberapa hal yang terus berputar di kepalanya. Dan hampir semuanya berkaitan dengan seseorang yang namanya masih sangat asing untuknya. Anna sudah bertekad untuk tidak peduli lagi, namun entah mengapa yang terjadi malah sebaliknya.
“Udahlah, Na. Lo harus yakin kalau nilai kita nanti pasti bagus. Salah satu atau dua mah nggak masalah kali,” sahut Ucup tiba-tiba.
“Gue nggak lagi mikirin itu, Cup.”
“Lah, terus?”
Anna menghela napas, kemudian merubah posisi duduknya menjadi berhadapan dengan Ucup. “Walaupun gue juga anak paskibra, tapi lo pasti lebih tahu tentang ini daripada gue. Lo bahkan tahu tentang Ilham Bramansa tanpa gue kasih tahu. Nah, langsung ke intinya aja. Kalau Ethaniel Brayn lo tahu nggak?”
Kening Ucup berkerut, “Ethaniel Brayn?”
“Maksud gue Brayn Ethaniel Setiawan,” koreksi Anna.
“Nggak, gue baru pertama kali dengar nama itu. Dia artis pendatang baru, youtuber, atau selebgram, Na? Kalau dari namanya, sih, gue yakin dia artis pendatang baru. Karena nggak mungkin kalau itu nama oppa incaran baru lo.”
Anna yang semula terlihat antusias menunggu jawaban dari Ucup, mendadak mengumpat pelan. “Jaka sembung mawa golok, teu nyambung goblok!”
“Idih, ngomongnya kasar banget Ibu yang satu ini.”
“Lo, sih, ngeselin banget. Gara-gara lo nih gue jadi ngomong kasar.”
Tawa Ucup meledak mendengar kalimat yang keluar dari mulut Anna. “Hampir tiga tahun gue kenal sama lo, baru kali ini gue dengar lo ngomong kasar. Tapi, kok, gue malah ngerasa kalau selama ini lo cuma pencitraan doang dan aslinya lo itu bar-bar.”
Mata Anna membulat, kemudian melemparkan pulpen dan mengenai lengan Ucup. “Itu mulut kalau nggak julid kayaknya kering banget, ya? Gue santet juga lo lama-lama.”
“Yaelah, baperan banget lo hari ini.”
Anna yang biasanya tak pernah mau kalah jika berdebat dengan Ucup, untuk pertama kalinya hari ini dia memilih untuk mengalah. Perasaannya benar-benar tidak karuan, kepalanya terasa mau meledak karena terlalu banyak pikiran. Gadis itu menggaruk tengkuknya yang tak gatal dan berdiri, kemudian menyimpan semua alat tulis yang masih tercecer di meja ke dalam tas. “Kuy, kantinlah! Gue lapar.”
“Berdua aja nih?”
“Ajak yang lain juga, buruan!”
Ucup lagi-lagi tertawa mendengar nada bicara Anna yang mulai kesal. “Iya, sabar atuh. Kalau lo sabar sedikit aja, gue akan berdoa semoga lo ketemu si Brayn atau siapalah itu artis pendatang baru.”
“Brayn?” Anna menaikkan sebelah alisnya, “Perasaan nggak ada artis pendatang baru yang namanya Brayn. Kalau yang lo maksud member Day6, dia Brian bukan Brayn, tulisannya begitu.”
“Bukan artis Korea. Itu loh Brayn Eta----apaan, ya, namanya ribet banget bikin lidah gue keselo aja.”
“Brayn Ethaniel Setiawan,” Anna menambahkan. “Betewe, dia bukan artis, youtuber, atau selebgram.”
“Lah, terus dia siapa?” Nggak mungkin, kan, Bapak lo ganti nama jadi Brayn, keren amat!” sahut Ucup yang hanya dibalas tatapan tajam oleh Anna.