Anna duduk berhadapan dengan Kepala Program Akuntansi, sembari membawa fotokopian rapor dan beberapa fotokopian soal-soal Uji Kompetensi beberapa tahun ke belakang. Baru saja hasil Ujian Kompetensi Akuntansi diumumkan, hasilnya pun membuat seluruh siswa jurusan Akuntansi bersorak heboh. Pasalnya, baru tahun ini semua siswa jurusan Akuntansi lulus 100%, baik manual mau pun secara komputerisasi. Biasanya, ada saja satu atau dua orang siswa yang tidak lulus, sehingga mereka harus mengikuti remedial di sekolah yang siswanya paling banyak yang tidak lulus. Namun, tidak untuk tahun 2017 ini. Sejarah baru saja diukir oleh Anna dan kawan-kawan, membuat semua guru bangga.
Sekarang Anna berada di ruang guru yang sudah sepi, murid-murid dan sebagian guru sudah pulang.
“Jadi gini, ibu melihat nilai-nilai praktik dan teori kamu sebenarnya tinggi. Hanya saja, masih kurang sedikit lagi untuk bisa tembus Ilmu Administrasi Negara di UI.” Bu Halimah membuka lembar demi lembar buku yang berisi daftar passing-grade.
“Sebenarnya kamu punya skill di dunia keuangan, kalau kamu mau kamu bisa tembus UPI, Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis. Di sana kamu bisa pilih Akuntansi, Pendidikan Akuntansi, Pendidikan Manajemen Bisnis atau yang lainnya. Ibu yakin kamu pasti diterima, mengingat dari tahun sebelumnya ada beberapa kakak kelas kamu yang diterima di sana.”
“Em ... kalau IPB gimana, Bu?”
“IPB? Bagus. Ada banyak fakultas di sana, Akuntansi juga ada. Kamu tertarik masuk sana?”
Mendengar itu, Anna mengangguk cepat. Memang sejak awal, IPB menjadi opsi kedua untuk Anna setelah UI.
“Nah, kalau begitu ibu juga setuju, sebaiknya bicarakan dulu sama kedua orang tua kamu, jangan mengambil keputusan sendiri.”
Anna menganggukkan kepala mengerti. “Terima kasih banyak, Bu.”
Setelah berkonsultasi dengan Kepala Program Akuntansi, Anna semakin yakin dengan pilihannya. Anna sedikit kecewa, karena nilainya belum memenuhi standar untuk masuk Ilmu Administrasi Negara di UI. Namun, mendengar penjelasan Bu Halimah, kekecewaannya sedikit terobati.
***
Sebuah mobil Jazz berwarna merah berhenti di depan rumah berwarna putih. Anna turun dari mobil Bu Halimah, melambaikan tangan kepada Kepala Program sekaligus wali kelasnya yang duduk di dalam. “Hati-hati di jalan, Bu. Terima kasih tumpangannya,” ucapnya.
Kemudian mobil itu melaju pergi, Anna berbalik dan menemukan pintu rumahnya terbuka. Akhir-akhir ini Anna lebih sering berada di rumahnya, sementara untuk tempat kos ia tinggali, sedang melakukan renovasi besar-besaran sehingga mau tidak mau semua penghuninya harus kembali ke rumah masing-masing atau mencari tempat kos yang baru. Bagi Anna yang sebentar lagi akan lulus, mencari kos yang baru bukanlah ide yang bagus. Jadi, dia memutuskan untuk pulang ke rumah meskipun jarak rumahnya terbilang cukup jauh dengan sekolah.
“Assalamu’alaikum ....” Anna melangkah masuk. Deni langsung berdiri begitu mendengar suara putrinya itu.
“Ya Allah, ari kamu habis dari mana saja? Kok jam segini baru pulang? Ayah khawatir sama kamu, Neng.”
“Habis bimbel,” katanya singkat.
Deni tersenyum. “Lain kali, kalau mau ke mana-mana, kamu hubungi ayah atau ibumu. Jadi kita nggak khawatir.”
“Iya, Anna minta maaf, janji nggak bakal buat khawatir Ayah lagi,” katanya mengalah.
Mendengar suara Anna, Sinta yang sedang menyiapkan makan malam langsung menghampiri putrinya itu.