Jawata Kingdom Season 1

JWT Kingdom
Chapter #2

01. Lembah Arwah

Hawa panas menyelimuti siang. Terik seluas hamparan lembah sejauh penjuru. Lembah tandus tampak gersang dalam kurun waktu lama. Tak satupun yang bernyawa tampak berlalu. Wajah lembah tandus membisu sepanjang siang. Tulang belulang binatang terserak, sebagian setengah terkubur di tanah retak.

Sepi. Sunyi. Hening.

Sesekali angin lirih terdengar menderu. Beberapa pohon raksasa sudah lama tanpa tanda kehidupan, menyisakan dedaunan kering. Saksi bisu peristiwa silam yang tragis.

Samar-samar, tampak bayangan menerobos kesunyian lembah. Kabut tipis menyingkap sosok itu menunggang kuda. Terhenti sejenak, ia mencari jejak arah kemana akan dituju. Namun hanya kesunyian menjadi jawaban.

Seorang lelaki menunggang kuda. Menyingkap tudung jubah bagian kepala. Jubahnya melawan terpaan angin berdesir seperti jarum menusuk-nusuk.

Tidak cukup jelas apapun yang ada di hadapan lelaki berpenunggang kuda itu. Situasi tidak memungkinkan pandangannya menatap apapun di sana.

Beberapa saat kemudian, anak buahnya menyusul. Derap langkah kuda terhenti di samping lelaki berpenunggang kuda yang memimpin rombongan. Ringkik riuh kuda memecah kesunyian lembah.

"Apakah kita harus melalui jalan ini, Ketua?" tanya seorang anak buah kepada pemimpin di depannya lebih dulu berhenti.

"Perkiraanku benar."

Ia tertegun sejenak. Mengamati sekitar tempat itu.

"Ternyata kita telah memasuki jalur Lembah Arwah. Tidak cukup waktu untuk kembali."

"Sebaiknya kita jangan berlama-lama di sini," kata Ketua memimpin rombongan.

Ia dan sekawanan berkuda itu, lekas bergegas memacu kuda.

Kuda-kuda tunggangan, kembali meringkik ketakutan. Namun dipaksa untuk menerobos jalan di hadapan mereka.

Pemimpin diikuti enam orang bawahannya terpaksa turun dan menuntun kuda masing-masing. Tetap waspada dan siaga sembari berjalan hati-hati.

"Sssh ...," sesekali mereka mengelus kuda agar tenang.

"Jangan menimbulkan suara gaduh, hati-hati langkah kalian," lanjut ketua yang memimpin kepada anak buahnya. Perhatiannya tetap waspada terhadap situasi sekitar.

Pasukan Bayangan. Mereka bukan sekawanan pengecut. Tak gentar menerobos lembah tandus dan panas. Debu dan kabut hampir tidak ada beda. Sesekali pekatnya kabut memudar. Tampak semakin jelas oleh rombongan itu, sebuah hamparan sangat sunyi dan mencekam.

Perjalanan mereka berujung pada suatu pemandangan mengejutkan.

Di depan mereka, tampaklah pohon-pohon mati. Samar-samar sosok-sosok menggantung di antara dahan kering. Semakin pasukan itu mendekat, semakin jelas tampak mayat-mayat tergantung, masih mengenakan sisa baju yang terkoyak.

Sebagian mayat sudah menjadi kerangka kering. Mayat-mayat itu tidak membusuk, dibiarkan mengering dalam waktu lama.

"Ketua Sujinsha!"

Seseorang di belakang pemimpin, memanggilnya. Tampak khawatir.

Pemimpin Pasukan Bayangan, dipanggil dengan nama Ketua Sujinsha. Ia memberikan isyarat jemari untuk menahan suara kepada bawahannya.

Dengan sangat berhati-hati, ia menghampiri pepohonan besar itu. Setiap pohon, hampir tergantung sejumlah mayat kering.

Ketua Sujinsha menghunus belati dari balik sabuk, lalu melemparkan belati itu ke sebuah tali yang menjerat leher mayat. Mayat itu pun terjatuh dan rapuh di tanah. Kemudian ia bergegas memeriksanya.

"Tidak!"

Pekik Ketua Sujinsha. Tampaknya ia mengenali mayat kering di pangkuannya sekarang. Enam orang bawahannya menyusul. Mereka semua sangat terkejut.

Lihat selengkapnya