Taja. Seorang pemuda yang baru dilantik menjadi praja. Usianya 15 tahun masa Jawata. Satu bulan lalu, Taja datang ke Tanapura bersama Ketua Sujinsha yang membimbingnya. Taja tidak sendiri. Seseorang lagi bersamanya.
Lorr En. Nama terdengar tidak umum. Usianya 16 tahun. Ia pengawal sekaligus teman Taja. Selalu menjaga Taja. Tak sejengkal pun berada jauh dari Taja.
Kedua pemuda itu, awalnya kesulitan berbicara bahasa Tanapura. Tentang siapa mereka berdua, belum banyak yang tahu. Dari sekte atau suku mana, asal muasal keduanya, juga belum jelas.
Ketua Sujinsha selaku pemegang kendali tertinggi Kesatuan Praja Tanapura, menempatkan Taja dan Lorr En pada regu praja gabungan.
Sebuah keberuntungan, Taja terpilih menjadi regu Pemanah Ulung. Dilatih khusus di bawah pimpinan Ketua Sujinsha secara langsung untuk mempelajari sebuah pusaka legendaris.
Pasvaati.
Sebuah pusaka legenda di Jawata, terlalu lama berdiam diri meninggalkan nama. Wujudnya sebilah panah, simbol kekuasaan Sekte Tanapura sejak ratusan tahun silam. Siapa sangka Pasvaati memiliki legendanya sendiri.
Konon, Pasvaati dahulu kala berbentuk keris raksasa yang ditempa ulang oleh pemiliknya. Tiada yang tahu pasti siapa Sang Empu pemilik keris mitos itu. Legenda Keris dan Sang Empu terlampau jauh ke masa lalu dan sedikit sekali meninggalkan jejak cerita.
Taja menatap pusaka Pasvaati dengan seksama. Secara langsung, pusaka turun temurun Tanapura itu, tampak terpampang di atas meja besar. Banyak panah lain berjejer di meja besar itu. Mungkin ratusan dan beraneka ragam jenisnya. Tetapi Pasvaati paling mencolok dan diperlakukan khusus dari caranya terpajang, ditopang di ujung pangkalnya.
Taja beralih pandang kepada Ketua Sujinsha mondar-mandir, mengitari para praja sembari menjelaskan tentang pusaka itu.
Sebentar kemudian, Taja kembali memperhatikan Pusaka Pasvaati yang tampak sederhana. Dari pangkal sampai ujung terbuat dari logam dan masih terawat kinclong putih.
Tiba-tiba Taja teringat sesuatu yang mirip kilaunya seperti Pasvaati. Kilaunya mengenai kedua mata sampai silau. Tapi ia tidak yakin itu apa, atau mungkin tidak ingat.
"Pasvaati ditempa ulang dari keris raksasa!" Ketua Sujinsha tiba-tiba berada di dekat Taja dan membuyarkan pikirannya yang sempat terbawa lamunan.
"Pasvaati bertuah."
"Pasvaati bersemayam jiwa Sang Empu."
Ketua Sujinsha menjelaskan lebih lanjut. Bergidik, semua praja terbawa kisah Pasvaati yang diungkapkan Ketua Sujinsha. Ini juga pertama kali mereka mendengarnya.
"Konon, jiwa para ketua sekte terdahulu masih terhubung dengan Pasvaati."
Lanjut Ketua Sujinsha seraya menunjuk ke arah pusaka panah itu terpajang kokoh.
Semua praja seksama mendengarkan penjelasannya. Semua mata tertuju pada Pasvaati. Senjata panah itu berhasil memukau semua orang. Tidak tampak seperti benda mati, melainkan laksana Sang Pemimpin dari alam lain. Kharismatik. Sakti mandraguna. Elok, menyenangkan siapapun yang melihatnya. Sekaligus takut bagi siapapun yang ingin memilikinya.
"Setidaknya dalam 100 tahun terakhir, tidak ada lagi yang dapat menyentuhnya apalagi menggunakannya!" lanjut Ketua Sujinsha disambut tatapan mata murid-muridnya, tersirat harapan kosong mereka untuk memiliki Pasvaati.
"Kehebatan para Ksatria Tanapura seolah terputus oleh nasib ini!" telapak tangan Ketua Sujinsha mengarah pada Pasvaati yang terpajang gagah di tempatnya.
Kecuali seseorang saja, terlihat antusias dan percaya diri. Seseorang praja berdiri pada barisan paling depan, menghadap persis terhadap Pasvaati. Dia unjuk tangan.
Raojhin. Dia lah praja yang mengangkat telapak tangannya, pertanda hendak mengajukan tanya.
"Apa yang hendak kau tanyakan, Raojhin?" Ketua Sujinsha menanggapi praja itu.
Taja sejak tadi serius, menoleh ke arah Raojhin. Berikut praja-praja yang lain.
"Apakah sudah tidak ada lagi Ksatria Tanapura yang mewarisi kehebatan para leluhurnya?" tanya Raojhin. Ketua Sujinsha menghela nafas sebelum menjawab.
"Bukan kehebatan dan kesaktian yang menjadi takaran untuk mampu menggunakan Pasvaati," jawab Ketua Sujinsha.
"Lantas, siapa yang mampu?" Raojhin mengernyitkan dahi. Semua praja sama herannya seperti dia.
"Pasvaati memiliki Jiwa Murni," jawab Ketua Sujinsha lugas.
"Itu kuncinya!"
"Jiwa Murni?" semua praja bertanya-tanya. Beberapa dari mereka, saling memandang dengan heran.
Tiba-tiba Taja menyahut.