Sebuah pohon besar menjadi arena panjat bagi semua peserta lomba Memanah Ulung. Pohon besar itu menjulang sangat tinggi, setiap cabang memiliki dahan yang dipasang simpul berbeda. Dahan yang lebih tinggi diikat simpul lebih banyak, artinya siapapun yang mencapai dahan tersebut akan mendapatkan nilai lebih banyak. Setiap satu simpul bernilai Seratus poin.
Komando wasit beseru lantang, membakar semangat semua peserta pemanah.
"Wahai, pemanah ulung, siapkan panah terbaikmu! Panjatlah dahan tertinggi. Bidik jitu sasaran terbaikmu!"
Semua peserta praja pemanah mulai memanjat. Tampak Raojhin memimpin yang paling dulu berhasil ke dahan yang paling tinggi daripada praja-praja lainnya.
Raojhin lincah, gesit, cekatan. Tanpa kesulitan ia berhasil memanjat ke cabang dengan tanda simpul sepuluh. Artinya, dia berada di posisi dahan dengan Seribu poin.
Sementara di bawah, jarak puluhan langkah dari pohon besar itu, terpasang papan sasaran panah dengan masing-masing memiliki warna berbeda. Ada tiga warna mewakili jarak. Papan hijau dalam jarak 20 langkah, papan kuning dalam jarak 30 langkah dan papan merah dalam jarak 50 langkah. Setiap papan memiliki poin berbeda berdasarkan warnanya. Tentu papan paling jauh akan memberikan poin paling banyak.
Taja mengamati posisi di mana Raojhin berhasil sampai ke atas sana. Sementara itu, Taja hendak memulai posisi di cabang pohon paling bawah di antara yang lain.
"Ada apa? Kesulitan dengan pohon?" Lorr En menyindir dari bawah pohon dan memperhatikan Taja yang sepertinya enggan bergerak lebih lanjut. Taja sebentar melihat Lorr En yang mendongak padanya, tampak sedikit meledek.
"Aku merasa aneh membawa ini," Taja menyentuh punggungnya, ada selongsong berisi beberapa anak panah. Dan itu beban yang sedikit mengganggu, "Rasanya agak gatal."
"Kenapa kamu tidak turut menjadi peserta?" Taja sedikit protes pada Lorr En dan dibalas tawa agak meledek.
"Kalahkan dia!" ujar Lorr En sambil mengepalkan tangan dan memberi semangat.
Taja bergerak gesit sembari menggerutu, "Tapi aku tidak sedang bersaing!"
Seperti merayap ke rerimbunan, Taja semakin bergerak ke atas dengan gesit. Jemarinya mencuat akar-akar mencengkeram ranting dan dahan, dan tubuhnya semakin ringan terangkat ke atas. Hanya dalam beberapa gerakan saja, tanpa disadari siapapun, Taja sudah berada di dekat posisi Raojhin berada.
Tentu itu mengejutkan Raojhin. Sepintas lalu, ia merasa Taja masih jauh di bawahnya.
"Kamu ...?!"