Pukul Babi Jantan. Suasana sunyi senyap. Langkah kaki memasuki bangsal pengobatan yang kosong tanpa pasien, kecuali Taja tertidur di sudut pembaringan dalam keheningan. Di tengah lelapnya tidur, sayup-sayup bisik suara memanggilnya.
Taja ....
Taja ....
Perlahan Taja membuka mata. Sepasang mata teduh seorang gadis belia mengenakan cadar putih dan busana serba putih. Mungkin keberuntungan yang terjadi hanya sekali dalam satu bulan. Seorang gadis membawa ramuan herbal untuk Taja.
"Kau ... Shaninka?" Taja mengenali siapa gadis itu.
Gadis itu mengangguk ringan, "Ya, aku Shaninka."
"Waktunya minum obat, supaya lekas sembuh," ujar gadis itu. Ia juga mengusapkan krim obat di sekitar tangan Taja yang terluka, “Jangan terkena air dalam semalam, akan lama sembuhnya."
Taja memperhatikan Shaninka dan membalas, “Kau tabib yang baik. Terimakasih.”
“Aku murid pengobatan, bukan tabib,” ujar gadis bercadar itu. Hanya sepasang mata yang dapat nampak dan alisnya melengkung di antara celah cadar yang dikenakan.
“Ada apa?” Shaninka menyelesaikan balutan terakhir di pergelangan tangan Taja yang terluka dan berdarah akibat kejadian pada saat latihan Pemanah Ulung. Banyak luka gores di bagian kakinya. Baju yang dikenakan pun terkoyak.
“Kau selalu memakai cadar?” Taja mengalihkan pembicaraan. Namun Shaninka menjawab dengan pandangan heran. Itukah mengapa sejak tadi, Taja memperhatikannya. Shaninka terdiam sambil menunduk. Ia merasa kikuk diperhatikan seperti itu.
Tiba-tiba terdengar suara gaduh dari arah pintu yang didobrak paksa dan muncul Raojhin dalam keadaan marah dan kondisi tubuhnya berbalut di tangan dan kaki. Gelung rambutnya berantakan. Baju terkoyak.
Raojhin tak hanya berhenti di depan pintu, tatap matanya sangar penuh emosi, menghampiri pembaringan Taja.
“Aku melihatmu!" ketus Raojhin menunjuk kasar ke arah Taja.
Taja terkejut melihat kedatangan Raojhin yang sangat tidak bersahabat.
"Aku melihatmu, dasar siluman!” nafas Raojhin memburu. Tatapan matanya sangat serius. Melihat gelagat Raojhin yang jelas-jelas tidak ramah, akhirnya Taja bangkit dan terpaksa menghadapinya.
“Menuduhku siluman?! Ada apa denganmu?!" beranjak dari dipan, Taja menghadapi Raojhin.
Sementara Shaninka mundur. Beberapa orang kebetulan berada di ruangan bangsal, lantas menjadi panik. Serombongan praja datang dari arah pintu masuk. Ketua Sujinsha bersama mereka.
”Ada apa kalian?!" tegas Ketua Sujinsha.
"Mereka bertengkar, Tuan," jawab orang-orang berdatangan ke ruang bangsal pengobatan, mengira bakal terjadi perseteruan antara Raojhin dan Taja.
"Raojhin! Taja! Kenapa kalian bertengkar?" Ketua menghampiri mereka berhadapan.
“Aku melihat sesuatu di kakinya!” teriak Raojhin. Semua mata melihat kaki Taja menapak tanpa alas. Ada beberapa luka. Tidak ada yang lebih aneh dari itu.
“Akar-akar menjulur dari kaki dan tangannya! Jari-jarinya serupa akar-akar mencengkeram ranting-ranting pohon!”
"Jemarinya ... hijau lumut!” teriak Raojhin menjadi-jadi. Semua orang terdiam. Mengamati sepasang kaki Taja. Aneh dan heran akan sikap Raojhin di hadapan banyak orang, agresif dan kasar.
“Sepertinya kau terguncang!” terdengar seru lantang, rupanya Lorr En muncul di antara praja yang berdatangan.