Je taime Papa

Adlet Almazov
Chapter #1

Prolog

Rumah Tahanan Cipinang, 29 Juli 2006

Aku menarik nafasku, rasanya sangat sesak, perutku sakit sakit, sangat sakit. Rasa lapar dan perih ini kuderita bersamaan. Entah sudah berapa lama aku di tempat ini, aku benar-benar sudah tidak ingat apa pun selain Ai.

Aku sangat merindukannya, aku sangat ingin bertemu dengannya. Aku terisolasi di tempat ini, sendirian. Aku tidak tahu, mengapa aku tidak bergabung dengan tahanan lain? Meski seharusnya aku sudah tahu saat mata menjijikkan mereka terus memandangku seolah aku ini santapan lezat yang akan segera menjadi menu utama mereka.

Seorang sipir datang dengan tergesa sembari membuka pintu sel tempat aku ditahan selama lima hari. Dia menghampiriku dengan wajah tegang, entah apa yang ada di dalam pikirannya saat ini.

“Hadi Aryanto, seorang wanita datang untuk mengunjungimu. Kau diizinkan bertemu dengannya selama 60 menit.” Ucapnya sambil mendongakkan kepalanya ke atas. Aku menatapnya sejenak, terlalu malas untuk menanggapinya.

“Aku tidak ingin dikunjungi siapa pun, suruh dia pergi!” Ucapku kesal. Memalingkan wajahku sementara tanganku terus memegang perutku yang masih dililit perban. Sakit, rasanya sangat sakit. Perutku mual karena terus berusaha menahan rasa sakit ini.

“Ada hal penting yang ingin dia sampaikan padamu. Kau diperbolehkan berbicara sebentar! "

“Tidak usah! Itu tidak perlu!”

“Tapi-”

“Aku bilang tidak!” Aku berteriak kesal. Pria tua sialan ini benar-benar membuatku muak.

“Arya!” Seorang wanita berdiri tepat di belakang sipir tua itu, wanita itu memandang tajam kearahku, namun tatapannya terlihat sendu. Aku terpana, karena aku sangat mengenali wajahnya.

                  *** 

“Ada apa ?” tanyaku sambil tertunduk, aku tidak mengerti mengapa aku harus duduk berhadapan dengannya seperti ini. Setelah hampir 8 tahun aku tidak bertemu dengannya, dia sudah sangat berubah.

“Aku hampir tidak percaya kau masih mengenaliku, padahal 8 tahun bukan waktu yang singkat untuk melupakan seseorang.” Ucapnya sambil tersenyum kecil. Meski pun tidak terlihat jelas, namun aku tahu sebenarnya dia gugup saat ini.

“Menurutmu, apa alasanku untuk melupakanmu ?” Dia bertanya dengan nada yang dingin. Memandangiku dengan mata bulatnya tanpa berkedip.

Aku menundukkan wajahku, mencoba mengingat-ingat kembali masa lalu. Aku bisa mengingat bahwa dia ada dalam beberapa episode perjalanan hidupku, bahkan mungkin dia orang yang cukup penting bagiku di masa lalu.

“Karina Adriana Salim.” Ucapku sembari mendesah pelan.

“Kau bahkan masih mengingat namaku, kau pasti selalu mengingatku, iyakan?” Dia tersenyum, terlihat percaya diri dengan jawabannya. Aku cukup tahu arti dari senyumanmya. Dia menunjukkan raut yang paling kubenci, raut wajah kekecewaan dan penghinaan. Aku bisa melihat sekilas dari sorotan matanya saat menatapku.

Lihat selengkapnya