Je taime Papa

Adlet Almazov
Chapter #12

Menjadi Seorang Ayah

Malam ini setelah makan malam, aku duduk di kamar yang diberikan Kakek dan Nenek Franklin sebagai kamarku dan Ai. Aku merasa tidak enak jika terus kesulitan berkomunikasi dengan mereka karena aku tidak bisa bahasa Prancis dan mereka tidak bisa bahasa Inggris. Selama beberapa minggu ini, kami terus menggunakan bahasa isyarat dan rasanya, itu kurang menyenangkan.

“Ah…bagaimana cara penyebutan ini ya ?” gumamku sambil membaca buku belajar kosa kata bahasa Prancis dan sebuah kamus besar bahasa Prancis yang diberikan Jimmy tadi siang. 

“Aduh…sial, ini lebih sulit dari dugaanku…”

“Sano ?” Nenek Franklin memanggilku, ia sudah berdiri di depan pintu kamar sambil menggendong Ai.

“Nenek ?” ucapku mencoba memanggil Nenek Franklin dalam bahasa Prancis yang baru aku pelajari.

“Wah...hahaha, kamu sudah bisa memanggilku dalam bahasa prancis ya ? Ini Ai, sepertinya dia gelisah jika terlalu lama jauh darimu.” Ucap Nenek Franklin, aku mencoba menerjemahkan kata demi kata yang ia ucapkan dan yang bisa ku pahami saat ini hanyalah nama Ai dalam kalimat yang ia katakan.

“Ya…” aku terpaksa menggendongnya, entah mengapa anak ini sangat suka denganku. Dia selalu tersenyum saat aku menggendongnya seperti ini, apa dia tidak tahu bahwa sebenarnya aku sangat tidak suka padanya ?

“Kalau begitu, selamat tidur. Mimpi yang indah.” Ujar Nenek Franklin sambil mengecup pipi anak ini dengan penuh kasih sayang.

“Ah iya, selamat malam…” jawabku mengikuti apa yang sering ia ucapkan setiap malam sebelum tidur.

Aku sedikit kesal karena malam ini aku harus begadang untuk menjaganya, aku benar-benar tidak suka waktu tidurku terganggu setiap kali dia menangis karena kehausan atau popoknya basah, “Bocah sialan, aku bukan Ibumu” umpatku dalam hati, aku benar-benar tidak suka ini, meski terkadang, ia tidur bersama Kakek dan Nenek Franklin.

Aku membaringkannya di atas tempat tidur dan membatasinya dengan bantal agar dia tidak mengambil tempatku. Aku melanjutkan pelajaran yang sempat tertunda dan kembali fokus pada buku-buku bahasa Prancis yang harus segera aku pelajari. Anak ini memperhatikanku, dia menghisap Ibu jari sambil memainkan kakinya. Dia terlihat cukup sehat selama di rumah ini.

“Ini bagaimana cara penyebutannya ya ? ah… susah sekali jika dipelajari sendiri…” aku merasa cukup kesulitan, mengingat bagaimana saat di sekolah aku tidak terlalu suka belajar dan lebih banyak menghabiskan waktu dengan bermain dan bolos.

“Plek…” tangan kecil Ai mulai menggerayangi kepalaku, ia mulai menarik-narik rambutku. Entah sejak kapan dia sudah merangkak kepinggir tempat tidur.

“Ah…kau ini, jangan mengganggu dan mainlah sendiri sana !” kataku sambil berusaha melepaskan rambutku yang ditariknya.

“Hu…huee….hue…” dia mulai menangis karena tidak terima kesenangannya terganggu.

“Kenapa kau ini cengeng sekali, hah ? aku tidak suka kau menarik rambutku seperti itu, kau mengerti ? dasar anak nakal !” ucapku dengan nada yang keras, ia terkejut dan terus memandangiku dengan tatapan yang menyedihkan.

“Hue….hue…” tangisannya pecah, kali ini suaranya lebih keras. Aku panik dan langsung menggendongnya, aku tidak mau Nenek dan Kakek Franklin terbangun karena tangisannya.

“Sudah…sudah diamlah, kau bisa membangunkan semua orang dengan suaramu !” aku berusaha menimangnya dalam dekapanku agar dia berhenti menangis, seperti yang biasa Nenek Franklin lakukan.

Lihat selengkapnya