Je taime Papa

Adlet Almazov
Chapter #17

Kakek Tersayang

Aku tidak tahu bagaimana rasanya punya kakek dan nenek. Kakek dari pihak ayah meninggal saat ayahku berumur 17 tahun dan nenek meninggal saat kakakku, Ani berumur satu tahun. Sementara kakek dari pihak ibu meninggal sebulan sebelum orangtuaku menikah dan nenek, meninggal saat ibuku masih berumur 10 tahun. Bisa dikatakan, aku tidak pernah bertemu kakek dan nenekku. 

Saat masih kecil, aku hanya mendengar cerita tentang kakek dan nenekku dari ayah dan ibu. Dulu, aku sangat ingin bertemu mereka. Seperti waktu aku mendengar cerita dari teman-temanku ketika mereka berkunjung ke rumah kakek dan nenek mereka saat libur lebaran atau libur tahun ajaran baru. 

Mendengar bagaimana mereka menyantap ketupat opor bersama saat lebaran di rumah kakek dan neneknya atau mendapat uang jajan. Ya, dulu aku merasa sangat iri dengan kehidupan orang lain. Aku selalu tertinggal dalam segala hal, aku selalu tidak memiliki apa yang teman-temanku miliki.

Namun disini aku tahu bagaimana rasanya, hanya saja, aku tidak bisa membedakan antara memiliki ayah dan ibu atau kakek dan nenek. Bagiku, Kakek dan Nenek Franklin lebih seperti ayah dan ibuku. Aku bisa merasakan kasih sayang mereka yang tulus untukku dan juga Ai.

“Uhuk…uhuk-” dua hari sejak ulang tahun Ai, Kakek Franklin mulai batuk dan tampak lemah. Aku berpikir mungkin itu karena faktor usia kakek yang sudah 78 tahun.

“Minum obatnya dan beristirahatlah, kakek tidak perlu memaksakan diri bekerja!” Ucap nenek sambil membawakan segelas air dan obat yang dibeli kemarin.

“Aku baik-baik saja! Aku bosan di rumah sepanjang hari, jadi lebih baik aku pergi ke kebun."

“Tidak boleh, batuk kakek kumat lagi, jika bertambah parah bagaimana?” Nenek menaikkan sedikit nada suaranya. Aku menatap mereka tanpa tahu harus berbuat apa.

“Tapi-”

“Tidak ada tapi-tapian! Hadi, kau pergi sendiri saja ke kebun ya?” 

“Iya baiklah, nenek benar. Lebih baik hari ini kakek beristirahat saja di rumah, biar aku saja yang pergi!” Ucapku yang juga menyutujui pendapat nenek. Melihat bagaimana kondisi kakek, seharusnya sudah saatnya beliau untuk beristirahat di rumah menghabiskan masa tua dengan damai.

“Baiklah, tapi hari ini saja ya?” Kakek Franklin akhir setuju setelah perdebatan yang sudah terjadi tepat dua hari yang lalu saat batuk kakek kumat dan membuatnya tidak bisa tidur.

Aku pergi ke kebun sambil mendorong gerobak, aku masih ingat, dulu rasanya bekerja di kebun sangat sulit sekali untuk pemuda yang sangat pemalas sepertiku. Pertama kali bekerja, seluruh tubuhku rasanya sakit, bahkan tulang pinggangku terasa hampir lepas dari tubuhku. Namun, melihat bagaimana Kakek Franklin yang masih bersemangat bekerja, membuatku malu pada diriku sendiri.

“Hadi, selamat pagi?” Jimmy menyapaku seperti biasa. Kami berpapasan di jalan hampir setiap hari karena kami pergi di waktu yang sama, sekitar pukul 06.30 pagi. 

“Selamat pagi Jimmy!”

“Kakek Franklin mana?”

“Tidak ikut, batuknya semakin parah, jadi beliau istirahat di rumah," jawabku.

“Memang sudah seharusnya Kakek Franklin berhenti bekerja, aku tidak mengerti apa anak-anaknya tidak mengirimkan uang untuk orang tua mereka sehingga kakek harus tetap bekerja?”

“Kalau itu aku tidak tahu, tapi aku rasa masalahnya karena kakek juga tidak suka berdiam diri di rumah. Dia lebih suka pergi ke kebun atau mengurus ternak miliknya."

“Pasti karena beliau sudah bekerja sejak muda, rasanya terakhir kali aku masih melihatnya kuat mendorong gerobak berisi anggur yang baru panen,” 

“Hai anak muda, ayo cepat!” Ucap Paman Duncan yang tiba-tiba lewat di samping kami sambil mendorong gerobaknya penuh semangat.

Lihat selengkapnya