Ray Winaya melirik jam tangannya. Waktu menunjukkan pukul 04.09 ketika mobilnya keluar dari rest area dan memasuki jalan tol. Sambil mengetuk-ngetuk bagian setir, dia mulai menyanyikan lagu yang diciptakannya asal jadi.
"Let me be your ATM and I will make you my lover. You take my money, I'll take your heaven. I don't wanna know, I don't wanna care. I have money, but I have no love to share
So c'mon babe, c'mon babe, come to daddy, come to daddy. Come to me, yeah. I wanna hold you till I cry, I wanna hold you till I die ...."
Beberapa saat kemudian, dia menginjak pedal gas dan menaikkan kecepatan Toyota Fortuner-nya lebih dari seratus kilometer per jam. Seketika mobil itu melesat menembus kabut dini hari. Adrenalin Ray meningkat tajam. Ia pun mulai menikmati suara melengking disertai deru bergemuruh dari angin yang melintasi mobilnya.
Saat mobilnya berjarak sekitar 150 meter dari sebuah jembatan layang, matanya menangkap sesosok tubuh terjatuh dari jembatan itu, lalu membentur permukaan aspal. Hanya sepersekian detik, otak Ray memerintahkan tangannya untuk melakukan tindakan refleks, membanting setir ke kiri. Satu detik berikutnya, sebuah sedan BMW berkecepatan 95 kilometer per jam melesat dan menabrak bagian belakang badan mobil yang dikemudikan Ray, mengakibatkan Fortuner itu meluncur dengan kecepatan 90 kilometer per jam, lalu membentur keras guard rails yang terbuat dari beton cor yang kaku.
Sementara itu dari belakang, untuk menghindari tabrakan dengan mobil BMW yang berhenti mendadak, sopir sebuah bus berpenumpang enam belas orang spontan membanting setirnya ke kanan. Begitu matanya menangkap tubuh yang tergolek di tengah jalan, sopir itu spontan menginjak penuh pedal rem. Seketika terjadilah tabrakan beruntun delapan mobil di belakangnya. Mobil yang berada di posisi terakhir adalah mobil skid tank Pertamina yang mengangkut lima belas ton LPG (Liquefied Petroleum Gas). Sopirnya yang mengantuk, karena semalam nonton konser dangdut, mendadak terjaga. Dalam kondisi panik, ia membanting setirnya ke kanan. Tapi, alih-alih menginjak pedal rem, ia menginjak keras pedal gas. Mobil Pertamina itu langsung menabrak tembok beton median jalan. Sesaat kemudian, mobil itu meledak dahsyat, menimbulkan cendawan api yang menerangi jalanan.
Antara sepuluh sampai dua puluh menit kemudian, para petugas dari Jasamarga Tollroad Operator (JMTO), Patroli Jalan Raya (PJR), Kepolisian, unit medis, unit damkar, empat mobil ambulans, dan dua mobil pemadam kebakaran tiba di lokasi kejadian untuk mengevakuasi korban dan menormalisasi lalu lintas. Suara sirene meraung-raung memenuhi udara, berpadu dengan suara tangisan dan jeritan korban serta teriakan beberapa petugas.
Tidak lama kemudian, fajar kemerahan mulai merekah di ufuk timur, pendarnya menebar menerangi tubuh-tubuh yang tergeletak di atas rerumputan di bawah pepohonan trembesi yang tumbuh di pinggir bahu jalan. Beberapa petugas medis tampak mengangkat sebagian dari tubuh-tubuh itu ke atas tandu, lalu memasukkannya ke ambulans.
Ray tewas dengan tubuh terjepit di antara setir dan jok. Dashboard mobilnya menjorok ke dalam sekitar 35 sentimeter, mengimpit sebuah boneka beruang besar—hadiah untuk Angelina Valen, sugar baby Ray, yang akan berulang tahun ke-21. Setelah mengalami sekarat sekitar satu menit, Ray menghembuskan nafas terakhirnya. Pada detik yang bersamaan, pekik melengking Angelina memenuhi ruangan di sebuah kamar hotel. Ia mengalami orgasme saat itu, dalam pelukan erat Jan Henry—teman sekantor Ray.
Keesokan harinya, dimulai pukul 9.15, pihak kepolisian menggelar Konferensi Pers di Markas Kepolisian Daerah yang diliput banyak wartawan dari media cetak, media online dan media televisi. Hadir pada konferensi tersebut, Wakil Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah, Komisaris Besar Polisi (Kombes Pol) Beny Nyoman Gede Pratama, Wakil Kepala Polres, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Dhani Alfian, dan Kepala Satuan Lalu Lintas Polres, Ajun Komisaris Polisi (AKP) Sigit Sukarsa.