Hanya berselang empat jam sejak konferensi pers yang dilakukan pihak kepolisian, lima orang penyidik dari Sat Reskrim Polres mendatangi rumah Rizky Pratama, korban yang diduga bunuh diri di jembatan layang itu. Mereka datang bukan untuk menyampaikan bela sungkawa pada keluarga korban yang tengah berduka, tapi untuk melakukan penahanan terhadap istri korban yang bernama Alexa Tamara. Ketika salah seorang penyidik menunjukkan surat perintah penangkapan, pihak keluarga Alexa terkaget-kaget.
"Saya tidak salah apa-apa, Pak," ujar Alexa terbata. Ia belum bisa menerima alasan penangkapan yang telah disampaikan penyidik. Matanya masih tampak sembap.
"Nanti akan dibicarakan di kantor," ujar penyidik. Penyidik menyita pula ponsel milik Alexa.
Alexa naik ke mobil Suzuki Ertiga berwarna metallic magma gray diikuti tatapan keluarga dan tetangganya. Mereka tidak mengerti kenapa Alexa dibawa polisi. Ibu Alexa histeris.
Di kantor Sat Reskrim Polres terdapat tiga ruangan yang digunakan penyidik untuk memeriksa empat orang saksi. Keempat orang itu adalah Juno Markus, Armin Pardede, Alexa Tamara, dan Yoga Marfin.
AKP Gautama Kumbara berada di ruangan pertama, tengah menginterogasi Juno Markus dan Armin Pardede. Gautama menatap kedua orang itu. Kepala mereka sama-sama plontos dan tubuh mereka hampir sama gemuknya, hanya Armin lebih pendek. Mereka pun memakai kaos dengan model yang sama, berwarna hitam dan bergambar mulut terbuka dengan lidah menjulur.
Interogasi itu telah berlangsung sekitar setengah jam. Gautama berhasil memperoleh pengakuan penting dari dua orang tersangka itu setelah menunjukkan bukti-bukti yang tidak mampu mereka bantah.
"Apakah kalian bersaudara?"
"Tidak, Pak, kami beda ayah," jawab Juno.
"Kami juga beda ibu," kata Armin.
"Kalian tampak kembar."
"Demi Allah, Pak, kami tidak bersaudara," protes Armin.
"Pakaian kalian sama, seperti seragam."
"Kami penggemar grup Rolling Stones, Pak," kata Juno.
"Saya cuma ikut-ikutan dia, Pak. Saya penggemar Mick Jagger."
"Jadi, kalian melempar Rizky dari atas jembatan itu?" tanya Gautama.
"Ya, Pak," jawab Juno.
"Tidak, Pak. Kami mendorong tubuhnya," kata Armin.
Juno mendelik ke arah Armin.
"Kalian melemparkan—apa pun namanya—Rizky Pratama agar tampak mati karena bunuh diri atau kecelakaan lalu lintas?"
"Saya tidak tahu, Pak. Kami cuma disuruh melemparkan tubuhnya."
"Apakah kalian melempar Rizky dalam keadaan hidup atau mati?"
"Dia masih hidup, Pak. Kami tidak memukulinya," jawab Juno.
"Tapi, dia mungkin mati setelah terjatuh," Armin menambahkan.
Gautama menggeleng-gelengkan kepalanya. Pantas mereka sering keluar masuk penjara, pikirnya. Mereka terlalu jujur. Tapi, dungunya keterlaluan. Ia sudah sering berhadapan dengan preman atau residivis berbadan besar, tapi memiliki otak yang kecil. Anehnya, banyak dari preman atau residivis yang menjadi pimpinan kelompok mereka malah berpostur biasa saja, kadang malah bertubuh kecil, tapi otak mereka malah lebih cerdas.
"Berapa kalian dibayar untuk melakukan itu?"
Kedua orang itu terdiam.
"Saya ulangi, berapa kalian dibayar untuk membunuh Rizky?"
"Maaf, Pak. Bapak nanya siapa?"
"Ya, Tuhan ... Kamu saja yang jawab."
"Tapi, kami tidak membunuhnya, Pak," jawab Juno. "Kami cuma melemparnya dari atas jembatan."
"Yang benar, kami cuma mendorong tubuhnya, Pak."
"Dasar goblok!" Gautama tidak mampu menahan emosinya. "Berapa kalian dibayar?"
"Tiga puluh juta, Pak," jawab Juno.
Armin menoleh dengan muka tidak senang. "Di WA, kau bilang tiga juta ...."
"Masa? Aku lupa, mungkin. Ntar aku tambah nolnya."
Sekali lagi Gautama menggelengkan kepalanya. Ia menghela nafas. "Apa kalian tidak sadar, perbuatan kalian itu menyebabkan sembilan orang mati, tujuh orang mengalami luka berat, empat orang mengalami luka ringan, dan lalu lintas macet parah sampai empat kilometer lebih. Kalian bisa menghadapi dakwaan berlapis."
Juno Markus dan Armin Pardede melongo.
"Maksudnya ... berlapis, bagaimana, Pak?"tanya Armin.
Gautama berpikir sejenak. Ia berniat memberikan penjelasan masalah hukum dengan cara yang sederhana. Tapi, batal.
"Kalian ... berdua ... bisa dihukum mati!" katanya setengah berteriak.
Juno dan Armin tersentak.
Gautama beranjak dari duduknya.