Penayangan dua orang wanita pada acara Technology Foresight di Frontline TV, hari Senin, pukul 18.30, telah menarik lebih dari seratus dua puluh juta pemirsa dari seluruh Indonesia. Tujuh puluh persen dari seluruh pemirsa tersebut lebih tertarik pada kecantikan kedua wanita itu, sisanya tertarik pada topik yang mereka bicarakan—selain kecantikannnya juga.
Wanita yang duduk di sebelah kanan adalah Veny Viola, talk show host tercantik tahun ini. Satu tahun setelah memperoleh gelar Master Bidang Komunikasi dan Media dari Universitas Monash, Australia, ia ditunjuk menjadi pemimpin redaksi Frontline TV. Wanita yang duduk di sebelah kiri adalah Brigadir Jenderal Alea Salina, Ph.D, lulusan Department of Engineering, Kochi University of Technology, Jepang. Ia menjabat Deputi Bidang Intelijen Teknologi, Badan Intelijen Negara (BIN). Keduanya tampil dengan rok sebatas lutut, seolah tengah berkompetisi untuk menentukan siapa pemilik betis terindah.
"Profesor Doktor Alea Salina. Deputi Bidang Intelijen Teknologi, Badan Intelijen Negara, sekaligus salah seorang staf pengajar di Sekolah Tinggi Intelijen Negara. Selamat malam, Prof." Veny memulai wawancaranya dengan sinar mata cemerlang dan senyuman yang menampakkan lesung pipinya. Matanya sipit khas gadis Tionghoa.
"Selamat malam, Veny," jawab Alea. Senyumnya merekah dengan bibir merah yang sensual. Matanya yang bening berwarna biru terang, ciri khas suku Buton dari provinsi Sulawesi Tenggara, yang konon disebabkan kelainan genetik yang disebut Sindrom Waardenburg. Kulitnya yang putih halus diturunkan dari ibunya yang bersuku Sunda dan akibat kegemarannya menkonsumsi camilan komenuka cookies atau 'kue bekatul'.
The war of beauty and intelligence begins ....
"Penggunaan teknologi artificial intelligence atau 'kecerdasan buatan' telah banyak memberikan manfaat dalam berbagai bidang, seperti penelitian, pendidikan, bisnis, kesehatan, dan sebagainya. Dalam konteks ini, Simulation of Proving Legal Violations—SPLV—, atau 'Simulasi Pembuktian Pelanggaran Hukum' hadir dalam bidang penegakan hukum dan peradilan, sebagai karya anak bangsa yang inovatif. Mengingat fungsinya, mengapa gagasan penciptaan program aplikasi ini muncul dari BIN, bukan dari ... katakanlah Kemenkumham, kejaksaan, kepolisian, dan semacamnya?" Pertanyaan di luar dugaan ini diajukan Veny sehubungan dengan beberapa kritik yang diajukan beberapa tokoh dari berbagai instansi yang terkait dengan penegakan hukum dan kecurigaan beberapa kalangan kalau kritik-kritik tersebut bernuansa ego sektoral yang kental.
"Saya paham arah pertanyaan Anda," ujar Alea sambil tersenyum simpul. "Ini hanya faktor kebetulan saja. Ide ini pertama kali muncul dari salah seorang kolega saya. Kebetulan kami membutuhkan program aplikasi semacam ini, antara lain untuk mengungkap jaringan teroris dan pencegahan terorisme. Dalam perkembangannya, kami melengkapinya dengan simulasi pengungkapan kasus-kasus pidana lainnya. Yang terakhir ini malah yang jadi viral. Kami membentuk tim dalam melakukan penelitian dan pengembangan program aplikasi SPLV ini. So, it's absolutely a result of teamwork. Ini sekaligus membantah pemberitaan yang banyak beredar saat ini, bahwa saya adalah pencipta program aplikasi ini. Saya hanya ditunjuk untuk memimpin tim. Menyangkut kritik-kritik yang muncul belakangan ini, kami anggap itu sebagai hal yang wajar. Bahkan kami membutuhkannya untuk penyempurnaan program aplikasi ini."
Veny mulai menyukai profesor yang rendah hati ini. "Lalu, siapa penggagas pertama itu, Prof?"
"Mm ... Maaf, saya tidak berwenang untuk menjawabnya. Anda tahu apa fungsi BIN."
Veny segera bisa menangkap maksud dari jawaban diplomatis itu. Arsitek program komputer itu pastilah bukan dari kalangan pejabat BIN. Ia tahu, BIN merahasiakan semua pegawainya. Naluri jurnalistiklah yang mendorongnya untuk penasaran bertanya.
"Terlepas dari berbagai pro dan kontra, tampaknya program aplikasi ini diterima baik oleh banyak instansi di luar BIN. Yang terjadi kemudian adalah terciptanya sinergi dan kolaborasi yang cukup baik antar instansi terkait dalam upaya penegakan hukum. Bagaimana Anda mempromosikannya, Prof?"
"Dalam konteks ini, saya menyukai ungkapan terkenal dalam bahasa Prancis: 'Si vous voulez construire un navire, ne rassemblez pas vos hommes et femmes pour leur donner des ordres, pour expliquer chaque détail, pour leur dire où trouver chaque chose. Si vous voulez construire un navire, faites naître dans le cœur de vos hommes et femmes le désir de la mer.'" Alea memamerkan kemampuan berbahasa Prancisnya dengan mengutip kata-kata seorang penulis berkebangsaan Prancis. Tiga bulan yang lalu, ia baru saja memperoleh sertifikat DELF (Diplôme d’Etude en Langue Française) tingkat B2, setelah lebih dari satu tahun bersusah payah berlatih bahasa itu.
"Antoine de Saint-Exupery! If you want to build a ship, don't gather people together to give them orders, instead create a desire in their hearts for the sea." Veny tidak mau kalah. Ia berhasil memarafrasakan ungkapan Prancis itu secara spontan tanpa jeda. "Dan Anda berhasil menciptakan keinginan kolektif akan sistem penegakan hukum yang cepat dan akurat?"